Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #1

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Penulis dan istri serta dua orang buah hati kami dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Istri dan anak-anak (14 tahun dan 8 tahun) terinfeksi setelah penulis selesai menjalani perawatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet (RSDC Wisma Atlet), Kemayoran, Jakarta Pusat.

Istri dan anak-anak dirawat di Rumah Sakit Daerah Moewardi (RSDM), rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di Surakarta (Solo).

Jauh hari sebelumnya, anggota keluarga matrilinial penulis yang paling senior di bawah payung kaum Datuk Majosindo (76 tahun), di lembah Gunung Merapi, Ranah Minangkabau, Sumatera Barat sana, juga terkonfirmasi positif Covid-19. Istri (74 tahun) serta anak pertama beliau (54 tahun) selang beberapa hari juga dinyatakan positif Covid-19.

Penulis menerima informasi hasil swab PCR yang mengkonfirmasi kalau penulis positif terinfeksi Covid-19 hanya berselang sekitar 5 (lima) menit sebelum penulis menerima telpon yang mengabarkan anggota paling senior keluarga matrilinial penulis tersebut tengah menghadapi sakaratul maut untuk memulai perjalanan menuju Ilahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Beliau wafat sekitar 2 (dua) minggu setelah beliau, istri, dan anak beliau dinyatakan negatif. Namun beliau masih dirawat di rumah sakit untuk sakit bawaan. Sebagaimana penulis, beliau memang kormobid saat dinyatakan positif Covid-19. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun

Pada hari kedua setelah penulis dirawat di RSDC Wisma Atlet, posisi masih lemah, perut masih mual, datang kabar yang tidak kalah mengejutkan dari Wonogiri, tempat domisili permanen penulis dan keluarga. Bapak angkat sekaligus guru sekaligus pembimbing spritual penulis mendadak meninggal dunia.

Siang menjelang sore pada hari keempat penulis dirawat di Wisma Atlet mendapat kabar kalau berdasarkan hasil pemeriksaan darah di laboratorium, istri di Wonogiri terkonfirmasi terkena tipes. Paginya saat olah raga rutin di lantai 16 tower 6 RSDC Wisma Atlet penulis baru saja bercerita dengan sekelompok pasien lain yang semuanya didiagnosis awal sebagai positif tipes.

Hari ke enam penulis dirawat, dapat kabar duka, salah satu anggota keluaga matrilinial senior Ayahanda penulis di bawah payung Datuk Tumanggung meninggal dunia secara alamai. Beliau adalah salah satu keluarga Ayahanda penulis yang sangat baik kepada penulis dan adik-adik penulis semenjak kami yatim piatu puluhan tahun lalu.

Seharusnya, dalam keadaan normal, penulis wajib hadir dalam pemakaman ketiga beliau tersebut. Namun Allah SWT punya misteri sendiri dalam kehendak-Nya, pemakaman ketiga keluarga tersebut hanya dapat penulis ikuti melalui aplikasi video call Whatsapp dalam kesendirian penulis dari salah satu sudut kamar RSDC Wisma Atlet, sambil menundukan kepala berdo’a kepada pemilik segara misteri waktu, Allah SWT. Semoga ketiga beliau husnul khotimah, Allahumma aamiin.

Hari ketujuh masa isolasi mandiri penulis di Jakarta pascakeluar dari RSDC Wisma Atlet dari 14 (empat belas) hari yang disarankan dokter, dapat kabar kalau istri masuk rumah sakit. Tidak ada pilihan, penulis menyetir sendiri pulang ke Wonogiri setelah kurang lebih 3 (tiga) bulan tidak mudik. Dua hari kemudian berdasarkan hasil tes swab PCR yang dilakukan RSD Moewardi Solo, istri terkonfirmasi positif Covid-19.

Kedua anak penulis mau tidak mau harus menjalani tes swab PCR. Hasilnya mengkonfirmasi kalau kedua buah hati penulis dan istri tersebut juga positif terinfeksi Covid-19.

