Connect with us

Opini Redaksi Tamu

#JeKedePerspective; Legal standing wartawan dan advokat sebagai pemohon informasi publik

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Tim Perumus Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Infornasi Publik (Perki SLIP) telah menyelesaikan tugasnya dan telah menyerahkan hasil perumusan untuk selanjutnya masuk tahapan politik hukum untuk diambil keputusan di dalam pleno Komisi Informasi Pusat (KI Pusat).

Sebagaimana pembaca budiman sekalian pahami, salah satu produk reformasi adalah Amandemen II Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (UUD NRI) 1945 yang salah satunya melahirkan Pasal 28F yang berada dalam Bab Hak Azazi Manusia.

Pasal tersebut di samping mengubah rezim pengelolaan informasi publik di Indonesia sekaligus mengakui hak atas informasi sebagai Hak Azazi Manusia (HAM) dan memberikan hak atas informasi sebagai Hak Konstitusional seluruh Warga Negara Indonesia (WNI).

Pengakuan dan pemberian kedua hak ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengembangkan diri dan lingkungannya secara optimal untuk mewujudkan kesejahteran lahir dan batin, termasuk juga dalam melindungi diri dan keluarga serta harta bendanya.

Sehingga agar hal tersebut dapat diwujudkan maka segala saluran yang akan membantu optimalisasi pemenuhan Hak Azazi dan Hak Konstitusional WNI tersebut sudah selayaknya dioptimalkan, termasuk dan tidak tidak terbatas pada pemberian Legal Standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat.

Pers merupakan pilar keempat demokrasi yang menurut Pasal 6 huruf a Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

Sementara di sisi lain Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak warga negara Indonesia atas informasi, dimaksudkan untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu.

Sementara advokat menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang no. 18 tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Maka dengan demikian kedudukan advokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim) dalam hal ini melaksanakan tugas untuk memperjuangkan hak hukum WNI yang sedang menghadapi masalah hukum.

Namun terdapat perbedaan antara penegak hukum selain advokat dengan penegak hukum advokat terkait akses pada sumber-sumber informasi dalam rangka penegakam hukum dan pemenuhan hak hukum warga negara.

Penegak hukum selain advokat relatif memiliki akses tidak terbatas pada sumber-sumber informasi yang diperlukan dalam kegiatan penegakan hukum, bahkan dapat melakukan penyitaan sekalipun.

Sementara penegak hukum advokat relatif tidak memiliki akses seluas penegak hukum lain terhadap sumber-sumber informasi dalam kegiatan penegakan hukum untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang tersandung masalah hukum.

Beranjak dari realitas di atas maka penulis berpendapat perlu dipertimbangkan untuk memberikan legal standing kepada wartawan yang sedang bekerja untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi sebagaimana dimaksud UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai hak tambahan di samping segala hak yang sudah diberikan dan dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Penulis juga berpendapat bahwa seorang advokat yang merupakan sebagai penegak hukum perlu dipertimbangkan diberi legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi sebagaimana dimaksud UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sepanjang advokat tersebut sedang melakukan tugas untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang terjerat kasus hukum kongkrit dan terbatas pada informasi terkait tugasnya tersebut pada kasus kongkrit itu untuk memperjuangkan hak hukum kliennya.

Sehingga dengan demikian ada kesetaraan akses informasi antara penegak hukum advokat dan penegak hukum lain dalam penegakan hukum dalam kasus kongkrit. Dan sekaligus ada peluang warga negara yang sedang menghadapi masalah hukum untuk dapat memperjuangkan hak hukumnya melalui ketersediaan informasi yang dibutuhkan yang boleh jadi informasi itu dalam penguasaan Badan Publik.

Rezim pengelolaan informasi publik

Sebelum Pasal 28F UUD NRI 1945 lahir berlaku rezim pengelolaan informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen Badan Publik Negara bahwa seluruh informasi tersebut memiliki status hukum dasar sebagai informasi yang rahasia, informasi yang tertutup, kecuali dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan dari informasi tertutup setelah menjalani serangkaian proses dan diakhiri dengan penetapan sebagai informasi yang terbuka.

