Opini Redaksi Tamu

‘Extraordinary’ Covid-19, hukum positif menyesuaikan rencana penanggulangan?

Published

on

Oleh : Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Tulisan ini masih berkaitan dengan tulisan sebelumnya: “Presiden perintahkan ‘extraordinary’, Menteri wajib kesampingkan Undang Undang?”

Masih berkaitan dengan arahan Presiden Jokowi pada pertengan Juni 2020 lalu kepada seluruh Menteri dan pembantu Presiden lainnya untuk pindah ke ‘chanel extraordinary’ dalam penanganan virus corona dan penanganan dampak virus corona tersebut pada berbagai sektor dan aspek kehidupan.

Masih berkaitan juga dengan pernyataan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 13 Juli 2020 lalu tentang kemungkinan data pasien corona dibuka kepada publik untuk meningkatkan kewaspadaan publik dalam pemgendalian laju penyebaran.

***

Pandemi sangat dahsyat terakhir yang melanda bumi nusantara terjadi tahun 1918, yaitu saat flu Spanyol menyerang (tolong koreksi kalau penulis keliru). Itu 27 (dua puluh tujuh) tahun sebelum Indonesia merdeka. Dua puluh tujuh tahun sebelum Republik Indonesia memiliki hukum positif sendiri.

Dan hampir 75 (tujuh puluh lima) tahun semenjak Indonesia merdeka dan memiliki kedaulatan merumuskan hukum positif secara mandiri, virus corona menjadi pandemi di seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia.

Penulis bukan ahli sejarah hukum, walaupun pernah menempuh pendidikan Magister Hukum Bisnis.

Namun penulis memiliki keyakinan bahwa tidak ada satupun hukum positif Indonesia yang berlaku saat ini yang dirumuskan dengan kesadaran regulator bahwa hukum positif tersebut juga untuk menghadapi situasi seperti situasi flu Spanyol 1918 maupun pandemi virus corona saat ini.

Tentu saja penulis terbuka untuk mengubah pandangan tersebut jika ada pembaca yang bisa menjelaskan kebalikannya kepada penulis.

Pertanyaannya kemudian adalah, kalau demikian adanya, efektifkah hukum positif Indonesia yang berlaku saat ini dijadikan pedoman dan panduan sebagai pembatas antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam menangani pandemi virus corona saat ini dan penanganan dampaknya pada segala aspek dan sektor?

Atau pertanyaan lain, apakah penanganan Covid-19 harus mengikuti hukum positif yang ada saat ini dengan cara membabi buta dan mata kuda, termasuk penerapan KUHP produk zaman penjajah Belanda yang belum diubah itu?

Kalau iya, seberapa efektif hukum positif yang berlaku saat ini itu untuk mengendalikan penyebaran virus corona dan mengendalikan dampak pada aspek dan sektor lainnya?

***
Penulis memaknai pidato Presiden pada sidang kabinet pertengahan Juni 2020 itu bahwa Presiden berpendapat tidak bisa secara membabi buta dengan cara mata kuda menerapkan hukum positif yang dibuat sebelum pandemi corona menyerang sebagai pemandu dalam mengendalikan virus corona dan mengendalikan dampaknya pada berbagai aspek dan sektor kehidupan.

Penulis memaknai pidato Presiden tersebut kalau Presiden sudah menetapkan hari itu sebagai titik tolak mengubah cara berfikir pengendalian virus corona dan mengendalikan dampaknya pada berbagai aspek dan sektor.

Titik tolak untuk mengubah cara berfikir ke ‘chanel extraordinary’, yaitu cara berfikir bahwa hukum positif yang ada saat ini tidak bisa diikuti secara membabi buta dan diterapkan dengan cara mata kuda dalam merumuskan rancangan kebijakan pengendalian virus corona dan penanganan dampaknya pada berbagai aspek dan sektor.

Mengubah cara berfikir ke ‘chanel extraordinary’ artinya mengubah cara berfikir dari sebelumnya. Pelajari dulu hukum positifnya baru rumuskan rancangan kebijakan, menjadi rumuskan terlebih dahulu rancangan kebijakan secara bebas tanpa terbebani dengan hukum positif yang ada baru sisir norma hukum positifnya.

Disisir, hukum positif mana yang mendukung, mana yang menghambat, mana yang menentang.

Setelah itu baru dicarilan jalan keluarnya. Misal dengan menyesuaikan hukum positif tersebut dengan kebijakan yang akan diambil melalui instrumen kewenangan yang diberikan UUD NRI 1945, seperti Perpu dan lain sebagainya.

Pada ‘chanel extraordinary’, tidak ada lagi kalimat : “Kebijakan ini tidak bisa dilakukan karena bertentangan dengan Undang Undang ini dan itu”

Pada ‘chanel extraordinary’ hanya ada kalimat : “Untuk efektifitas dan efisiensi pengendalian virus corona dan pengendalian dampaknya pada berbagai aspek dan sektor, pelu dilakukan ini dan itu. Untuk itu aturan hukum positif ini dan itu harus disesuaikan. Untuk itu perlu ada aturan hukum positif ini dan itu”

***

Penulis sependapat dengan Presiden dalam pemahaman seperti itu sepanjang hanya untuk pengendalian penyebaran virus corona dan pengendalian dampaknya pada berbagai sektor dan sepanjang masa pandemi corona.

Termasuk dalam cara pandang terhadap seluruh norma yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan segala norma yang terdapat dalam aturan turunannya, maupun segala norma yang secara prinsip beririsan dengan itu namun diatur dalam Undang Undang maupun peraturan perundang-undangan yang lain.

Semoga virus corona dapat segera dikendalikan, dan segala dampaknya pada segala sektor pun demikian adanya, agar rakyat Indonesia dapat kembali bahu membahu bergotong-royong mewujudkan Indonesia Pemimpin dan Inspirasi Dunia di masa depan sebagai warisan terindah untuk anak cucu sampai hari kiamat nanti, amiin. (***)

Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version