Dan penulis yang kurang 3 (tiga) hari dari masa isolasi mandiri yang disarankan dokter RSDC Wisma Atlet kembali diminta isolasi mandiri selama 14 (empat belas) hari ke depan oleh dr. Harsini, Sp.P., penanggung jawab Covid-19 RSD Moewardi Solo karena riwayat kontak dengan anak-anak penulis.

***

Realitas empirik peristiwa-peristiwa di atas tentu juga ditambah dengan realitas agenda-agenda besar kantor Komisi Informasi Pusat, baik langsung maupun tidak langsung, menjadi tanggung jawab penulis selaku yang diamanahi mengemban amanah negara sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI.

Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi dan Rapat Silalurrahmi Nasional Badan Publik Seluruh Indonesia di mana merupakan tanggung jawab bersama penulis dengan Ketua sebagai Penanggung Jawab, hanya dalam hitungan hari akan dilaksanakan.

Puncak pelaksanaan anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2020 sebagai hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang walaupun merupakan program kerja Bidang Kelembagaan namun melibatkan institusi secara keseluruhan juga sudah di depan mata.

Rancangan Perubahan Peraturan Komisi Informasi (Raperki) Standar Layanan Informasi Publik yang juga memasuki tahap-tahap akhir pembahasan di Tim Perumus yang penulis koordinatori sudah ditunggu sekian lama.

Agenda-agenda rutin sidang penyelesaian sengketa informasi yang terpaksa tidak bisa dijalankan bagi register yang penulis menjadi Majelis Komisioner.

Dan agenda lain terkait kantor yang berada di penghujung tahun 2020.

***

Serentetan peristiwa itulah yang menginspirasi penulis untuk memberikan judul tulisan di atas.

Saat tulisan ini dibuat, penulis dan istri serta anak-anak sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19, Alhamdulillah wa syukurillah.

Penulis ingin berbagi dengan pembaca yang budiman sekalian bagaimana pengalaman perjalanan kami sekeluarga mengelola pikiran, perasaan, spritualitas, optimisme di tengah badai Covid-19 yang menimpa penulis sekeluarga, dalam bentuk tulisan berseri ini.

Pada waktunya, penulis juga ingin membagikan pengalaman bagaimana terbuka kepada publik tentang informasi kami sekeluarga yang terkonfirmasi Covid-19 dan perawatan dari dokter dan petugas medis serta aliran untaian do’a dari sahabat dan publik teramat sangat membantu dalam usaha kami sekeluarga menuju pelabuhan kesembuhan.

Itu semua sangat-sangat membantu meningkatkan daya imun. Dan kita semua menyadari bahwa kita tidak ada pilihan selain meningkatkan daya imun, karena, dari sisi ikhtiar manusia, hanya daya imunlah yang dapat mengalahkan Covid-19.

***

Konstruksi pertanyaannya kira-kira begini : Bagaimana sebagai orang yang digaji dan diberi fasilitas oleh negara dapat secara optimal menjalankan kewajiban untuk melindungi publik, sebagaimana sumpah jabatan, khususnya terkait dengan Covid-19 yang menimpa penulis sekeluarga?

Dan konstruksi pertanyaan lanjutannya begini : Bagaimana daya imun itu, sebagai satu-satunya obat mujarab melawan Covid-19 yang ada saat ini, dapat ditingkatkan di tengah badai rentetan peristiwa tersebut, agar kami sekeluarga dapat berlabuh di pelabuhan kesembuhan?

Semoga, dengan ijin dan bimbingan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, penulis berbagi pengalaman tersebut kepada pembaca yang budiman dalam serial tulisan berikutnya, Allahumma aamiin

#BergandengTangan&TerbukaMenuju PelabuhanKesembuhanCovid-19.

Bersambung….. (***)

Penulis:
Oleh : Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler