Opini Redaksi Tamu

Salah samek #4 : Puncak corona vs kelonggaran PSBB

Published

on

Jakarta, koin24 – Penulis termasuk dalam kelompok orang yang percaya dengan statemen-statemen resmi yang dikeluarkan pemerintah terkait Corona dengan tetap mencoba menjaga daya kritis.

Penulis percaya ketika hari Jum’at, 17 April 2020, Wiku Adisasmito, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan puncak Corona di Indonesia dimulai Mei sampai Juni dengan jumlah positif terinfeksi diprediksi 106.000,- (Seratus enam ribu) orang.

Sehingga, menurut cara berfikir sederhana penulis, pada bulan Mei-Juni itu pulalah saat di mana Pengendalian Sosial Berskala Besar (PSBB) dijalankan dengan puncak keketatan dan kedisiplinan pula.

Tentu saja penulis heran dan terkaget-kaget alang kepalang, sambil memeriksa pada titik mana kesalahan berfikir penulis, kenapa justru statemen-statemen pemerintah di media beberapa hari terakhir ini lebih didominasi oleh relaksasi PSBB, pelonggaran transportasi umum, pesawat mulai menjual tiket, kereta api mengikuti menyiapkan penjualan tiket, bus boleh beroperasi kembali.

Dan terakhir pernyataan Ketua Gugus Tugas Covid-19 yang bikin heboh jagat raya dunia Medsos, masyarakat yang berumur 45 tahun ke bawah boleh beraktifitas kembali.

Sepengetahuan penulis, tiap pagi dan sore yang bedesak-desakan di Conuterline Jabodetabek itu mayoritas ya umur 45 tahun ke bawah itu.

Pertanyaannya adalah benar ndak sih puncak pandemi Corona di Indonesia jatuh pada Mei-Juni dengan prediksi 106.000,- (Seratus enam ribu) orang terinfeksi?

Kalau iya, kok yang dipikirkan dan kebijakan yang dikeluarkan bukan bagaimana mengendalikan agar puncak itu segera turun?

Kok malah yang dipikirkan dan kebijakan yang dikeluarkan malah melonggarkan. Bukankah melonggarkan PSBB dan interaksi antar manusia pada fase puncak Corona justru akan meningkatkan resiko penularan?

Harusnya informasi yang seperti ini dikelola dengan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sebagai Hak Azazi, Hak Konstitusional, dan Hak Hukum masyarakat sebagaimana diamanatkan Pasal 28F UUD NRI 1945, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan aturan turunannya.

Masyarakat berhak mendapat informasi penanganan Virus Corona ini yang mudah dipahami dan dapat dicerna oleh akal sehat keterkaitan antara informasi yang satu dengan informasi yang lainnya.

Semisal : sulit mencerna oleh akal sehat, logika berfikir di mana pada puncak pandemi Corona justru kebijakan yang diwacanakan dan ditelurkan adalah pelonggaran

Sejauh ini, penulis hanya bisa memahami ini dan menyimpulkan : Betul-betul #SalahSamek

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version