Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Gibran, Bobby, Jokowi dan mengapa dinasti politik hal biasa di dunia demokrasi

Avatar

Published

on

Oleh: Denny JA

Jakarta, koin24.co.id – Setiap warga negara berhak berpolitik. Hak itu dijamin oleh konstitusi, prinsip hak asasi, dan prinsip demokrasi. Tak ada pula prinsip etika politik yang dilanggar oleh hak berpolitik setiap warga negara dewasa.

Hak berpolitik itu juga tidak gugur jika warga negara itu kebetulan anak dan menantu presiden yang sedang berkuasa.

Prinsip di atas yang segera berdering di kepala saya. Terutama setelah membaca ramainya kontroversi yang mempermasalahkan mengapa Jokowi membiarkan bahkan mendorong anak dan menantunya maju menjadi kepala daerah.

Diskusi menjadi lebih ramai ketika, sang Anak: Gibran Rakabuming Raka menang di Solo. Dan Bobby Nasution, sang menantu menang di Medan.

Baiklah. Kita mulai saja dengan contoh di dunia. Lalu masuk ke dalam perdebatan yang lebih konseptual.

-000-

Di Amerika Serikat, Dinasti Kennedy dalam politik kini sudah sampai pada generasi ketiga.

Politik Amerika Serikat sejak tahun 1961 mulai diwarnai oleh Dinasti Kennedy. Itu ketika John F Kennedy (JFK) terpilih sebagai presiden. Muda. Cerdas. Tampan. Provokatif. Berprestasi.

Wafatnya JFK karena ditembak di tahun 1963, dan kharisma JFK ketika menjadi presiden, segera membuat nama “Kennedy” melambung. Nama itu menjadi mantera. Ia getaran politik dalam memori kolektif populasi di Amerika Serikat.

Lebih kuat lagi getaran Kennedy itu ketika adik kandung John F Kennedy juga maju sebagai Capres USA di tahun 1968, lima tahun kemudian. Robert memiliki kharisma yang sama. Ia pun diprediksi akan terpilih sebagai presiden.

Tapi sebelum terpilih, Robert Kennedy tertembak mati. Hanya dalam rentang 5 tahun, dua politisi paling populer saat itu tewas tertembak. Terbunuh. Dua duanya menyandang nama Kennedy.

Kennedy Clan diperkuat lagi dengan tampilnya Ted Kennedy, adik bungsu John F Kennedy.

Ted (Edward) Kennedy menjadi senator dari Massachuset selama 50 tahun sejak tahun 1962. Ia tepilih kembali sebagai senator sebanyak 7 kali.

Ia terkenal sebagai senator yang sangat berpengaruh. Sebanyak 300 bills (undang undang) yang ditulis oleh Ted Kennedy. Ia menggolkan kebijakan isu besar mulai dari AIDS, Immigrant hingga Health Care.

Termasuk sentuhan politiknya yang mutakhir sebelum wafat, Ia berkampanye intensif untuk Obama. Ujar Ted, baik untuk tradisi politik Amerika Serikat jika kita pernah memiliki presiden berkulit hitam.

Kini keluarga Kennedy dalam politik Amerika Serikat sudah sampai pada generasi ketiga.

Josep P Kennedy III adalah cucu Robert Kennedy. Ia tengah mempersiapkan diri maju menjadi senator. Ia sudah menjadi anggota Konggres sejak tahun 2013. (1)

Christ Kennedy adalah putra Robert Kennedy. Ia juga berpolitik maju sebagai gubernur Ilinois, AS.

Ted Kennedy Jr adalah putra Ted Kennedy. Ia sudah menjadi senator kedua kalinya di wilayah Connecticut.

Tapi tak ada yang lebih bangga soal politik dibanding Barbara Bush. Suaminya George H.W Bush adalah presiden Amerika Serikat.

Putranya George W Bush juga presiden Amerika Serikat. Putranya yang lain: Jeb Bush pernah menjadi Gubernur Florida. Barbara adalah istri dan ibu dari dua presiden Amerika Serikat.

Tradisi dinasti politik juga menjadi praktek biasa di negara demokrasi lain.

Nestor Kirchner Presiden Argentina di tahun 2003-2007. Ketika selesai jabatannya, istrinya Kristina Fernandes de Kirchner terpilih mengganti sang suami (2007-2010).

Negara demokrasi Jepang juga diwarnai banyak dinasti politik. Satu yang menonjol adalah The Fukuda Family. Takeo Fukuda menjadi Perdana Menteri Jepang di tahun 1976-1978. Anaknya Yoseu Fukuda juga menjadi Perdana Menteri Jepang, di tahun 2007-2008.

Juga demokrasi di Eropa. Giscard D’esteing Presiden Perancis di tahun 1974-81. Pamannya dan kakeknya juga politisi ternama di Perancis (Jacques Bardoux, Agennor Bardoux).

Mengapa dinasti politik menjadi praktek politik yang biasa saja tak hanya di Amerika Serikat, tapi juga di benua Eropa, Asia dan Amerika Latin?

-000-

Negara modern dibangun berdasarkan prinsip konstitusi, hak asasi manusia, demokrasi dan juga etika politik.

Setiap warga negara tak bisa dikurangi haknya berpolitik semata karena ia keluarga dari penguasa. Ini prinsip hak asasi manusia. Ia berlaku universal.

Setiap warga negara juga harus diberi kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Ini prinsip demokrasi. Ia juga berlaku universal.

Hak warga negara itu tak bisa dihapus semata karena ia anak atau menantu atau istri atau keluarga besar dari presiden yang berkuasa. Atau dari kepala daerah yang berkuasa.

Bahkan dalam konstitusi Indonesia, tertulis dengan jelas dalam konstitusi pasal 28 D ayat 3: “Setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”

Tak ada satu pasal pun dalam konstitusi, atau dalam undang undang yang lebih rendah menyatakan perkecualian. Tak ada bunyi: anak dan menantu presiden dilarang maju menjadi presiden, gubernur, bupati, wali kota anggota DPR, DPRD, dan sebagainya.

Toh, di ujung pemilihan, adalah rakyat banyak penentu kemenangan. Apakah mereka memilih keluarga pejabat, itu sudah sepenuhnya hak rakyat. Itu sudah sepenuhnya pertarungan kampanye.

Dalam pilkada 2020, anak dan menantu Jokowi menang. Di tahun yang sama, anak Wapres Ma’ruf Amin kalah di Tangsel.

Jangankan keluarga presiden atau Wapres. Bahkan presiden yang sedang berkuasa pun belum tentu menang jika maju. Megawati misalnya, presiden yang sedang berkuasa, kalah di tahun 2004.

Tak ada yang salah dengan anak dan menantu Jokowi berpolitik. Bahkan keluarga presiden Indonesia sebelumnya juga memiliki tradisi politik pemilihan.

Soekarno diteruskan oleh Megawati (Presiden) dan Puan Maharani (Ketua DPR). SBY diteruskan oleh Ibas (Edhie Baskoro) sebagai anggota DPR. Juga dilanjutkan oleh Agus Harimurti yang kini Ketum Demokrat, dan pernah maju sebagai Kandidat Gubernur DKI Jakarta.

Juga Suharto dilanjutkan oleh Tommy Suharto dengan mendirikan Partai Berkarya yang juga bertarung dalam Pemilu.

-000-

Bagaimana dengan etika politik? Adakah ketentuan dalam etika politik atau etika pada umumnya yang melarang keluarga pejabat berpolitik? (2)

Tak ada kode etik tertulis, baik di Indonesia atau pun di negara demokrasi lainnya, di negara maju, yang mereduksi hak berpolitik keluarga pejabat.

Mustahil pula ada kode etik tertulis di negara demokrasi yang bertentangan dengan aturan tertinggi konstitusi, prinsip hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.

Bagaimana dengan prinsip etika yang tak tertulis? Adakah prinsip etika yang melarang keluarga pejabat berpolitik?

Segala hal yang tak tertulis, yang tak ada dalam hukum positif, yang tak ada dalam kode etik tertulis, itu lapangan terbuka.

Itu, jika pun ada, hanyalah pilihan dan selera para pemikir atau aktivis. Prinsip baik dan buruk, benar dan salah dalam moral itu sama banyaknya dengan jumlah para pemikir itu sendiri.

Selera etika itu sepenuhnya sah saja. Ia bisa dipeluk oleh siapa saja. Tapi ia tak bisa dihujatkan untuk mematahkan hak konstitusional, dan legal.

Selera etika tak tertulis itu tak pula bisa dilawankan dengan hak asasi dan demokrasi: semua warga berhak berpolitik. Termasuk keluarga pejabat.

Tapi apa itu sebenarnya etika politik? Atau apa itu etika yang lebih umum? Etika adalah panduan moral yang memberi arah, kisi- kisi, rambu, apa yang benar dan salah, patut dan tak patut.

Namun bukankah benar dan salah itu tergantung perspektif. Dan perspektif di era post-modern, di era revolusi industri keempat ini bukan main beragamnya.