Amandeman II UUD NRI 1945 mengubah rezim pengelolaan informasi tersebut menjadi segala informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen Badan Publik Negara memiliki status hukum dasar sebagai informasi yang terbuka sehingga dan oleh karenanya dapat diakses, diminta, disimpan, diolah, digunakan, dan disebarluaskan oleh seluruh warga negara kecuali dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan dari informasi terbuka setelah menjalani serangkaian proses (uji konsekuensi) dan diakhiri dengan penetapan sebagai informasi yang dikecualikan (tertutup).

Pengaturan dalam Raperki SLIP

Pertanyaannya adalah di mana pengaturan pemberian legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat itu akan diatur?

Penulis dalam kapasitas sebagai Koordinator Perubahan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP), yang akhirnya disepakati sebaiknya melahirkan Perki baru dan membatalkan Perki Nomor 1 Tahun 2010, mengusulkan agar pemberian legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi pada wartawan dan advokat termasuk bagian yang diatur dalam Rancangan Perki SLIP tersebut.

Penempatan dalam Perki tentang SLIP itu dengan pertimbangan bahwa setelah Pasal 28F UUD NRI, UU 14 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 keduanya tentang Keterbukaan Informasi Publik maka pengaturan dalam hirarki selanjutnya ada dalam Perki tentang SLIP. Perki-Perki yang lain merujuk pada Perki SLIP nantinya (semisal Perki Penyelesaian Sengketa Informasi dan lain sebagainya).

Setelah melalui tahapan perumusan Daftar Inventaris Masalah (DIM), perumusan Naskah Akademis, perumusan norma-norma Raperki SLIP dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait dan melakukan uji publik, pada akhir Desember 2020 Tim Perumus Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) telah menyelesaikan tugas menyusun Raperki SLIP dimaksud dan telah menyerahkan hasil perumusan Raperki SLIP tersebut kepada Ketua Komisi Informasi Pusat (KI Pusat).

Selanjutnya masuk tahapan proses politik hukumnya berupa pengambilan keputusan dalam pleno KI Pusat yang direncanakan, Kamis, 14 Januari 2021, di kantor KI Pusat, Wisma BSG lantai 9, Jln. Abdul Muis no 40 Jakarta Pusat. Setelah itu proses pengundangan ke Kemenkumham.

Salah satu materi yang akan diputuskan dalam pleno KI Pusat tersebut adalah apakah wartawan dan advokat disetujui atau tidak disetujui diberikan legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi. Bisa aklamasi disetujui namun nampaknya hampir tidak mungkin aklamasi untuk tidak disetujui karena penulis insya Allah tidak akan mengubah pandangan.

Keputusan memang harus dibuat dan tidak bisa diabaikan atau dikesampingkan, baik aklamasi maupun voting, karena materi tersebut sudah disepakati dimasukan dalam naskah asli Raperki SLIP yang dihasilkan Tim Perumus dan telah diserahkan kepada Ketua KI Pusat melalui Nota Dinas resmi Wakil Ketua KI Pusat selaku Koordinator Tim Perumus Raperki SLIP untuk diambil keputusan di pleno KI Pusat.

Penulis tetap dalam pandangan bahwa wartawan perlu diberikan legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi sebagai bagian dari usaha optimalisasi terlayaninya Hak Azazi dan Hak Konstitusional masyarakat untuk mendapatkan informasi guna mengembangkan diri dan lingkungannya.

Bukankah wartawan memang bekerja untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui sesuai UU Pers? Bukankah tidak semua masyarakat dapat memperjuangkan secara sendiri dan mandiri hak atas suatu informasi sesuai mekanisme hukum acara memperoleh informasi?

Penulis juga akan tetap berpendapat bahwa advokat perlu diberikan legal standing yang sama. Ini semata agar masyarakat yang sedang diperjuangkan hak hukumnya oleh advokat dapat secara maksimal mengakses informasi yang diperlukannya guna memperjuangkan hak hukum warga negara tersebut yang sedang diperjuangkan oleh advokat yang diberi kuasa untuk itu.

