Opini Redaksi Tamu

Presiden perintahkan seluruh PP UU Cipta Kerja harus selesai sebulan, bagaimana jaminan hak partisipasi dan informasi masyarakat terpenuhi?

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – UU Cipta Kerja yang telah disahkan Paripurna DPR memasuki tahap baru: telah diparaf Menko Perekonomian dan Menkumham.

Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi nampaknya akan ditandatangani Presiden sehingga sah memiliki kekuatan hukum menjadi Undang Undang.

Biasanya pada hari yang sama akan diundangkan Menkumham sehingga sah juga tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, artinya seluruh rakyat Indonesia dianggap sudah mengetahui isi dan akibat hukum dari keberlakuan UU Cipta Kerja tersebut dan oleh karenanya seluruh rakyat terikat dengan sifat sudah diketahui tersebut, walaupun belum membaca satu kata pun UU tersebut.

Menko Perekonomian juga menjelaskan: Presiden memerintahkan 40 (empat puluh) peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang bersifat delegatif harus selesai dalam waktu satu bulan. Terdiri dari 35 (tiga puluh lima) Peraturan Pemerintah dan 5 (lima) Peraturan Presiden.

Komisi Informasi Pusat dalam rilisnya telah menekankan pentingnya untuk mengindahkan Hak Azazi dan Hak Konstitusional warga negara atas informasi, termasuk dan tidak terbatas pada hak atas informasi dan partisipasi dalam penyusunan peraturan turunan UU Cipta Kerja.

Pasal 28 F UUD NRI 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008) beserta seluruh aturan turunannya memberikan kewajiban kepada regulator untuk membuka akses seluas-luasnya kepada publik dalam penyusunan sebuah regulasi, baik akses sekedar untuk tahu maupun akses untuk menyampaikan pandangan terkait substansi sebuah peraturan.

Penulis terus terang saja belum bisa membayangkan, bagaimana dalam kondisi seperti sekarang ini, di mana masih terdapat dinamika yang cukup dinamis di tengah-tengah masyarakat terkait UU Cipta Kerja, pemerintah dapat secara optimal memenuhi hak masyarakat untuk tahu dan dilibatkan dalam menyusun 40 (empat puluh) aturan turunan UU Cipta Kerja sebagaimana diamanahkan Pasal 28F UUD NRI 1945 dan UU 14/2008 dalam waktu satu bulan.

UU Pertama yang diamandemen oleh UU Cipta Kerja adalah UU 26/2007 tentang Penataan Ruang saja mendelegasikan 9 (sembilan) PP. Sementara sebelum masuk pada pengaturan perubahan UU, terdapat 2 (dua) PP yang harus dirumuskan juga, dari total 40 peraturan yang bersifat delegatif tersebut.

Penulis coba tuliskan di bawah ini 11 (sebelas) PP yang harus dikeluarkan tersebut.

Pertama. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Perizinan Berusaha berbasis resiko (Pasal 7, 8, 9, dan 10) serta tata cara pengawasannya (Pasal 11);

Kedua. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penyelesaian ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata ruang dan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah (Pasal 17 terkait perubahan pasal 6 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Ketiga. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan Penyelenggaraan Penataan Ruang (Pasal 17 terkait perubahan pasal 8 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Empat. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tugas dan Tanggungjawab penyelengaraan Penataan Ruang (Pasal 17 terkait perubahan pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Lima. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang (Pasal 17 terkait perubahan pasal 14 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Enam. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tata cara penyusunan tata ruang yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah (Pasal 17 terkait perubahan pasal 17 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Tujuh. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan rencana detil tata ruang (Pasal 17 terkait perubahan pasal 18 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Delapan. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 17 terkait perubahan pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Sembilan. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perolehan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan tata cara pemberian ganti kerugian yang layak (Pasal 17 terkait perubahan pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Sepuluh. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penataan ruang kawasan pedesaan (Pasal 17 terkait perubahan pasal 48 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Sebelas. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang (Pasal 17 terkait perubahan pasal 65 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang);

Bisa dibayangkan betapa luasnya kepentingan masyarakat yang akan diatur dalam 11 (sebelas) PP di atas, apalagi dalam keseluruhan aturan turunan UU Cipta Kerja tersebut.

Sehingga, sekali lagi penulis menekankan, pemerintah tidak bisa tidak, semestinyalah berusaha semaksimal mungkin membuka ruang lebih luas dalam rangka memenuhi hak masyarakat atas informasi dan hak masyarakat untuk berpertisipasi dan didengar yang telah dijamin Konstitusi dan Hukum dalam penyusunan 35 (tiga puluh lima) PP dan 5 (lima) Perpres turunan UU Cipta Kerja tersebut.

Bukankah pada akhirnya seluruh peraturan perundangan-undangan yang dibuat sebesar-besarnya dipersembahkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia?.

Sehingga tidak ada alasan dan sudah sepantasnya seluruh elemen masyarakat dilibatkan dan didengar dalam seluruh tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan, termasuk dan tidak terbatas dalam penyusunan PP dan Perpres sebagai aturan turunan dari UU Cipnaker.

Semoga demikian adanya, amiin. Terima kasih. (***)

Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI / Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PP KBPII

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version