Opini Redaksi Tamu

Monev dan indeks keterbukaan informasi publik

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id –

Pendahuluan

Komisi Informasi disamping tetap akan menyelenggarakan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik, mulai tahun 2021 juga akan melaksanakan serangkaian kegiatan untuk menemukan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP). Rancangan konsep IKIP sudah mendekati proses final.

Monev Keterbukaan Informasi Publik

Komisi Informasi pada semua tingkatan setiap tahun menyelenggarakan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap Badan Publik Negara.

Monev dilakukan untuk menilai sejauh mana Badan Publik Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Parpol, BUMN, Pemda, BUMD, dan Perguruan Tinggi) telah melaksanakan dan mematuhi prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana digariskan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008).

Puncak acara Monev biasanya dilaksanakan di Istana Presiden atau Istana Wakil Presiden. Lebih sering di Istana Wakil Presiden.

Pada awalnya Monev dilaksanakan dalam bentuk kompetisi untuk meraih rangking. Setiap Badan Publik Negara dikelompokkan dalam pengelompokan tertentu. Pada Monev yang dilakukan Komisi Informasi Pusat, Badan Publik dibagi ke dalam beberapa kelompok: Kementerian, Lembaga Non Kementerian, Lembaga Non Struktural, BUMN, Partai Politik, Pemerintah Provinsi, Perguruan, dan Tinggi. Pada setiap kelompok akan terjadi persaingan untuk menjadi peringkat pertama.

Tidak peduli berapa nilai yang diperoleh, Badan Publik Negara yang nilainya tertinggi dalam kelompoknya akan ditetapkan sebagai peringkat pertama. Begitu seterusnya sampai peringkat sepuluh. Peringkat pertama pada suatu kelompok tidak harus sama kualifikasi kualitas maupun kuantitas nilai dengan kelompok lainnya.

Mulai tahun 2018 pengelompokan Badan Publik Negara dalam Monev tingkat pusat tidak mengalami perubahan namun terjadi perbedaan pada sistem penilaian. Monev bukan lagi untuk memeringkat Badan Publik Negara. Pemeringkatan dirubah menjadi kualifikasi.

Terdapat lima tingkatan kualifikasi: mulai dari kualifikasi tertinggi yaitu Informatif, Menuju Informatif, Cukup Informatif, Kurang Informatif, dan terendah kualifikasi Tidak Informatif.

Semua Badan Publik punya kesempatan yang sama untuk mencapai kualifikasi tertinggi, Informatif, dan tidak dibatasi jumlah Badan Publik yang bisa masuk suatu kualifikasi. Sepanjang memenuhi standar yang ditetapkan maka berapapun jumlah Badan Publik dapat mencapai yang tertinggi.

Model ini juga tidak mengharuskan ada Badan Publik masuk kualifikasi tertentu pada setiap kelompok Badan Publik. Kalau tidak ada yang memenuhi kualifikasi Informatif dalam suatu kelompok maka berarti tidak ada yang akan mendapat predikat Informatif dalam kelompok tersebut. Model ini juga sekaligus berimbas pada samanya standarisas kualifikasi untuk semua kelompok.

Pelaksanaan Monev tingkat pusat sedang berlangsung. Mulai hari Senin (5/9) sampai Kamis (8/9) masing-masing Badan Publik Negara akan menyampaikan presentasi secara virtual di depan Panel Penilai yang terdiri dari Komisioner Komisi Informasi Pusat dan para pakar dan tokoh. Presentasi ini dilaksanakan setelah Badan Publik Negara mengisi Self-Assessment Questionnaire (SAQ) dan tracking atas SAQ tersebut.

Nilai SAQ yang sudah ditracking dan nilai wawancara itulah yang akan menentukan nilai akhir Badan Publik. Jika nilainya 90 ke atas maka berarti Badan Publik tersebut masuk kualifikasi tertinggi: Informatif.

Nilai 80 sampai <90 masuk kualifikasi Menuju Informatif, nilai 60 sampai <80 masuk kualifikasi Cukup Informatif, nilai 40 sampai <60 masuk kualifikasi Kurang Informatif, dan Tidak Informatif untuk Badan Publik yang nilainya di bawah 40. Tentu saja banyak pertanyaan yang sering disampaikan Badan Publik pada momen seperti ini kepada penulis. Seperti apakah instrumen penilaian sama persis dengan tahun sebelumnya?. Indeks Keterbukaan Informasi Publik Pada pertengahan periodesasi Komisi Informasi Pusat 2017-2021 muncul ide cemerlang dari Komisioner Bidang Riset dan Dokumentasi, Romanus Ndau: pentingnya Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP). Bukankah keterbukaan informasi publik tidak semata-mata tentang kepatuhan Badan Publik, khususnya Badan Punlik Negara, dalam menjalankan UU 14/2008 namun juga sejauh mana implememtasi seluruh Azas dan Norma Hukum keterbukaan informasi publik telah hidup dan mewarnai kehidupan sehari-bari Badan Publik dan masyarakat. Sejauh mana sudah terbentuk budaya masyatakat informatif dan sudah menjadi budaya tersebut merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari seluruh Badan Publik dan masyarakat Indonesia, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur. Sejauh mana kontribusi Pasal 28F UUD NRI beserta aturan turunannya (misal UUb14/2008) dalam mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana sudah digariskan Konstitusi yaitu kesejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Dan pertanyaan lainnya yang menyangkut diterapkannya Rezim Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia semenjak Amandemen II UUD NRI 1945 yang melahirkan Pasal 28F pada seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaan yang tidak saja ditujukan kepada Badan Publik Negara terkait kepatuhannya dalam menjalankan UU 14/2008. Jika Monev adalah untuk menilai kepatuhan Badan Publik maka IKIP adalah untuk memotret bagaimana pelaksanaan dan dampak keterbukaan informasi publik pada suatu wilayah dengan semaksimal mungkin memotret seluruh hal yang berkaitan dengan isu dan outcome atas penerapan keterbukaan informasi publik tersebut. Jika Monev adalah untuk melihat kepatuhan Badan Publik menjalankan UU 14/2008 pada tahun berjalan maka IKIP akan memotret pada tahun sebelumnya. Pelaksanaan IKP tahun 2020 adalah untuk memotret Dimensi, Variabel, Dimensi keterbukaan informasi publik pada kurun waktu 1 Januari -31 Desember 2020. Konsep IKIP sedang proses finalisasi. Nantinya direncanakan akan ada 3 (tiga) Dimensi, 20 (dua puluh) Variabel, dan 77 (tujuh puluh tujuh) Indikator dengan setidaknya 77 (tujuh puluh tujuh) Kuisioner. Tiap provinsi direncanakan akan ada Badan Pekerja (atau sebutan lain nantinya) dan Panel Ahli (atau sebutan lain nantinya) tersendiri, begitu juga dengan tingkat nasional. Jumlah Badan Pekerja dan Panel Ahli direncanakan secara proposional tergantung luas wilayah administratif pemerintahan dan jumlah penduduk pada masing-masing Provinsi. Baik Badan Pekerja maupun Panel Ahli berjumlah pada kisaran 5 (lima) sampai 15 (lima belas) orang. Pada awal tahun 2021 diharapkan proses IKIP sudah mulai berjalan untuk memotret isu dan outcome keterbukaan informasi publik di 34 (tiga puluh empat) provinsi dan nasional. Badan Pekerja akan mulai melakukan pengumpulan data di 34 provinsi dan nasional tersebut sesuai kuisioner. Selanjutnya Badan Pekerja mengolahnya sebagai bahan yang akan dipresentasikan kepada Panel Ahli. Panel Ahli lah yang akan menentukan nilai indeks akhir untuk tiap provinsi dan nasional. Diharapkan pada Mei 2021 sudah keluar nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik untuk tiap provinsi dan nasional karena direncanakan nilai indeks tersebut merupakan bagian dan masuk dalam Country Report yang akan disampaikan Menlu kepada PBB di Jenewa, Swis pada bulan Mei tersebut. Dan juga akan dilaporkan kepada Presiden sekitar bulan Juni 2021 sebagai salah satu bahan atau materi Pengantar APBN dalam Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 2021. Menariknya, tiga Dimensi, dua puluh Variabel, tujuh puluh tujuh Indikator, dan setidaknya tujuh puluh tujuh Kuisioner dirancang tidak akan mengalami perubahan sedikitpun setidaknya untuk 5 (lima) tahun ke depan. Hal ini bertujuan agar hasil IKIP dapat ditindaklanjuti dan digunakan sebagai landasan melakukan perbaikan-perbaikan penerapan keterbukaan informasi publik. Agar nilai IKIP tahun depan dapat dibandingkan dengan nilai IKIP tahun sebelumnya. Dengan demikian dapat dipotret apakah terjadi perubahan ke arah lebih baik atau ke arah lebih buruh atau stagnan dengan standar penilaian yang sama. Penutup Demikian sekilas penjelasan ringkas tentang Monev dan rencana Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP). Semoga bermanfaat, amiin. Penulis: Hendra J Kede Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version