Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #2: Penulis terkonfirmasi positif Covid-19 sehari setelah hasil rapid test non reaktif

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Istri penulis memulai karier di Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri sebagai Asisten Apoteker di Puskesmas Jatisrono. Setiap hari berinteraksi dengan orang-orang dan dengan isu-isu kesehatan. Itu mungkin alasan paling rasional yang membawa kami pada kesepakatan, jika tidak teramat penting sekali, sebaiknya penulis tidak perlu sering pulang ke Wonogiri. Dikhawatirkan penulis akan membawa Covid-19 saat pulang dari Jakarta untuk menjenguk istri dan anak-anak di Wonogiri.

Seminggu sebelum penulis dinyatakan positif Covid-19, istri diwisuda untuk D-III Farmasi (A.Md.Far). Istri tetap melanjutkan pendidikan kefarmasian walaupun istri Sarjana Teknik Kimia dan status kepegawaiannya saat ini adalah sesuai ijazah Teknik Kimia tersebut. Keputusan yang kami ambil tetap sama, penulis sebaiknya tidak perlu pulang menghadiri momen sangat penting, wisuda istri tersebut. Toh dulu saat kuliah Strata Satu Teknik Kimia wisudanya bersamaan…. hahaha…

Kami juga sepakat, apapun yang terjadi, sepanjang vaksin Covid-19 belum ditemukan, anak-anak sebaiknya tetap dioptimalkan belajar dari rumah.

Istri dan penulis juga menerapkan protokol kesehatan sangat ketat dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan anjuran Satgas Penanggulangan Covid-19.

Pulang pergi ke kantor maupun aktifitas luar kantor lainnya di Jakarta penulis memilih menyetir sendiri, walaupun kantor menyediakan driver melekat pada penulis. Aktifitas juga hanya seputar kantor dan apartemen dinas. Kemana-mana memakai masker dan face shield dan membawa hand sanitizer.

Singkat cerita, kami sekeluarga sangat mempercayai pemerintah dan Satgas Covid-19 dan berusaha sekuat tenaga dalam kehidupan sehari-hari untuk menegakan protokol kesehatan, bahkan saat rapat sekalipun.

***

Penulis mulai menunjukan gejala batuk beberapa hari setelah di kantor secara maraton selama 4 (empat) hari berturut-turut untuk mendengarkan presentasi dan melakukan wawancara pendalaman secara virtual terhadap Badan Publik Negara dalam rangka Monitoring dan Evaluasi Badan Publik Negara dalam menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sepanjang tahun 2020.

Namun karena batuk tersebut diawali dengan aktifitas membersikan debu di apartemen dinas, penulis tidak punya pikiran bahwa itu merupakan gejala awal kalau penulis positif Covid-19, apalagi gejala tersebut tidak diikuti gejala lainnya, terutama gejala suhu tubuh dan saturasi oksigen dalam darah.

Setiap hari setidaknya 4 (empat) kali penulis dicek suhu tubuh, baik di kantor maupun di tempat tinggal, hasilnya normal-normal saja. Begitu juga dengan kadar oksigen dalam darah (saturasi oksigen), sering sekali penulis cek dengan alat yang dimiliki Ketua KI Pusat, Pak Gede Narayana. Hasilnya selalu normal dikisaran 98.

Apalagi, hari Senin (19/10/2020), 2 (dua) hari menjelang penulis dinyatakan positif Covid-19, hasil rapid test menunjukan non reaktif. Artinya belum muncul antibody dalam tubuh penulis. Namun karena satu dan lain hal, sesuai protokol kesehatan, sehari setelah penulis dinyatakan non reaktif dari hasil rapid test, penulis harus menjalani test swab PCR.

Seperti pengalaman sahabat penulis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, hasil swab PCR penulis mengkonfirmasi bahwa penulis positif terpapar Covid-19, berbeda dengan hasil rapid test sehari sebelumnya.

Pengalaman ini mengingatkan kembali terhadap tulisan penulis beberapa waktu sebelumnya tentang betapa berbahayanya potensi penularan Covid-19 di pesawat yang hanya mengandalkan rapid test. Apalagi di transportasi umum lainnya yang bahkan tidak ada test sama sekali dan melakukan perjalanan sangat lama, seperti bus malam dan kereta api.

Kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah penulis terpapar Covid-19 pada H-6 dari tanggal 19 Oktober 2020 atau setelahnya. Hal ini merujuk pada hasil rapid test yang negatif. Artinya H-7 dari tanggal 19 Oktober 2020 penulis masih bersih dari virus corona. Arti lainnya, penulis tidak terpapar pada saat proses presentasi maupun wawancara dalam pelaksanaan tahapan Monev Keterbukaan Informasi Publik 2020.

Di sini terasa betul betapa protokol kesehatan teramat sangat penting sekali untuk ditegakkan. Lha sudah ditegakkan saja masih bisa terpapar apalagi kalau mengabaikannya.

***

Pertanyaan yang bergentayangan di pikiran penulis setelah diberitahu positif Covid-19 adalah bagaimana penulis akan menyikapinya?

Bagaimana penulis akan mengelola pikiran dan perasaan setelahnya?

Bagaimana cara menyampaikannya kepada istri dan anak-anak serta keluarga besar penulis lainnya?

Bagaimana penulis dapat sesegera mungkin mengabarkannya kepada khalayak, khususnya kepada pihak-pihak yang berinteraksi langsung dengan penulis selama 14 (empat belas) hari terakhir?

Terlebih lagi, 5 (lima) menit setelah penulis mendapatkan informasi hasil swat PCR yang mengkonfirmasi penulis positif terpapar Covid-19 tersebut, penulis dikabari kalau anggota paling senior dalam keluaga matrilinial penulis menurut adat Minangkabau sedang menghadapi sakaratul maut setelah 2 (dua) minggu dirawat atas suatu penyakit setelah dinyatakan sembuh (negatif) dari Covid-19.

Bersambung….. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler