News

Konten YouTube produk pers atau media sosial

Published

on

Ahli pers Kamsul Hasan usai memberikan keterangan di PN Jakarta Selatan

Jakarta, Jumat (Koin24) Penasihat hukum (PH) dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama-sama dalami status konten / tayangan YouTube pada ahli pers dalam sidang dengan terdakwa Vicky Prasetyo.

Persoalannya pada sidang dengan terdakwa Vicky Prasetyo selain tayang di Silet (RCTI) dan Insert (Trans TV) juga ada di channel YouTube, akun resmi kedua media tersebut.

Saudara ahli, tolong jelaskan channel YouTube itu produk pers atau media sosial, sesuai uraian awal tentang definisi pers.

Kamsul Hasan, Ketua Komisi Kompetensi dan Ahli Pers yang ditugaskan PWI Pusat memberikan keterangan ahli dengan menjelaskan ;

1. Tayangan pada YouTube oleh YouTubers tidak masuk rana UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak memenuhi syarat Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers, yang harus dipenuhi secara kumulatif.

2. Hasil kerja jurnalistik oleh perusahaan pers yang memenuhi syarat di atas, lalu dibagikan (share) ke berbagai media sosial termasuk YouTube tetap produk pers sepanjang tidak ada perubahan konten dan narasi.

3. Menjadi soal adalah produk pers oleh perusahaan berbadan hukum Indonesia, ingin monetisasi di YouTube kemudian menambahkan narasi atau konten agar menarik. Penambahan narasi dan konten ini yang berpeluang menjadi pidana di luar pers.

“Jadi harus dianalisis konten kasus per kasus, tidak bisa digeneralisir. Contoh konten YouTube Ikan Asin kan sudah inkracht dengan UU ITE,” jelas ahli pers yang juga dosen IISIP Jakarta, Kamis 10 Juni 2021.

Bila tidak termasuk produk jurnalistik, selain pemilik konten, nara sumber juga bisa terkena pidana seandainya ucapan bermasalah.

Jadi kedudukan nara sumber pada media sosial dan pers berbeda. Bila pada pers karena ada mekanisme atas proses jurnalistik nara sumber dilindungi, sedangkan pada media sosial tidak dilindungi.

Ahli Pers yang juga dosen MM Comm Trisakti, menambahkan perusahaan pers yang memiliki akun resmi pada media sosial harus mempublikasikan dahulu di portal atau web berita sebelum berbagai pada media sosial.

Diungkapkan Kamsul Hasan, mantan Ketua PWI Jaya 2004 – 2009 dan 2009 – 2014, masih banyak perusahaan pers UMKM yang gunakan media sosial sebagai ”jembatan’ untuk kirim video.

Mereka mengirim tayangan video melalui YouTube, Instagram atau Facebook dll agar lebih cepat. Akibatnya konten atau tayangan terpublikasi lebih awal pada media sosial.

Ini berbahaya bila rekam jejak digitalnya diselusuri akan terbukti bahwa konten itu lebih dahulu ada di media sosial daripada perusahaan pers berbadan Indonesia.

* Catatan keterangan ahli pers di PN Jakarta Selatan.

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version