Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Keterbukaan informasi publik dan perlindungan data pribadi

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Senin (14/12/2020) Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) kedatangan tamu spesial dan istimewa: Ibu Christina Aryani, S.E., S.H., M.H., Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.

Melihat gelar akademiknya saja penulis dan pembaca yang budiman pasti sepakat kalau beliau orang cerdas, apalagi kalau berdialog langsung dengan beliau.

Di samping Anggota Komisi I DPR RI yang menjadi mitra kerja KI Pusat, beliau juga Anggota Badan Legislasi DPR RI yang menjadi dapur lahirnya seluruh Undang Undang, termasuk dan tidak terbatas Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Beliau Anggota Komisi I DPR RI pertama yang berkunjung ke KI Pusat atas inisiatif sendiri dan berdialog tentang isu-isu Keterbukaan Informasi Publik dan isu terkait pada periode KI Pusat 2017-2021.

Tentu saja hampir semua Komisioner KI Pusat hadir dan bersemangat untuk berdiskusi. Kepada beliau disampaikan banyak hal, termasuk kalau tahun depan akan ada seleksi Anggota KI Pusat periode 2021-2025. Ujung proses seleksi adalah pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I.

“Semuanya masih bisa dipilih lagi kan?,” Bu Aryani memotong pembicaraan. Penulis termasuk Komisioner yang ikut menjawab berbarengan : “Bisa Bu”. Hahaha….

***

Salah satu isu yang dibahas adalah keterkaitan isu Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan isu Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Sekilas seolah kedua isu tersebut saling bertentangan. Satu bicara keterbukaan informasi (bisa dibaca juga: data), satunya lagi berbicara perlindungan data (bisa dibaca juga: informasi). Satu bicara hak publik atas informasi, satu lagi bicara hak pribadi untuk dilindungi datanya.

Isu lainnya masih seputar KIP dan PDP yang dibicarakan adalah kelembagaan PDP. Presiden (pemerintah) berkeinginan tidak ada lembaga baru yang dibentuk. DPR keberatan kalau pelaksanaan PDP dijalankan bukan oleh lembaga independen. Arah kompromi bisa saja pelaksanaan PDP dijalankan oleh lembaga independen yang sudah ada.

Kalau kompromi itu yang dipilih maka pertanyaan intinya: lembaga independen yang sudah eksis mana yang akan menjalankan UU PDP tersebut?.

Bicara lembaga independen seperti ini, biasanya digolongkan ke dalam Lembaga Non Struktural (LNS).

Maka PDP bisa akan dijalankan oleh LNS yang betul-betul murni independen seperti KPK, KPU, Bawaslu, Ombudman?.

Atau akan dijalankan oleh LNS yang merupakan Kuasa Kementerian seperti KIP, Dewan Pers, KPI, dan lain sebagainya. Institusinya independen dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya namun dukungan kesekretariatan dan keuangannya melekat pada salah satu kementerian.

Atau alternatif lain, PDP dijalankan LNS yang saat ini merupakan Kuasa Kementerian namum ditingkatkan menjadi LNS murni independen dalam segala hal, termasuk kesekretariatan dan keuangan?.

Menurut Ibu Christina Aryani, hal ini termasuk salah satu isu yang belum diputuskan dalam pembahasan RUU PDP.

***

Pertanyaan awal yang perlu dijawab adalah apakah benar isu Keterbukaan Informasi Publik dan Perlindungan Data Pribadi itu sebagai sesuatu yang bertentangan, yang saling meniadakan, yang memiliki filosofi kerja berbeda?.

Menemukan jawaban tepat atas pertanyaan ini haruslah dimulai dengan pemahaman yang proposional tentang rezim pengelolaan informasi publik.

Semenjak Amandemen II UUD NRI 1945 yang melahirkan Pasal 28F dan menurunkan UU Nomor 14 Tajun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta aturan turunannya, berlaku rezim pengelolaan informasi publik di Indonesia sebagai berikut: semua informasi yang tersimpan dalam dokumen Badan Publik Negara merupakan informasi terbuka kecuali yang dinyatakan sebagai Informasi Dikecualikan dari terbuka (bisa dibaca: tertutup atau rahasia).

UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di samping menegaskan bagaimana mengelola informasi publik yang bersifat terbuka, juga dengan jelas dan tegas menentukan: 1. Informasi apa saja yang bersifat dikecualikan dari terbuka (bisa dibaca: tertutup atau rahasia) tersebut; 2. Bagaimana mekanisme menetapkannya sebagai Informasi Dikecualikan dari terbuka; 3. Sanksi pidana dan perdata bagi pihak-pihak yang membuka dan menggunakan Informasi Dikecualikan dari terbuka yang tidak sesuai dengan hukum.

Penulis semenjak mendaftar sebagai Calon Komisioner Komisi Informasi Pusat tahun 2017 lalu berpandangan bahwa rezim Keterbukaan Informasi Publik, sehingga dan oleh karena itu menjadi kewajiban Komisi Informasi, adalah untuk memastikan Badan Publik membuka informasi yang bersifat terbuka dan menutup serta melindungi informasi yang bersifat dikecualikan dari tertutup. Seimbang antara kewajiban membuka dan menutup.

Hal ini didasari pada kenyataan bahwa membuka dan menutup informasi publik hanya semata-mata boleh dilakukan atas perintah Undang Undang dan kepentingan publik. Membuka informasi adalah karena perintah Undang Undang dan demi kepentingan publik. Menutup informasi pun adalah karena perintah Undang Undang dan demi kepentingan publik. Kedua hal itulah tugas dan kewajiban Komisi Informasi Pusat menurut UU 14/2008 tentang KIP.

Hanya rezimnya saja yang berubah dengan sebelum Amandemen II UUD NRI 1945. Sebelum Amanademen, informasi diberi status hukum awal tertutup dan yang akan diberi status dibuka yang berproses dan memerlukan penetapan. Sementara pasca Amandemen II berlaku sebaliknya, informasi diberi status hukum awal terbuka dan yang akan ditutup yang berproses dan memerlukan penetapan. Sementara kewajiban memperlakukan informasi terbuka dan informasi tertutup sama.

Sehingga dengan demikian tugas utama Komisi Informasi pada dasarnya adalah untuk memastikan dan mengawasi melalui kewenangan hukum yang dimilikinya agar informasi terbuka itu diperlakukan sebagai informasi terbuka, dan juga untuk memastikan dan mengawasi secara ketat informasi tertutup itu diperlakukan sebagai informasi tertutup.

Membuka informasi yang bersifat tertutup itu sama berbahayanya dengan menutup informasi yang bersifat terbuka, sama-sama membahayakan kepentingan publik dan membahayakan kepentingan bangsa dan negara.

Penulis, baik dalam menjalankan kewajiban dan amanah selaku Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, saat menjadi pembicara di Badan Publik, maupun dalam dalam beberapa kesempatan persidangan selalu menekankan hal ini: kewajiban Komisi Informasi itu adalah memastikan informasi diperlakukan sesuai statusnya, membuka yang terbuka dan menutup yang tertutup.

***

BAB V UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan jelas dan tegas menjelaskan jenis-jemis informasi yang bersifat Dikecualikan dari terbuka (baca: tertutup atau rahasia) dan bagaimana mekanisme menetapkannya.

Sehingga dan oleh karena itu merupakan tugas dan kewajiban Komisi Informasi melalui segala sarana dan kewenangan yang dimiliki untuk memastikannya sebagai informasi yang bersifat tertutup.

Penulis kutipkan Pasal 17 dalam BAB V tersebut terkait jenis-jenis informasi yang harus ditutup dan dirahasiakan sehingga tidak dapat diakses publik dan tidak dapat diberikan kepada publik:

Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:

A. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

1. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;

2. Mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

3. Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau

5. Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

B. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

C. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:

1. Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;

2. Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;

3. Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;

4. Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;

5. Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;

6. Sistem persandian negara; dan/atau

7. Sistem intelijen negara.

D. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

E. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:

1. Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;

2. Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;

3. Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;

4. Rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;

5. Rencana awal investasi asing;

6. Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau

7. Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.

F. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:

1. Posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;

2. Korespondensi diplomatik antarnegara;

3. Sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau

4. Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.

G. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir atau pun wasiat seseorang;

H. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

1. Riwayat dan kondisi anggota keluarga;

2. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;

3. Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;

4. Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau

5. Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

I. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

J. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

***

Pada Pasal 17 huruf h dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa informasi (baca: data) pribadi merupakan informasi yang bersifat Dikecualikan dari sifat terbuka.

Sehingga dan oleh karena itu tidak dapat diakses oleh siapa pun dan tidak dapat diberikan kepada siapa pun kecuali dinyatakan sebaliknya oleh hukum.

Sehingga dan oleh karena itu wajib dilindungi dan menjadi kewajiban hukum Komisi Informasi untuk melindunginya melalui segala instrumen kewenangan hukum yang dimiliki Komisi Informasi.

Sampai dengan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) disetujui Presiden dan DPR dan diundangkan nantinya, maka satu-satunya norma hukum, sepanjang pengetahuan penulis, mohon dikoreksi jika salah, yang melindungi data pribadi dalam segala sektor apa pun hanya Pasal 17 huruf h UU 14/200 tentang Keterbukaan Informasi Publik tersebut. Pengaturan PDP dalam banyak UU lain bersifat parsial hanya untuk sektor yang diaturnya saja, misal sektor kesehatan mengatur data pasien saja.

Dan kenyataannya, Komisi Informasi telah menjalankan kewajibannya selama 3 (tiga) periodesasi kepengurusan, semenjak 2009, untuk memastikan perlindungan data pribadi lintas sektor ini ditegakan sebagai perintah dan amanah langsung dari Undang Undang, yaitu UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Melindungi data pribadi sudah merupakan ruh utama dari Komisi Informasi dan merupakan bagian integral dari tugas pokok dan fungsi Komisi Informasi sehingga dan oleh karena itu menjadi kewajiban dan pekerjaan sehari-hari Komisioner Komisi Informasi pada semua tingkatan.

***

Lantas bagaimana kedudukan UU PDP nantinya dikaitkan dengan KIP? Apakah akan saling tumpang tindih?

Menurut hemat penulis, dengan penjelasan di atas, keberadaan UU PDP merupakan pengaturan lebih komperhensif, pengaturan lebih menyeluruh, dari Pasal 17 huruf h UU KIP. Sehingga semakin mempermudah dalam mendifinisikan dan mengawal ketentuan Pasal 17 huruf h UU KIP.

Lebih mempermudah dalam menjalankan perlindungan data pribadi karena UU PDP akan dipandang oleh KIP sebagai UU organik yang mengatur perlindungan data pribadi. Dan sesuai Pasal 17 huruf j UU KIP, informasi yang dinyatakan sebagai informasi rahasia oleh UU organiknya haruslah dipandang dan diperlakukan sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh rezim keterbukaan informasi.

***

Kembali ke pertanyaan awal di atas, apakah Keterbukaan Informasi Publik bertentangan dengan Perlindungan Data Pribadi?.

Pandangan penulis, kedua isu dan regulasi tersebut tidak saling bertentangan, bahkan justru saling menguatkan dan melengkapi. UU PDP, setelah diundangkan nantinya, akan semakin menguatkan dan memudahkan Komisi Informasi dalam melaksanakan sebagian kewajiban hukumnya yaitu melindungi data pribadi warga negara Indonesia (Pasal 17 huruf h UU KIP).

Pertanyaan lanjutannya adalah apakah Komisi Informasi dapat menjalankan UU PDP itu nantinya jika diberikan tugas kewajiban itu oleh UU PDP kepada Komisi Informasi?

Menurut hemat penulis, Komisi Informasi dapat dan akan dengan senang hati menjalankan amanah tersebut jika memang demikian keputusan pembuat Undang Undang.

Komisi Informasi tentu saja akan menerima tanggung jawab tersebut dengan penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab.

Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa melindungi data pribadi warga negara memang sudah merupakan ruh dan bagian intergal dari Tugas Pokok dan Fungsi Komisi Informasi semenjak dari awal berdirinya, sebagaimana diamanatkan Pasal 17 huruf h UU KIP.

Semoga negara dapat melindungi kekayaan negara yang tak ternilai ini, yang bahkan menurut Presiden Jokowi merupakan kekayaan masa depan yang lebih bernilai dibanding minyak, yaitu data, khususnya data pribadi, Allahumma aamiin. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler