Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Dua jalan membatalkan UU Cipnaker

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Rancangan Undang Undang (RUU) Cipnaker telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI dan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, selaku perwakilan pemerintahpun telah menyampaikan pandangan akhirnya (5/10/2020).

Maknanya adalah hanya masalah waktu saja RUU tersebut sah berlaku sebagai Undang Undang (UU) dan mengikat seluruh rakyat Indonesia karena dianggap telah tahu semanjak diundangkan, terlepas benar-benar tahu atau tidak tahu sama sekali.

Kapanpun Presiden menandatangani RUU tersebut maka saat itulah sah menjadi UU. Dan biasanya pada hari dan tanggal yang sama diundangkan oleh Menkumham, maka sah juga seluruh rakyat Indonesia dianggap telah mengetahui seluruh isi UU tersebut dan otomatis mengikat semua orang. Dan semua orang, mulai semenjak diundangkan tersebut, dapat dikenai sanksi perdata dan pidananya jika melanggar.

Kalaupun Presiden tidak menandatanganinya maka RUU tersebut sah menjadi UU 30 (tiga puluh) hari semenjak Paripurna DPR RI yang mengesahkannya. Dan Menkumham wajib mengundangkannya. Itu jatuh pada tanggal 4 November 2020.

Itulah jalan menuju sahnya RUU Cipnaker tersebut menjadi UU. Sekali lagi, hanya masalah waktu saja, paling lambat 30 (tiga puluh) hari semenjak 5 Oktober 2020 RUU tersebut sah menjadi UU dan seluruh rakyat Indonesia dianggap telah tahu seluruh isi UU tersebut dan terikat dengan seluruh isi serta implikasi hukumnya.

***

Banyak dinamika yang muncul di tengah masyarakat terkait disahkannya RUU tersebut, dan sebagian publik berpandangan yang pada pokoknya seluruh atau sebagian isi RUU tersebut harus dibatalkan.

Berdasarkan yurisprudensi (jika bisa disebut demikian) dan berdasarkan aturan dalam Konstitusi (UUD NRI 1945), menurut hemat penulis hanya ada dua jalan untuk itu, yaitu:

Jalan Pertama. Dorongan masa kepada Presiden.

Jalan ini merujuk yurisprudensi langkah yang pernah diambil Presiden Susilo Bambang Yudhiyono (SBY) saat mendapat dorongan massa luar biasa setelah paripurna DPR RI mengesahkan RUU Pilkada tidak langsung, dan Mendagri, Gamawan Fauzi, selaku wakil pemerintah juga telah menyampaikan pandangan akhir persetujuan pemerintah (25/9/2014).

RUU tersebut mengembalikan pemilihan Kepala Daerah dari sebelumnya dipilih secara langsung dikembalikan menjadi pemilihan oleh DPRD, dan membatalkan seluruh UU dan norma hukum yang mengatur Pilkada secara langsung.

Situasinya sama dengan setelah RUU Cipnaker disahkan, hanya masalah waktu saja RUU tersebut menjadi UU dan seluruh masyarakat Indonesia dianggap mengetahui isinya. Hanya menunggu tandatangan Presiden dan atau 30 (tiga puluh) hari pasca paripurna DPR RI, untuk selanjutnya diundangkan oleh Menkumham.

Namun saat itu terjadi dinamika luar biasa di tengah masyarakat. Ada dorongan luar biasa dari masyarakat kepada Presiden SBY untuk membatalkan seluruh ketentuan dalam RUU tersebut.

Dorongan massa luar biasa masif saat itu kepada Presiden. Media massa, aktifis demokrasi dan pemilu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, mahasiswa, termasuk politisi parlemen.

Akibat masifnya dorongan massa dan munculnya keyakinan pada diri Presiden tentang kebenaran sudut pandang publik tersebut maka akhirnya Presiden SBY memutuskan untuk membatalkan seluruh ketentuan yang mengatur pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dilakukan oleh DPRD dan mengembalikan Pilkada secara langsung.

Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Capres-Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla saat itu masuk dalam barisan yang tidak setuju pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD dan mendukung pembatalan RUU Pilkada tidak langsung tersebut.

Namun, seingat penulis, dorongan massa tersebut tidak dilakukan secara anarkis dan merusak fasilitas umum serta mengganggu ketertiban umum.

Presiden SBY terlebih dahulu menandatangani RUU pemilihan kepala daerah oleh DPRD sebagaimana telah disahkan paripurna DPR RI dan juga telah disepakati pemerintah melalui pandangan akhir pemerintah yang disampaikan Mendagri Gamawan Fauzi tersebut. Sehingga lahirlah UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243).

Tindakan ini sesuai dengan perintah UUD NRI 1945 bahwa seluruh RUU yang sudah disahkan Paripurna DPR RI dan telah disepakati pemerintah maka wajib hukumnya untuk sah menjadi UU dan diundangkan oleh pemerintah.

Selanjutnya Presiden SBY mengeluarkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu): Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 245) dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246).

Semenjak Presiden menandatangani kedua Perpu tersebut maka seluruh ketentuan yang mengatur Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD batal. UU yang mengaturnya hanya berumur beberapa jam untuk selanjutnya Pilkada tetap dilaksanakan secara langsung sesuai aspirasi publik.

Pertanyaan yang perlu dijawab di sini adalah apakah Presiden Jokowi bersedia mengeluarkan Perpu sehingga seluruh atau sehagian isi RUU Cipnaker yang sudah disahkan dalam Paripurna DPR RI dan disepakati pemerintah pada tanggal 5 Oktober 2020 dibatalkan sesuai aspirasi publik?

Jalan Kedua. Mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Semua UU Indonesia haruslah tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NRI 1945), baik sebagian apalagi keseluruhan.

Semua norma yang terdapat dalam sebuah UU haruslah dipandang bersesuaian dengan Konstitusi sampai dibuktikan tidak bersesuaian atau bertentangan dengan Konstitusi di depan persidangan Mahkamah Konstitusi dan diputus demikian oleh Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan oleh UUD NRI 1945 untuk menguji konstitusionalitas sebuah UU, baik konstitusionalitas sebagian norma UU maupun konstitusionalitas keseluruhan isi UU.

Pihak yang berpendapat sebagian norma atau keseluruhan norma dalam sebuah UU bertentangan dengan Konstitusi dan mengalami kerugian konstitusional atas berlakunya norma UU tersebut dapat mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.

Dan Pihak tersebut tentu haruslah dapat membuktikan dalilnya di depan persidangan Mahkamah Konstitusi disertai alat-alat bukti yang meyakinkan sehingga melahirkan keyakinan pada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi bahwa benarlah sebagian norma atau keseluruhan norma sebuah UU bertentangan dengan Konstitusi dan oleh karenanya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pihak-pihak yang berpendapat dan mendalilkan bahwa RUU Cipnaker yang telah disahkan Paripurna DPR RI, dan juga telah disepakati pemerintah tersebut, bertentangan dengan Konstitusi, baik sebagian norma maupun keseluruhan norma, dapat mengajukan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi agar Mahkamah Konstitusi menyatakan sebagian atau keseluruhan norma dalam RUU Cipnaker tersebut dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Namun jalan proses Judicial Review ini harus menunggu RUU tersebut menjadi UU terlebih dahulu. Berbeda dengan Perpu yang dapat dimintakan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi langsung. RUU walaupun sudah disahkan Paripurna DPR RI dan disepakati pemerintah tidak dapat diajukan langsung ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan Judicial Review.

Para pihak tinggal membuktikan dalil-dalilnya dihadapan persidangan Mahkamah Konstitusi disertai alat-alat bukti yang meyakinkan sehingga dapat melahirkan keyakinan pada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi bahwa benar sebagian atau keseluruhan norma dalam UU Cipnaker bertentangan dengan Konstitusi dan nyata berakibat atau berpotensi adanya kerugian konstitusional yang dialami pemohon sehingga dinyatakan inskonstitusional dan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

***

Silahkan, jalan mana yang akan ditempuh bagi pihak-pihak yang tidak sependapat dengan disahkannya RUU Cipnaker.

Namun perlu diingat, jalan manapun yang akan ditempuh sama sekali tidak dibenarkan dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum, apalagi sampai mengganggu dan merusak fasilitas umum dan anarkis.

Semoga bermanfaat, amiin. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PP KBPII / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2008 & 2008-2013

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler