Opini Redaksi Tamu

Sekeluarga mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #5: Memilih RSDC Wisma Atlet

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Kepala Bagian Umum Sekretariat KI Pusat, Ibu Nunik, memberikan beberapa alternatif tempat perawatan pasca penulis terkonfirmasi positif Covid-19: Isolasi mandiri di apartemen dinas, isolasi mandiri di hotel, dirawat di rumah sakit umum, atau dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran Jakarta.

Ke semua alternatif tersebut sudah dikonsultasikan dengan dr. Lutfi, Kepala Klinik Pratama Kemenkominfo, dan dengan Kepala Biro Keuangan Kemenkominfo, Bapak Sigit Nugroho. Tentunya semua itu di bawah koordinasi Sekretaris Sekretariat KI Pusat, Bapak Munzair.

Penulis minta waktu untuk mempertimbangkan semuanya. Penulis merasa perlu untuk dirawat di tempat yang menurut penulis akan memperkecil peluang penularan kepada orang lain dan memperbesar peluang untuk melakukan ikhtiar kesembuhan.

***

Satu hal yang penulis jadikan patokan dalam memutuskan tempat perawatan: harus berdasarkan pendapat orang yang mengerti atau pendapat ahlinya. Dan karena itu penulis memposisikam diri sebagai orang yang tidak mengerti atau sekurang-kurangnya kurang tepat pemahamannya.

Itulah cara pandang yang tepat menurut hemat penulis bagi orang awam tentang dunia medis, seperti penulis, dalam menghadapi situasi terpapar dan positif Covid-19. Serahkan keputusan pada ahlinya. Kenapa? Karena perawatan Covid-19 tidak hanya tentang bagaimana menegatifkan diri dari virus corona namun yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pada saat bersamaan dapat melindungi organ vital, khususnya paru-paru, dari kerusakan yang lebih parah. Menurut penulis hanya ahlinya yang bisa memutuskan ini.

Apalagi yang dihadapi adalah sebuah pandemi yang bersifat global yang sudah meluluh lantahkan segala sektor kehidupan. Jangankan obat bahkan vaksin saja masih dalam tahap penelitian dan uji coba. Realitas ini tentu lebih lagi harus memerlukan pandangan ahli untuk membuat keputusan, termasuk keputusan kualifikasi tempat perawatan.

***

Setelah berkonsultasi dengan beberapa teman dokter dan ahli epidemi yang menurut pandangan penulis mengerti situasi yang penulis hadapi, penulis sampai pada beberapa kesimpulan.

Pertama. Belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan Covid-19. Kesembuhan didapatkan dari imun tubuh penderita. Sehingga yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan atau meningkatkan imun tubuh.

Kedua. Sejauh ini imun tubuh belum dapat ditingkatkan dengan vaksin karena vaksin belum ditemukan. Sehingga cara yang paling efiktif meningkatkan imun adalah: 1. Menjaga pola makan yang dikenal dengan Tinggi Protein Tinggi Kalori (TPTK), 2. Istirahat yang cukup, 3. Ketenangan pikiran dan kejiwaan, 4. Olahraga yang teratur dan terukur, 5. Berjemur sinar matahari pagi yang cukup.

Ketiga. Sangat penting selalu berada dalam pengawasan ahli untuk memantau perkembangan secara ‘day to day’ guna, jika diperlukan, mengambil tindakan medis yang terukur secara cepat, seperti pemberian obat maupun tindakan darurat medis karena dampak masuknya virus pada organ-organ vital.

Seorang teman memberikan pandangan : pilihlah tempat perawatan yang memungkinkan perkembangan dampak karena terinfeksi virus Covid-19 terhadap organ-organ vital bagian dalam tubuh dapat dipantau secara periodik oleh ahlinya agar bisa diminimalisir dampak negatifnya.

Tiga pertimbangan itulah yang mendominasi pemikiran penulis saat membuat keputusan tempat perawatan.

***

Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum tentu tidak hanya melayani pasien positif Covid-19, pelayanan terhadap pasien dengan keluhan kesehatan lain tetap berjalan normal seperti sebelum ada pandemi Covid-19.

Implikasinya tentu saja pada perlakukan ketat terhadap lokasi perawatan maupun pasien Covid-19 itu sendiri. Semua pasien Covid-19 tentu akan ditempatkan di lantai khusus dan tidak diijinkan keluar masuk lantai khusus tersebut.

Bahkan terbesit dalam benak penulis sebuah pertanyaan, apakah seluruh pasien untuk semua tingkatan gejala, minus gejala yang memerlukan ruang ICU, akan ditempatkan dalam ruangan yang sama?. Pasien lama yang boleh jadi sudah tahapan mau sembuh dengan pasien baru yang virusnya masih sangat kuat dan aktif akan ditempatkan dalam ruangan yang sama?.

Sampai hari ini pun penulis belum mendapatkan jawaban pasti atas pertanyaan ini sehingga dalam mengambil keputusan penulis memilih asumsi yang membuat penulis merasa nyaman. Asumsi itu sengaja tidak penulis tuliskan di sini. Pembaca yang budiman tentu dapat menebak-nebaknya.

Pertanyaan lainnya yang muncul adalah apakah kalau dirawat di Rumah Sakit Umum penulis dapat berolahraga dan berjemur pagi? Bukankah olahraga dan berjemur sinar matahari pagi sangat bagus dan penting untuk membantu perbaikan metabolisma dan meningkagkan imun pasien positif Covid-19?

Penulis juga tidak dapat menemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut. Bayangan yang muncul dalam benak penulis didominasi oleh bayangan model perawatan umum di Rumah Sakit : tertidur di tempat tidur, beraktifitas di kamar perawatan kalau dapat kamar, beraktifitas ala kadarnya di samping tempat tidur jika tidak dapat kamar, mendapatkan obat, dan mendapatkan visitasi berkala petugas kesehatan.

Pandangan penulis tentang Rumah Sakit Umum di atas membawa penulis pada keputusan untuk mencari informasi alternatif tempat perawatan lain sebelum membuat keputusan.

***

Isolasi madiri di apartemen dinas

Pililihan lainnya adalah isolasi mandiri di apartemen dinas. Penulis sebagai Komisioner KI Pusat yang berasal dari luar Jabodetabek memang disediakan fasilitas tempat tinggal oleh negara.

Tentu saja opsi ini tidak akan penulis pilih. Terlalu berbahaya bagi penulis dan lebih-lebih lagi lebih berbahaya bagi lingkungan sekitar, sesama penghuni apartemen.

Penulis sendirian di apartemen dinas. Keluarga di Wonogiri, Jawa Tengah. Sementara dinamika perkembangan perawatan kesehatan pasien akibat positif Covid-19 sangat dinamis yang memerlukan penilaian dan tindakan segera dari ahli setiap ada dinamika baru pada diri pasien. Itu baru tentang perawatan medis.

Penulis pun mempertimbangkan faktor penunjang seperti makanan. Tidak saja bagaimana pengadaan makanan, mulai dari bahan baku sampai memasak, namun jauh lebih penting adalah tentang komposisi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi, protein, dan kalori seimbang khusus bagi penderita positif Covid-19.

Pertimbanhan terakhir inilah yang merupakan persoalan utama bagi pasien positif Covid-19 isolasi mandiri, apalagi tinggal sendirian seperti penulis. Kebutuhan asupan makan dengan protein tinggi dan kalori tinggi pastilah sulit disajikan secara terukur dan teratur kepada yang menjalani isolasi mandiri di rumah, apalagi kalau tinggalnya sendirian seperti penulis.

Ada memang opsi beli makanan dari luar melalui aplikasi digital. Namun ini benar-benar opsi yang sudah penulis blok sama sekali. Opsi ini mengharuskan penulis turun naik di lift apartemen setiap pemesanan. Sangat berbahaya. Sangat berpotensi menulari penghuni apartemen lain. Dan apa iya penulis punya tenaga cukup untuk tiap hari turun naik juga?

Bahkan kalau pun penulis tinggal bersama keluarga, tidak sendirian, penulis tetap disarankan teman tersebut untuk tidak memilih opsi isolasi mandiri di rumah kecuali, setidak-tidaknya, CT hasil swab PCR sama dengan atau lebih besar dari 35. Penulis diingatkan juga tentang keputusan Pemda DKI untuk tidak ada isolasi mandiri di rumah pada tahap awal terinfeksi.

Kalau hanya ada dua pilihan tersebut, Rumah Sakit Umum atau isolasi mandiri di rumah, penulis akan memilih Rumah Sakit Umum.

Sebelum mengambil keputusan akhir, penulis masih mempertimbangkan 2 (dua) aternatif lain : Isolasi mandiri di hotel dan masuk RSDC Wisma Atlet

***

Isolasi mandiri di hotel

Penulis tidak punya gambaran sedikit pun bagaimana isolasi mandiri di hotel tersebut. Apakah sama dengan isolasi mandiri di rumah? Atau hotel disulap menjadi semacam rumah sakit khusus untuk pasien Covid-19?

Sampai penulis harus mengambil keputusan, informasi tentang isolasi mandiri di hotel ini belum cukup memberikan gambaran yang utuh kepada penulis, khususnya terkait gambaran kelengkapan peralatan dan petugas medis.

Bayangan penulis sama dengan pilihan isolasi mandiri di apartemen dinas. Namun segala keperluan non medis sudah disiapkan pihak hotel, mulai dari makan dan lain sebagainya.

Dan pertanyaan tentang tempat berolahraga dan berjemur sinar matahari pagi juga tidak menemukan jawaban.

Opsi ini penulis pilih untuk dipertimbangkan jika opsi Rumah Sakit Umum tidak dapat, baik karena kapasitas rumah sakit penuh maupun karena BPJS kelas 1 penulis tidak bisa mengcover. Walaupun penulis pimpinan Lembaga Negara Non Struktural (LNS), penulis tidak mendapatkan asuransi kesehatan selain BPJS kelas 1 yang sebelumnya sudah penulis dapat juga karena istri PNS di Pemkab Wonogiri.

***

Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet.

Pilihan keempat yang menjadi alternatif perawatan adalah RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Lokasinya tidak sampai 30 (tiga puluh) menit jalan kaki dari apartemen dinas penulis.

Alhamdulillah penulis mengikuti berita proses penetapan Wisma Atlet sebagai RSDC, berita perkembangan persiapannya, sampai berita peresmian oleh Presiden Joko Widodo. Penulis juga bisa mendapatkan gambaran RSDC Wisma Atlet dari beberapa teman sehingga penulis mendapatkan gambaran yang relatif utuh tentang RSDC Wisma Atlet Kemayoran.

Pertama. Ada beberapa tower yang difungsikan sebagai RSDC. Setiap tower digunakan untuk spesifikasi pasien yang berbeda. Ada tower khusus untuk yang hanya menjalani isolasi mandiri Orang Tanpa Gejala (OTG). Ada yang khusus untuk pasien yang berstatus cormobid atau penyakit penyerta seperti diabetes, jantung, dan lain sebagainya.

Kedua. Sesuai namanya, RSDC Wisma Atlet hanya merawat pasien positif Covid-19, tidak ada pasien dengan penyakit lain kecuali yang cormobid tadi.

Ketiga. Seluruh dokter, tenaga medis, obat-obatan, termasuk petugas gizi, petugas phsikologi dan petugas memasak makanan serta fasilitas peralatan kesehatan semuanya diperuntukan hanya untuk menunjang proses penyembuhan pasien positif Covid-19.

Keempat. Semua petugas, mulai dari dokter, perawat, ahli gizi, ahli phsikologi, bahkan cleaning servive sudah dilatih khusus untuk penanganan pasien positif Covid-19 dalam segala situasi, termasuk situasi darurat medis yang sangat gawat sekali pun.

Kelima. Seluruh fasilitas untuk meningkatkan daya imun pasien tersedia. Taman untuk berolahraga dan berjemur tersedia luas. Lantai khusus untuk berolahraga dan berjemur tersedia luas di tiap tower. Ahli gizi, ahli phsikologi, ahli memasak yang setiap saat hanya khusus mencurahkan pikiran dan tenaganya tentang penyakit dan pasien positif Covid-19.

Keenam. Semua biaya gratis ditanggung negara. Semua pasien, tidak peduli latar belakang jabatan, pekerjaaan, status sosial, dan ekonomi diperlakukan sama. Kualitas makanan, obat-obatan, dan perawatan sama semua sesuai dengan keadaan medis masing-masing. Misal seluruh pasien cormobid diperlakukan sama.

***

Baik karena pertimbangan subjektif maupum pertimbangan objektif. Dari keempat opsi di atas pilihan paling rasional bagi penulis adalah dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakata Pusat. Akhirnya penulis, istri, dan anak-anak serta pihak kantor sepakat penulis dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta Pusat.

Ibu Nunik segera dengan sigap menindaklanjutinya dengan berkoordinasi dengan Kepala Klinik Pratama Kominfo, dr. Lutfi. Selanjutnya berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Puskesmas yang akan mengurus administrasi dan mengantar masuk RSDC Wisma Atlet.

Setelah penulis dirawat di RSDC Wisma Atlet sampai penulis dinyatakan sembuh dan diperbolehkan beraktifitas seperti sedia kala kembali, penulis mendapatkan perawatan maksimal dan luar biasa. Tidak saja profesional namun juga teramat sangat manusiawi.

Penulis sangat berterima kasih karenanya. Rasa terima kasih yang tanpa sadar ternyata sangat emosional. Rasa terima kasih yang setiap mengingatnya membawa air mata kebahagian dan air mata syukur menetes dari mata penulis.

Bagaimana proses perawatan di RSDC Wisma Atlet yang luar biasa, profesional, dan manusiawi itu, insya Allah akan penulis tulis dalam tulisan tersendiri.

Semoga bermanfaat.

Bersambung ke….. “Dibentak Doni Monardo saat baru saja dinyatakan positif Covid-19”. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version