News

Kementerian ATR/BPN harus segera tancap gas mengevaluasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Published

on

Jakarta,Koin24.co.id – Sudah 14 tahun Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang berlaku. Namun banyak yang menilai aktualisasi dari penerapan undang-undang tersebut masih kurang memperhatikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia.

Sebagai contoh adalah adanya peluang kemudahan peralihan fungsi tanah pertanian dengan irigasi teknis yang baik menjadi tanah industri dan perumahan.

Di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi, misalnya, peralihan fungsi dimaksud banyak sekali ditemui. Padahal untuk membuat saluran irigasi primer, sekunder dan tersier yang berawal dari bendungan Jatiluhur menggunakan biaya negara yang cukup besar. Berapa kerugian negara akibat dirusaknya irigasi teknis? Tidak ada yang menghitungnya.

“Kementerian ATR/BPN harus segera tancap gas melaksanakan Pasal 2 ayat 2 UUPA dengan mengevaluasi UU Nomor 26 Tahun 2007 dengan menyiapkan rencana umum bidang agraria mengenai peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya yang kemudian diperinci lagi menjadi rencana khusus atau regional planning,” kata Ir. Supardji M. Uno, pensiunan pegawai BPN yang terakhir menjabat sebagai Kakanwil BPN Jawa Timur, belum lama ini.
 
Dilanjutkannya, regional planning dari tiap-tiap daerah itu sesuai dengan Pasal 14 UUPA yang dimaksudkan agar penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur.

Untuk membuat regional planning tersebut, masih kata Supardji, Kementerian ATR/BPN dapat menggandeng pakar tata ruang, pertanian dan geografi untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan tata ruang yang tidak tumpah tindih dengan rencana tata ruang yang sudah berlaku selama ini.

“Saya harus katakana ini karena faktanya memang ada beberapa peraturan perundangan yang penyusunannya kurang memperhatikan aturan main atau rambu-rambu yang telah ada pada peraturan perundangan yang lebih tinggi,” Supardji berujar.

Misalnya, dia menyambung, peraturan perundangan yang diterbitkan untuk mendukung kebijakan Pemerintah menarik investor sebanyak-banyaknya dalam usaha di bidang agraria. Kebijakan tersebut, kata Supardji, sebenarnya mempunyai tujuan yang sangat baik karena dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa. Hanya sayang, saat memberikan izin lokasi dan hak atas tanah kepada investor atau pengembang, pemerintah justru mengabaikan amanat Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2 UUPA.

Pasal 12 ayat 1 UUPA berbunyi, segala usaha dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong.

Sementara Pasal 13 ayat 2 UUPA menyatakan pemerintah berkewajiban mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli . 

“Lebih parah lagi pada praktiknya juga tidak dilaksanakan pengawasan mengenai luas maksimum dan minimum tanah pertanian yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh satu keluarga atau badan hukum sesuai Pasal 7 dan 17 UUPA,” kata Supardji.

“Dan akibatnya pun jelas, pada akhirnya terjadi kesenjangan pemilikan tanah pertanian yang dapat menimbulkan berbagai sengketa pertanahan. Ini yang mesti segera dibenahi Kementerian ATR/BPN,” sambungnya mengkritisi.

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version