Etika sendiri bersandar pada meta etika. Apa yang sebenarnya menjadi sandaran, basis dari salah dan benar?

Bahkan untuk tingkat meta etika, ada tiga aliran yang sudah berbeda. Yaitu pendekatan Normatif, Konsekuensialis dan Kontraktual (legal, written down).

Sesuatu itu menjadi etis, menjadi benar dan salah, boleh atau tidak, baik atau buruk, tergantung dari norma tertinggi. Jika ia menentang norma tertinggi, ia salah. Jika ia sesuai dengan norma tertinggi, ia benar.

Persoalannya: mana norma tertinggi itu? Tak ada jawaban tunggal. Apa itu norma tertinggi, setiap filsuf bisa memberi pandangan berbeda- beda pula.

Oh tidak! Ini ujar kaum konsekuensialis. Sesuatu itu menjadi baik atau buruk, etis atau tidak, itu tak tergantung pada norma. Tapi itu tergantung dari konsekwensi sebuah tindakan.

Jika konsekwensinya bagus, walau ia melanggar norma, ia menjadi bagus. Seseorang yang berbohong (melanggar norma kejujuran), justru bisa menjadi baik, boleh, bermoral, jika kebohongannya menyelamatkan nyawa manusia yang tak berdosa.

Tapi apa itu yang dimaksud dengan konsekwensi baik dan buruk? Seperti biasa, setiap pemikir bisa mengembangkan seleranya masing masing.

Oh tidak! Ini ujar aliran ketiga. Baik dan buruk tidak tergantung dari norma. Ia juga tidak tergantung dari konsekwensi sebuah tindakan.

Sumber baik dan buruk harus digantungkan semata kepada kesepakatan sebuah komunitas. Ia tergantung dari kontrak tertulis para warga.

Karena itu baik dan buruk jangan dibiarkan mengawang-ngawang multi tafsir. Ia harus dimono- tafsirkan dalam hukum positif. Ia bisa pula dimono-tafsikan dalam kode etik yang tertulis.

Yang legal adalah yang etikal ! Jika tak dilarang oleh hukum positif. Jika tak dilarang oleh kode etik yang disepakati. Itu boleh belaka. Sah. Baik. Bermoral.

Begitu banyak aliran etika.

Tak bisa aliran etika tak tertulis itu digunakan untuk menghujat Gibran atau Bobby, atau siapa saja keluarga pejabat, yang hak berpolitiknya dijamin konstitusi, hak asasi, prinsip demokrasi, teori dan praktek.

-000-

Bagaimana jika penguasa menyalah gunakan kekuasaan untuk memenangkan anak dan menantu? Itu topik yang sudah berbeda.

Tapi penyalah gunaan kekuasaan itu salah untuk semua kasus. Tak ada keistimewaan untuk keluarga presiden.

Kembali ke laptop. Itu sebabnya mengapa dinasti politik adalah bunga yang bisa saja tumbuh di taman demokrasi. Anak gaul bilang, itu B. Biasa.

Menggunakan satu aliran etika tak tertulis untuk menghujat hak berpolitik warga (termasuk keluarga pejabat), yang dijamin konstitusi, hak asasi, prinsip demokrasi, itu sama dengan menggunakan obeng manual untuk merobohkan gunung yang tinggi. (***)

Des 2020

CATATAN
1. Dinasti politik keluarga Kennedy di Amerika Serikat sudah sampai pada generasi yang ketiga
https://www.townandcountrymag.com/society/politics/a10022669/next-kennedy-generation-running-for-public-office/
2. Yang berminat mendalami etika politik dapat membaca dua buku ini yang baku: etika proses politik dan etika kebijakan publik
Hampshire, Stuart (ed.). Public and Private Morality (Cambridge University Press, 1978). ISBN 9780521293525; and Thompson, Dennis F. Political Ethics and Public Office (Harvard University Press, 1987). ISBN 9780674686069
Gutmann, Amy, and Dennis Thompson. Ethics and Politics: Cases and Comments, 4th edition (Nelson-Hall, 2006). ISBN 978-0534626457; Bluhm, William T., and Robert A. Heineman. Ethics and Public Policy: Method and Cases (Prentice Hall, 2007). ISBN 978-0131893436; and Wolff, Jonathan. Ethics and Public Policy: A Philosophical Inquiry (Routledge, 2011). ISBN 978-0-415-66853-8
Sumber tulisan: Facebook DennyJA_World https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3489107617852029/?d=n

Penulis:
Denny JA
Konsultan Politik, Penulis, Pengusaha, Penggiat Media Sosial

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler