Connect with us

Opini Redaksi Tamu

In memoriam Haji Harun, wartawan dan kolektor benda budaya

Avatar

Published

on

Alm. H. Harun Keuchik Leumiek. (istimewa)

Oleh: Adnan NS

Aceh, koin24.co.id – Siang itu Rabu 16 September 2020, di pusat Pasar Atjeh, Banda Aceh suasananya masih dipadati para pengunjung. Sepertinya kota ini bukan sedang dilanda Covid-19.

Ruas Jalan Tgk Chik Pante Kulu di jantung kota ini masih hingar bingar. Sebagian jemaah susulan baru saja keluar dari Masjid Baiturrahman yang megah itu.

Deretan toko Emas Keuchik Leumiek di bilangan kota ini terlihat tertutup. Ini merupakan tradisi turun temurun. Setiap pukul.12.00 menjelang azan zuhur berkumandang, toko mas yang satu ini dipastikan tutup hingga pukul 14.00 WIB.

Tiba-tiba seseorang menyampaikan kabar duka. “Haji Harun sudah tiada,” tuturnya singkat sambil melihat layar Hpnya. Bagaikan menggelegar seluruh toko emas dan souvenir tutup. Kebanyakan mereka satu sama lainnya memiliki tali persaudaraan. Kecuali pedang emas turunan China yang tetap buka.

Dalam sekejap berita tersiar dari Banda Aceh hingga Medan, Jakarta dan Kampung Yan, Kedah, Pulau Penang, Malaysia. Harun Keuchik Leumiek adalah salah satu tokoh  Pers Indonesia telah tiada. Ia juga tokoh budayawan. Dia juga seorang wartawan. Dia seorang Hartawan. Dia tergolong sosok dermawan yang tidak pilih kasih dan pandang bulu.

Tak kalah penting dia masuk dalam kategori salah seorang kolektor ternama di Asia Tenggara. Nama Harun juga sangat terkenal di Perkampungan Aceh di Yan, Keudah, Pulau Penang, Malaysia. Betapa tidak, di sana Harun  ikut menyumbang sebuah bangunan permanen untuk para pelancong. Kini Bangunan ini menjadi kenangan berharga bagi warga di sana.

Di museumnya, terdapat ratusan koleksi aneka benda budaya dan perhiasan tembaga, suasa, perak dan emas. Hiasan dan benda kuno berusia ratusan tahun itu memiliki nilai miliaran rupiah.

Dalam dunia jurnalistik, Harun sering mem-publish karya foto eksklusif hasil jepretannya sendiri. Performancenya selalu necis dan bersahaja serta dekat dengan siapa saja. Pemilik mobil ber plat khusus BL 7 KL dan BL 77 KL serta  BL 7 A ini sangat mahir dalam dunia perkodakan (photografer) sejak 1960-an. Photografer piawai ini  mengoleksi ratusan foto jaman old hingga foto jaman now. Foto koleksi jaman old itu ikut menghiasi  halaman salah satu bukunya yang sangat menarik.

“KL” itu singkatan nama orang tuannya bernama Keuchik Leumiek. Keuchik (Bahasa Aceh, Red) artinya Kepala Desa (Kades). Leumiek itu sendiri memiliki arti lemah lembut. Kebetulan masa kecil  KL ini lahir dalam masa kancah perang sengit  kolonial Belanda vs Kaum Mujahidin Aceh. Pertumbuhannya agak sedikit lamban dan kurang lincah dibandingkan teman seusianya. Bahasa Aceh disebut leumiek-leubon tapi profilenya sangat santun.

Pria KL kecil berpostur pendek kecil,  berkulit putih ternyata sangat bijak dan tegas dalam memimpin. Orang tuanya itu memang pernah menjabat Kades di awal kemerdekaan. Nama asli Keuchik Leumiek itu sendiri sesungguhnya Zakaria. Panggilan Leumiek lebih populer sejak usia dini. Pria taat  ini sangat anti Belanda. Berbagai cara dilakukan dalam usaha pengumpulan dana untuk membantu para pejuang yang sedang mengusir Belanda. Kaphee Belanda dianggap telah mengotori tanah leluhur kesultanan Aceh ketika itu.

KL kecil ini terkenal jago main bola kaki dan pintar berniaga hingga sampai ke Trumon, Aceh Selatan dengan sepeda ontel merek gazelle. Ketika  acara berdoa dan takziah di kediamannya banyak pengunjung terperangah? Ternyata KL itu memiliki nama asli Zakaria. Bukan Keuchik Leumiek, sebagaimana predikat populer selama ini. Jadi malam itu secara agamais doa dipanjatkan untuk Harun bin Zakaria.

Warga Banda Aceh kini menambah sebutan beraksara “KL” untuk masjid unik, indah dan cantik di bilangan Gampong Lamseupeueng, Banda Aceh. Padahal plank namanya jelas tertulis, Masjid H. Keuchik Leumiek. Style masjid di atas tanah 3.500 meter dipadu empat menara yang mengelilingi kubah besar tunggal, menyerupai Masjid Nabawi, di Madinah.

