Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Sekeluarga mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #6: Dibentak Doni Monardo saat baru saja dinyatakan positif Covid-19

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Ada titik saat dimana pasien positif Covid-19 berfikir boleh jadi inilah perjalanan akhir kehidupan di dunia ini. Berfikir kalau waktu saat diberitahu positif terpapar Covid-19 merupakan awal hitungan mundur kehidupan di dunia ini dalam hitungan hari atau minggu.

Setidaknya itu pernah terlintas dalam pikiran penulis saat awal-awal penulis dinyatakan positif Covid-19.

Terlebih bagi penulis yang tinggal sendirian di Jakarta karena tugas, sementara istri dan anak-anak tinggal di Wonogiri, Jawa Tengah. Tidak dapat dipungkiri juga kalau penulis dihinggapi bayangan kalau momen pertemuan sebelum ke Jakarta kemungkinan sebagai momen pertemuan terakhir dengan istri dan anak-anak.

Dan terbayang kalau dalam beberapa waktu kedepan hanya bisa melepas rindu dengan mereka melalui ‘video call’ yang bisa saja sewaktu-waktu tidak bisa lagi dilakukan kalau-kalau kondisi drop banget dan tidak sadarkan diri.

Dan tentu saja juga terlintas di pikiran situasi kalau penulis meninggal dalam perawatan: petugas dan kantor memberitahu istri dan anak-anak, sementara petugas pemakaman mempersiapkan segala sesuatu sesuai protokol pemakaman pasien Covid-19 tanpa kehadiran istri, anak-anak, kerabat, dan handai taulan. Dan dimakamkan di Jakarta, jauh dari kampung halaman.

***

Kesedihan benar-benar tak tertahankan dalam kesendirian penulis di apartemen dinas. Air mata bercucuran. Jiwa dan raga lemas tanpa tenaga dan semangat. Selera makan hilang.

Timbul keinginan untuk mencari bantuan agar kalau wafat dapat dimakamkan di Wonogiri, Jawa Tengah.

Harapannya: setidak-tidaknya istri dan anak-anak dapat melihat peti mati penulis.

Harapannya : setidak-tidaknya istri dan anak-anak dapat melihat prosesi pemakaman suami dan Ayah mereka, walau dari jarak jauh.

Harapannya: setidak-tidaknya istri dan anak-anak mengetahui di mana suami dan Ayah mereka dimakamkan.

Tentu saja, tanpa penulis sadari, situasi psikologis dan pikiran penulis ini sangat berpengaruh pada daya imun penulis. Dan daya imun terjun bebas.

Pada saat situasi seperti itulah penulis menelpon Bapak Letjen TNI Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Satgas Pengendalian Covid-19 Pusat.

***

Penulis belum pernah sekalipun bersua tatap muka langsung dengan beliau. Pernah ‘video call’ cukup lama. Lebih satu jam, membahas Keterbukaan Informasi Publik, khususnya keterbukaan data pasien positif Covid-19, dalam upaya pengendalian penyebaran Covid-19 diawal-awal beliau menjabat Ketua Satgas.

Semenjak itu komunikasi via WA maupun sambungan telepon sangat lancar. Beliau tipe pejabat yang ideal dalam pandangan penulis. Belum pernah sekalipun WA maupun panggilan telepon penulis yang tidak beliau jawab. Memang dan wajar saja kalau terkadang harus tertunda beberapa waktu karena kesibukan beliau, namun tidak pernah sampai berganti hari.

Beliau ternyata juga sama-sama berasal dari Tanah Datar, Sunatera Barat. Sama dengan penulis. Beliau sudah seperti orang tua bagi kami perantau Minang di Jakarta.

***

Penulis butuh keberanian luar biasa untuk sekedar bertanya kemungkinan meminta bantuan beliau: Bisakah dibantu kalau penulis wafat dalam perawatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, dimakamkan di Wonogiri?

Penulis tidak ingat kalimat persisnya jawaban Pak Doni Monardo. Penulis hanya mengidentifikasi kalau nada suara beliau bernada bentakan.

Bentakan yang cukup membuat penulis tersadar kalau penulis sedang dalam situasi pemikiran dan psikologis sangat berbahaya bagi kesehatan dan usaha kesembuhan penulis dari Covid-19 karena sedang terjadi penurunan drastis daya imun penulis.

Kira-kira begini kalimat jawaban Pak Doni Monardo di ujung telepon :

“Apa yang Pak Hendra pikirkan dan bicarakan? Saya tidak mau mendengar dan membahasnya. Saya hanya mau mendengar dan membahas tentang bagaimana usaha yang perlu dilakukan untuk sembuh, tidak yang lainnya, sangat berbahaya membahas hal lainnya bagi daya imun Pak Hendra. Nanti kalau perlu saya kirim makanan Padang ke Wisma Atlet. Titik”

Kalimat dan nada bicara beliau saat itu seolah gabungan kalimat dan nada bicara seorang Komandan kepada pasukan dan Mamak (Paman dalam keluarga Minang) kepada keponakan dalam tradisi Minang.

Nada dan kalimat yang cukup kuat untuk membuyarkan segala perasaan dan pemikiran penulis tentang potensi kematian karena kegagalan perawatan yang sedang menyelimuti pikiran dan perasaaan penulis.

Nada dan kalimat yang cukup kuat untuk membentengi penulis dari pemikiran dan perasaan selain dari pemikiran dan perasaan optimis sembuh dan kembali berkumpul dengan istri dan anak-anak.

Nada dan kalimat yang cukup kuat untuk membangunkan semangat juang penulis agar mencurahkan segala daya dan upaya, segala pemikiran dan perasaan, hanya untuk sembuh, sembuh, dan sembuh.

Nada dan kalimat yang cukup kuat untuk membangunkan keyakinan penulis bahwa hidup mati itu urusan Allah SWT, tidak perlu terlalu dipikirkan. Tugas kita sebagai manusia adalah berikhtiar untuk sembuh. Bukankah yang sembuh lebih banyak dari yang meninggal?

***

Di kemudian hari penulis sadari ternyata waktu saat bentakan Pak Doni Monardo tersebut merupakan salah satu persimpangan jalan titik krusial penulis antara jalan menuju daya imun naik atau jalan menuju daya imun terjun bebas. Dan bentakan itu membawa penulis dapat menempuh jalan menuju kesembuhan.

Semenjak itu penulis sudah melupakan segala hal selain pemikiran dan perasaan optimisme untuk sembuh dan ikhtiar untuk itu. Kalaupun pemikiran pesimisme kadang datang, segera penulis usahakan untuk mengusirnya secepat mungkin.

Semangat itulah yang menjiwai seluruh perjalanan penulis selama 12 (dua belas) hari dirawat di Tower 6 Wisma Atlet, tower khusus untuk pasien bergejala dan kormobid (penyakit penyerta). Semangat itu kadang diwujudkan dalam bentuk usaha menghabiskan 2 (dua) potong lauk selama lebih dari 2 (dua) jam, dimakan sedikit demi sedikit, kadang dibantu menelan dengan air.

Tanpa bentakan Letjen TNI Doni Monardo tersebut, penulis tidak tahu apakah akan menjalani masa perawatan dengan imun yang senantiasa meningkat atau justru sebaliknya.

***

Belajar dari pengalaman sendiri, penulis berkeyakinan kalau kesembuhan dari Covid-19 amat sangat tergantung pada semangat dan keyakinan kita sendiri sebagai pasien : semangat dan keyakinan untuk sembuh, semangat dan ikhtiar untuk sembuh, semangat untuk mengendalikan pikiran dan perasaan agar selalu dipenuhi dengan pikiran dan perasaan optimisme, semangat untuk menjaga kepercayaan kepada dokter dan petugas medis, semangat untuk senantiasa yakin pada pertolongan Allah SWT.

Tanpa itu semua, sehebat apapun dokter dan perawat, selengkap apapun peralatan perawatan medis, sebagus apapun obat-obatan tidak akan banyak membantu meraih kesembuhan.

Menurut hemat penulis, setiap pasien Covid-19 memerlukan orang yang dapat menyadarkan mereka bahwa mereka harus fokus pada menjaga optimisme, perasaan, dan pemikiran untuk sembuh dan menblokir pemikiran dan perasaan sebaliknya, walau itu dengan bentakan sekalipun. Bentakan kepedulian dan bentakan sayang yang terukur tentunya. Bentakan seperti yang penulis dapatkan dari seorang Doni Monardo di atas.

***

Terima kasih Pak Doni, semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberi petunjuk kepada Bapak dan keluarga dalam menjalankan amanah negara, aamiin. (***)

_Bersambung ke…… “Masuk dan Memulai Perawatan di Wisma Atlet Kemayoran”_

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler