News

Pemerintah perlu dukung ubah laku

Published

on

Foto: ilustrasi jual pizza di pinggir jalan. (Istimewa)

Jakarta, koin24.co.id – Ubah laku selain dilakukan ribuan wartawan juga perlu diikuti dengan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah. Tanpa dukungan pemerintah, ubah laku yang terus disosialisasikan media berbadan hukum pers tidak akan berhasil maksimal.

Kita sudah melihat bagaimana untuk mempertahankan hidup, perusahaan wiralaba seperti Pizza Hut, sampai turun ke kaki lima. Berjualan pada trotuar, jelas pelanggaran terhadap Perda Ketertiban Umum, namun ini menjadi pilihan mempertahankan hidup.

Pizza Hut selain memiliki restoran juga memiliki system pesan antar. Namun Covid-19 seperti menghalangi usaha itu semua. Restorannya demi keamanan bersama harus tidak boleh melayani makan di tempat. Proses pesan antar juga terkendali karena sebagian masyarakat khawatir.

Perusahaan merek internasional ini terpaksa harus mengubah strategi demi tetap mempekerjakan karyawannya. Mereka yang biasa melayani pada ruang berudara sejuk, harus rela ngemper bersama pedagang kaki lima untuk mengasong makanannya.

Perbuatan melanggar Perda ini, harus mendapat pembinaan agar usahanya bisa berjalan, namun keselamatan umum, baik karyawan Pizza Hut maupun pengguna jalan lainnya bisa terselamatkan. Pemerintah daerah dan polisi harus menentukan titik aman untuk jual-beli di pinggir jalan itu.

Turun gelanggangnya Pizza Hut, memberikan gambaran bahkan sektor informal dapat memberikan alternatif bagi kelanjutan ekonomi. Namun, sekali lagi keberadaannya perlu ditata agar tidak sepanjang sisi jalan menjadi lokasi berdagang yang membuat bahaya bagi mereka.

Bila modal kuat saja turun ngemper, bagaimana dengan mereka yang selama ini hidup dari emperan sebagai ladang usahanya. Pedagang nasi goreng di Bambu Apus Raya, depan gerbang perumahan Wiranto mengaku omsetnya anjlog tinggal 25 persen,

“Biasanya saya bawa enam belas liter beras dan semalam habis. Sekarang ini hanya empat liter saja susah habisnya. Biasanya saya berjualan dengan anak saya, sekarang anak usaha sendiri di kampong, karena hasil di sini tidak bisa untuk dua keluarga,” ujar Pakde Nasi Goreng Tika Jaya.

Pakde mengaku kelebihan dari usaha semalaman hanya sekitar Rp 100.000, tidak cukup untuk menghidupi dua keluarga. “Anak saya yang lelaki itu sudah punya keluarga juga. Jadi hasil dagangan dibagi masing-masing lima puluh ribu,” jelas Pakde.

Dulu, waktu masih 16 liter per hari, pendapatannya empat kali lipat dan bisa menghidupi dua keluarga serta bayar kontrakan. Sekarang tidak mungkin lagi, sehingga anak dan keluarganya pulang kampung, usaha di desa, buka nasi dan mie goreng juga.

Omset yang menurun dikhawatirkan akan terus melorot. Pakde khawatir ketika mendengar upah atau gaji karyawan tidak naik. “Kemungkinan omset jualan saya tidak bisa naik dalam waktu dekat, apalagi gaji katanya tidak naik ya ?” ujarnya bertanya. (kamsul hasan).

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version