Selain sebutan populer Masjid KL, para pengunjung kadang memberi gelar sebagai Masjid Emas. Mungkin warga tahu masjid ini dibangun oleh Harun hasil niaga semata. Wajar. Andai orang melintas pada malam hari terlihat di atas kubah dan empat menara menjulang tinggi pengapitnya,  seakan terpencar gemerlapan cahaya warna keemasan. Terlebih kilauan warna itu menghujam ke dasar sungai/Krueng Aceh yang indah. Kebetulan letaknya bersisian dengan masjid ini.

Meskipun masjid ini telah menjadi salah satu ikon baru, H. Harun Keuchik Leumiek tetap merahasiakan nilai investasi akhirati dari monumen spiritual yang dibangun ini. “Andai saya menyebutkan nilai bangunan ini, bisa menimbulkan sifat keriaan. Allah SWT sangat membenci orang yang bersikap ria dalam beribadah,” tuturmya. Argumentasi ini disampaikan ketika berbincang-bincang dengan saya di masjid ini Kamis 20 Agustus 2020.

Di Kampung ini sesepuh Pers Aceh dilahirkan dan di kampung ini pula seorang Harun kembali menghadap sang khaliq. Harun dimakamkan di bohom (makam) keluarga. Pada makam itu sudah duluan  ada makam kakak kandung, ayahnya dan ibunya. Posisinya berdekatan dengan kedua Ortunya dan keluarga lainnya.

“Alhamdulillah kepergian bapak ketika masjid idamannya sudah selesai 100 persen,” ujar putra tunggalnya M. Kamaruzzaman alias Memet. Bentang luas masjid didominasi warna kuning keemasan dan hijau ini berukuran 34 x 22 meter. Kini masjid KL atas biaya Harun sendiri menjadi salah satu destinasi wisata religi baru di kota ini.

Menjelang kepergian untuk selamanya ini, Harun didampingi tiga putri dan istri tercintanya Hajah Salbiah (Penasehat IKWI Aceh) dan keluarga dekat lainnya. Putranya Memet sedang di Pasar Atjeh hendak membuka kedainya dan Beth, adiknya sedang kurang sehat di rumahnya. “Harun hanya mengalami sakit lemas biasa saja selama lima hari dan kurang selera makan. Tidak ada tanda-tanda akan pergi selama-lamanya,” ungkap Beth panggilan akrabnya.

Selama sakit tidak ada petuah atau pesan khusus kepada satu putra dan empat putri itu. Dalam keluarga H. Keuchik Leumiek- Hj. Safiah hanya lahir seorang putra sebagai anak kedua. Itulah dia adalah Harun, dari enam bersaudara. Begitu juga halnya dalam keluarga H. Harun – Hj.Sabiah sebagai anak kedua lahir seorang putra dari lima bersaudara, M. Kamaruzzanan, S E.

Keseharian hidup Harun selalu mengutamakan ibadah, sebelum menggeluti bisnisnya. Soal petuah bukanlah hal khusus bagi anaknya. Hari-hari juga Harun selalu memberi petuah kepada anak, sanak keluarga dan handai taulan. Kepada putra putrinya selalu diingatkan tentang ketakwaan, menghormati satu sama lainnya. Dalam kehidupan sosial masyarakat dilarang membentuk klaster, selalu mengedepankan sikap sopan dan santu sesama umat dan saling bantu membantu.

HKL
                  
Bagi kalangan pers sendiri panggil akrab untuk pemilik nama Harun Keuchik Leumiek ini disingkat dengan “HKL”. Dalam foto teks dan kode beritanya di surat kabar juga disingkat dengan HKL. Ada juga yang menulis dengan HAKAEL. Bagi HKL ini angka 7 sebagai angka “keramat” atau angka lucky. Saya tak sempat bertanya pada mendiang kenapa setiap mobilnya menggunakan angka 7. Atau angka 77 sebagaimana ujung nomor kartu halo hand phonenya berangka 77.

Sebaliknya jika jika ditilik dari perjalanan hidup (lahir) dan meninggalnynya, justru angka luckynya jatuh pada bulan September. Bukan 7. (19 September 1942-16 September 2020). Bakat niaga logam mulia ini diturunkan dari ayah KL. Ayahnya KL, seperti sengaja mengarahkan Harun kecil pada sekolah kejuruan SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Negeri Jalan Jakarta, Peunayong, Banda Aceh. Kini jalan itu telah berganti nama menjadi Jalan Maimun Saleh (Pilot pertama asal Aceh Besar).

Setamat di situ, Harun remaja melanjutkan ke jenjang SMK, Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Darussalam, Banda Aceh. Masih searah  dengan kedisiplinan ilmunya, Harun meneruskan ke jenjang perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, di Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam. Di sini Harun hanya mampu bertahan pada tingkat persiapan (tahun pertama saja). Ketika itu belum mengenal Sistem Kredit Semester (SKS). Walau terbilang jauh berbeda umur Harun dan saya sama alumni jenjang  sekolah menengah hingga tingkat fakultas yang sama. Bedanya, saya bisa menggapai tingkat sarjana muda di jaman perpoloncoan itu.

Sebagaimana sikap orangtuanya, Harun juga mengarahkan putra tunggalnya M. Kamaruzzaman untuk melanjutkan kuliah pada fakultas yang sama hingga berhasil meraih gelar SE (Sarjana Ekonomi).

Harun dalam meniti karir jurnalistiknya berawal pada hasil karya fotonya saja. Karyanya selalu dimuat pada koran Mimbar Swadaya milik  Noerchalidyn, pemilik Sabana Press. Tahun 1970-an HKL bergabung dengan Noechalidyn teman seangkatannya. Mimbar Swadaya inilah cikal bakal SIUPP lahirnya Serambi Indonesia. Media ini ketika dicetak pada Percetakan Negara Banda Aceh. HKL satu-satunya wartawan ketika itu jika  meliput atau menghadiri undangan menggunakan mobil sedan Holden warna abu-abu.

Harun adalah anak kedua dari enam bersaudara sekaligus  putra tunggal pasangan H. Keuchik Leumiek- Hajjah Safiah. Ayahnya seorang utoh (pandai emas) merangkap saudagar emas terkemuka di Kutaraja (sekarang Banda Aceh Red). Masa remajanya di awal 1960-an Harun sudah memiliki hobby berkodak.

Dengan scooter piagio made in Italy, Harun muda ketika sering berkeliling kota bekas kerajaan ini sambil menyandang tustel merk seagull. Moncong kodaknya bisa ditarik menonjol ke luar. Masa itu tustel atau kodak  tergolong barang langka dan mewah bagi warga setempat. Bagi wartawan usang atau wartawan veteran sangat paham akan bentuk camera manual jenis SLR ini.

Dalam karir perdana sangat menonjol dalam tampilan buah karya berupa: Foto teks/Harun Keuchik Leumiek. Era berikutnya Dia pun mulai gemar menulis. Dari Surat kabar Mimbar Swadaya Banda Aceh dengan sistim letter press, Harun hijrah menjadi wartawan Mimbar Umum terbitan PT Madju Medan. Ketika itu Mimbar Umum sudah mulai terbit dengan sistem offset (plat cetak).

Masih di bawah binaan ayahnya, bisnis emas kian berkembang pesat. Orang tuanya tiba-tiba jatuh sakit dan menghadap sang khalik akhir 1981. Dia terpaksa menyetir sendiri bisnis ini. Kamaruzzaman satu-satunya putra mahkotanya dari lima bersaudara pasangan H. Harun- Hj. Salbiah bin Husen, belum bisa membantunya. Memet ketika itu masih duduk di penghujung bangku sekolah dasar.

Bagi Harun, dunia kewartawanan tetap tak bisa lekang dari dirinya. Beberapa tahun berselang, Harun pindah ke Harian Analisa Medan sampai meninggal setelah zuhur 16 September 2020. Jabatan terakhirnya sebagai Kepala Perwakilan Analisa Aceh.

Harun sendiri lahir pada 19 September 1942. Rencananya pada Happy Birth Day (HDB) ke 78 ini akan diluncurkan buku Harun Keuchik Leumiek Sang Penyelamat Benda Budaya. Bersamaan ini rencananya  juga dilakukan peresmian taman Masjid H. Keuchik Leumiek yang megah itu. “Droe hadir eunteuk beuh” (saya diminta hadir) pada rencana acara  ceremony itu. Apa hendak dikata? Ternyata Allah menentukan lain. “Innalillahi wainnailaihi rajiun. Selamat jalan abang, jasamu tetap dikenang orang,” bisik hatiku”. Allah lebih dulu memanggilnya tiga hari menjelang ulang tahunnya ke-78.

Berkat sederetan buku karya tulis ini, telah mengantarkan HKL sebagai penyandang Press Card Number One (PCNO). PCNO adalah predikat karir tertinggi di Indonesia. Sekitar 18 tahun silam di masa saya memimpin PWI Aceh,  HKL pernah juga menerima Kartu PWI seumur hidup.

Sejak awal karirnya di dunia kewartawanan, HKL sudah mulai aktif dalam kepengurusan PWI Aceh awal 1980-an  mulai level paling bawah. Jobnya naik menjadi Wakil Bendahara, Bendahara, Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan, Ketua DKD PWI Aceh  hingga akhir hayatnya masih berstatus sebagai penasehat PWI Aceh. (***)

Penulis:
Adnan NS
Wartawan Senior/Mantan Ketua PWI Provinsi Aceh

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler