Opini Redaksi Tamu

19 tetangga terinfeksi usai urus jenazah positif Covid-19 tak terbuka

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Cerita ini penulis dapat dari salah seorang pengurus paling inti di Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PP KBPII) di mana penulis di sana merupakan Ketua Bidang Hukum dan Legislasi. Sebut saja inisialnya AE.

AE tinggal di lingkungan yang relatif berpunya (kelas menengah menuju atas) dengan kepedulian dan ikatan sosial yang baik dengan sesama tetangga. Hal yang sudah sangat langka di kota meteopolitan.

Jika ada tetangga yang sakit masih saling menjenguk. Jika ada tetangga meninggal, pengurusannya masih dilakukan oleh para tetangga secara gotong royong. Mulai dari memandikan, mengkafani, mensalatkan, sampai pemakaman.

***

Suatu sore informasi menyebar melalui media sosial dan pengeras suara masjid kalau salah seorang tetangga meninggal dunia.

Tetangga berdatangan karena tidak ada informasi sebelumnya kalau yang wafat sakit. Dan keluarga juga menyampaikan kalau almarhum meninggal normal dan tidak ada menunjukan gejala ke arah terinfeksi Covid-19.

Singkat cerita, jenazah dimandilan dengan dipimpin oleh ustadz yang biasa memandikan jenazah dan dibantu oleh handai taulan, sanak famili, dan para tetangga. Begitu juga saat menunggu penguburan esok hari, semua bergantian berjaga di malam hari sambil membaca ayat-ayat suci seperti surah Yasin.

Dan tentu saja jenazah almarhum diurus sampai pemakaman tidak menggunakan protokol pemakaman pasien positif Covid-19.

***

Sehari setelah pemakaman hasil Test Swab PCR almarhum keluar dan dinyatakan positif Covid-19.

Ternyata dan termyata, sehari menjelang meninggal dunia keluarga inti membawa almarhum Test Swab PCR karena hasil Rapid Test menunjukan hasil reaktif.

Sambil menunggu hasil Test Swab PCR ternyata keluarga memaksa membawa almarhum pulang dan menjalani isolasi mandiri di rumah.

Dan keluarga juga mengambil keputusan lain, menyembunyikan informasi ini dari siapa pun. Bahkan setelah almarhum meninggal dunia dan dimakamkan sekalipun.

Baru setelah hasil swab PCR keluar dan pengurus Rukun Warga (RW) mendapat informasi dari petugas, warga mengetahui kalau almarhum menunjukan hasil reaktif pada Rapid Test Antibody dan sedang menunggu hasil Test Swab PCR, dan keluarga tidak bisa menyembunyikan informasi lagi.

Geger…….

Panik….

Para tetangga yang mengurus jenazah dan pelayat dihubungi. Masjid lockdown sementara waktu. Terhadap semua tetangga dilakukan Test Swab PCR, terutama yang terlibat langsung dalam pengurusan jenazah.

Hasilnya sangat mencengangkan dan mengerikan : 19 (sembilan belas) orang dinyatakan positif tertular Covid-19.

***

Memang hak pasien dan keluarga untuk dilindungi informasi riwayat kesehatannya.

Tapi jangan pernah melupakan azaz hukum tertinggi ini : Salus Populi Suprema Lex Esto.

Hukum tertinggi itu adalah KESELAMATAN MASYARAKAT.

Hukum apa pun bisa dikesampingkan dalam rangka menegakan dan melindungi KESELAMATAN MASYARAKAT.

Bahkan KESELAMATAN MASYARAKAT itu lebih tinggi dari Konstitusi (UUD) sekalipun, apalagi dari Undang Undang.

Bukankah dengan demikian hukum menjaga keselamatan 19 (sembilan belas) warga negara yang merupakan tetangga almarhum jauh lebih tinggi dan oleh karenanya harus didahulukan penerapannya dari pada hukum melindungi data riwayat kesehatan almarhum?

Bagi masyarakat luas, jawabannya kembali kepada nurani kita masing-masing.

Dan bagi pejabat negara yang punya otoritas dalam menjalankan hukum terkait Covid-19, semoga kasus ini menjadi bahan perenungan mendalam.

Khususnya sebuah renungan bagi Menkes baru yang bukan dokter. Manakah yang lebih besar manfaatnya membuka informasi pasien positif Covid-19 dibanding menutupnya, terutama membuka terhadap para tetangga yang bersentuhan langsung?

Semoga Covid-19 segera berlalu dari Indonesia, negeri kita tercinta ini. Allahumma aamiin. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version