Advokat hanya memiliki legal standing ini sepanjang sedang dan untuk memperjuangkan hak hukum atas kasus kongkrit yang dihadapi warga negara yang advokat tersebut mendapat kuasa untuk itu. Advokat yang tidak sedang menangani kasus kongkrit tidak memiliki legal standing dimaksud.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bukan profesi wartawan dan profesi advokat yang menjadi basis argumentasi pemberian legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat. Kepentingan warga negaralah yang menjadi ruh dan basis utamanya, yaitu kepentingan warga negara untuk dapat secara optimal mengakses dan mendapatkan informasi, serta kepentingan warga negara yang sedang menghadapi kasus hukum kongkrit untuk dapat secara maksimal memperjuangkan hak hukumnya.

Rancangan pengaturan norma

Berikut bunyi rancangan norma yang mengatur legal standing wartawan dan advokat tersebut sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi dalam Raperki SLIP yang masuk dalam Bab V yang mengatur mengenai Standar Layanan.

Pasal 31

(1) Setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

(2) Wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya untuk melakukan kegiatan jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang pers berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

(3) Advokat dalam melaksanakan tugas profesinya untuk memberikan jasa hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Advokat berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

(4) Wartawan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. bekerja pada perusahaan pers yang telah memenuhi kualifikasi dan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang pers;

b. terdaftar sebagai anggota Organisasi Pers sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang pers;

c. memiliki sertfikat kompetensi wartawan yang diterbitkan oleh Dewan Pers; dan

d. sedang melaksanakan tugas profesi melakukan kegiatan jurnalistik.

(5) Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah diambil sumpah sebagai Advokat oleh Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya pada sidang terbuka sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang Advokat;

b. terdaftar sebagai anggota Organisasi Advokat sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang Advokat;

c. memiliki Kartu Tanda Pengenal Advokat yang diterbitkan oleh Organisasi Advokat; dan

d. sedang melaksanakan tugas profesi mendampingi dan/atau mewakili Klien baik di dalam maupun di luar pengadilan.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara Permintaan Informasi Publik yang berasal dari Wartawan dan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur dengan Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat

Penutup

Berbeda dengan UU Pers, pemberian legal standing kepada wartawan di bawah payung UU Keterbukaan Informasi Publik ini, mengharuskan Badan Publik untuk menjawab pertanyaan wartawan, tidak boleh dijawab no comment. Dan wartawan dapat mengajukan keberatan bahkan sampai mengajukan sengketa atas tidak diberikannya sebuah informasi. Baik sengketa itu ajukan Komisi Informasi di semua tingkatan (Mediasi dan atau Ajudikasi Non Litigasi) maupun kepada Pengadilan sampai Kasasi ke Mahkamah Agung (Ajudikasi Litigasi).

Begitu juga dengan advokat, dengan legal standing ini seorang advokat dapat mengakses informasi yang dikuasai Badan Publik untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang diperjuangkannya, akses yang setara dengan penegak hukum lainya.

Kalaupun pleno KI Pusat tidak menyetujui pemberian legal standing kepada wartawan dan advokat ini, setidaknya jejak awal perjalanan ini sudah ada. Ada di DIM, ada di Naskah Akademis, ada di Rancangan Perki, dan ada dalam tulisan ini. Sehingga jika dalam perkembangan sosial kemasyarakatan dan perkembangan rasa keadilan yang senantiasa hidup dan berkembang di tengah masyarakat pada masa depan bertemu suatu keadaan di mana pemberian legal standing kepada wartawan dan advokat ini sangat membantu warga negara maka langkah berikutnya bisa dijalankan, tidak dari awal lagi.

Terima kasih, semoga Indonesia kekuatan utama dunia melalui karya-karya inspiratif anak bangsa yang hidup dalam budaya keterbukaan informasi segera terwujud, aamiin. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Publik RI/Koordinator Tim Perumus Perubahan Perki SLIP KI Pusat

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler