Politik

Top Opinion Leader Parlemen Puan Maharani Ratu Opini

Published

on

Hasil riset INSIS menunjukkan Puan Maharani sebagai Top Opinion Leader.

Jakarta, koin24.id- Bambang Soesatyo dan Puan Maharani menjadi top opinion leader anggota parlemen. Keduanya mampu memaksimalkan posisi mereka sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR di ruang media massa. Selain itu, keduanya mampu mengapitalisasi momentum dan isu yang mengemuka dan menjadi bahan perbicangan awak media massa.

Hasil kajian riset data media monitoring Institut Riset Indonesia (INSIS) selama Oktober hingga Desember 2019 menunjukkan, Bambang Soesatyo muncul di 485 publikasi dan Puan Maharani di 270 publikasi. Di belakang mereka, ada politikus Partai Gerindra Sufmi Ahmad Dasco yang muncul 239 kali. Lalu, politisi PPP, Arsul Sani 221 publikasi.

“Jika kita perhatikan data, maka wajah top opinion leader parlemen pada tri semester pertama dihuni oleh elit pimpinan MPR dan DPR. MPR ada Bambang Soesatyo dan Arsul Sani. Wajah DPR diwakili Puan Maharani dan Sufmi Ahmad Dasco. Ini given atau terjadi secara alamiah,” buka Peneliti INSIS Wildan Hakim di Jakarta, kemarin (8/02/2020).

Dari data INSIS diketahui, politikus Gerindra Ahmad Muzani juga masuk ke dalam jajaran opinion leader dari cluster pimpinan MPR. Muzani muncul di 163 publikasi. Disusul politikus PKB, Jazilul Fawaid yang muncul di 157 publikasi. Dari PKS, Hidayat Nur Wahid muncul di 148 publikasi. Sedangkan opinion leader cluster pimpinan DPR, ada dari Golkar, Azis Syamsuddin, 148 publikasi. Di luar cluster tersebut munculnya dua nama yakni politikus Gerindra, Fadli Zon. Bekas Wakil Ketua DPR itu dikutip pernyataannya di 159 publikasi. Berikutnya politikus PKS, Mardani Ali Sera yang muncul di 155 publikasi.

Jika data dibaca lebih mendalam maka praktis Puan Maharani menjadi Ratu Opini. Karena, ia satu-satunya perempuan yang menyelinap di antara para opinion leader laki-laki. Jabatan yang diemban Puan Maharani sebagai Ketua DPR menjadikannya sebagai magnet bagi pekerja media. “Tak ubahnya seperti Lara Croft. Dia punya segala tools. Di kelembagaan PDI Perjuangan dan DPR, dia menjadi elit. Memang, di setiap periode, Ketua DPR itu jabatan yang sangat strategis dan dituntut bisa merespon beragam isu-isu nasional secara cepat,” urai Wildan yang juga akademisi di Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Al Azhar Indonesia.

Wildan mengingatkan, Puan Maharani bisa meniru Ketua MPR Bambang Soesatyo yang terlihat punya kinerja komunikasi politik mumpuni di media massa. Meski tak lagi menjabat Ketua DPR, Bamsoet terlihat aktif mengomentari isu-isu politik yang menyita perhatian media massa. Ini dapat dilihat dari selisih frekuensi kemunculan antara Puan dan Bamsoet yang terbilang sangat jauh.

INSIS mencatat, dari lima Pimpinan DPR yang kerap muncul di pemberitaan media massa, politikus Partai Nasional Demokrat Rachmad Gobel menjadi nama yang paling sedikit dikutip media massa. Politikus yang juga pengusaha ini hanya disebut sebanyak 72 kali. Sedangkan Muhaimin Iskandar dikutip pernyataannya sebanyak 75 kali.

Menurut Wildan, kemunculan nama Rachmad Gobel dalam jajaran five opinion leader Pimpinan DPR tergolong menarik. Mengingat, Gobel merupakan politikus baru yang berhasil masuk ke Senayan melalui Partai Nasdem. Nasdem sendiri jika dilihat dari perolehan kursinya di DPR hanya menempati posisi ke-4. Bila dibuat perbandingan, kemunculan Rachmad Gobel hanya tipis dengan Muhaimin Iskandar yang sudah lama malang melintang di panggung politik nasional. “Gobel dikutip pernyataannya sebanyak 72 kali dan Cak Imin dikutip 75 kali. Hanya beda 3 angka,”.

Dalam pengamatan Wildan Hakim, temuan menarik dari data kali ini adalah kemunculan para politikus anyar dari Partai Nasdem. Rachmad Gobel, Lestari Moerdijat, dan Willy Aditya menjadi tiga nama yang terbilang sering dikutip oleh media massa. Secara berurutan ketiganya disebut sebanyak 72, 62, dan 50 kali dalam sejumlah tema publikasi.

“Frekuensi pengutipan ketiga politikus Nasdem ini memang belum setinggi politikus dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Gerindra. Namun, angka-angka di atas bisa menjadi data awal untuk menjelaskan bahwa politisi baru Partai Nasdem sudah unjuk komentar dan dikenal baik oleh media. Penting diingat, kemunculan di media massa ini bisa menjadi indikator kinerja komunikasi politik mereka,” papar Wildan Hakim.

Peneliti Senior INSIS, Dian Permata mengatakan, potret awal evaluasi kinerja komunikasi politik ini dapat menjadi bahan evaluasi citra kelembagaan MPR dan DPR, partai politik, hingga pada unit analisis aktor yakni anggota DPR itu sendiri. Pada seorang anggota parlemen ada empat citra yang melekat. Sebagai anggota wakil rakyat di dapil, sebagai reprentasi anggota partai politik, sebagai representasi anggota DPR dan MPR.

“Jika ruang publikasi ini tidak dimaksimalkan maka akan menyulitkan si politikus, partai, pemilihnya, hingga pada praktisi atau akademisi seperti NGO. Untuk terakhir, pada aspek keterbukaan dan akuntabilitas. Jangan sampai ada anggapan, ada isu dibahas ruang parlemen namun publik tidak pernah dengar maupun diajak untuk berpartisipasi. Jadi, citra, agenda setting partai politik, dan agenda publik, kawin di tema-tema isu yang dipublikasikan anggota DPR di media massa”

Dian yang juga menjadi Tim Pakar UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 memberikan contoh pada tema Omnibus Law. Tema ini kali pertama dimunculkan oleh Presiden Joko Widodo. Tema ini kerap direpetisi oleh menteri-menteri pemerintahan Jokowi-Ma’ruf di media massa. Bila dianalisis, terlihat adanya agenda setting pemerintah di DPR untuk tema tersebut. Karena itu, kita harus melihat siapa saja aktor dan partai politik di DPR yang memerhatikan agenda setting pemerintah di ruang media massa pada tema tersebut.

“Melalui cross data analysis bisa dibaca, bahwa Gerindra, Golkar, dan PKB menjadi partai yang paling sering muncul di publikasi membahas tema seperti ini. Sedangkan PDI P, Nasdem, PPP berada di belakangnya. Dari data ini saja saja sudah terlihat komunikasi politik dan agenda setting partai politik dan pemerintah. Relasi kuat datanya ada di situ.”

Kajian riset seputar Top Opinion Leader Pimpinan Parlemen ini menggunakan teknik media monitoring. Ada enam media massa yang dijadikan basis data riset. Empat media cetak yakni Kompas, Koran Tempo, Koran Sindo, dan Rakyat Merdeka serta dua media siber yakni tribunnews.com dan detik.com. Data yang dicuplik adalah pemberitaan yang memuat nama dan tema anggota DPR. Waktu pengerjaan 1 Oktober hingga 30 Desember 2019. Penelitian dan analisis selanjutnya difokuskan pada lima aspek. Frekuensi artikel, tema artikel, narasumber, tanggal publikasi, dan media massa.

Sekilas Institut Riset Indonesia (INSIS)
Institut Riset Indonesia atau INSIS lahir pada 2013. Kelahiran INSIS diinisiasi sejumlah pegiat riset bidang komunikasi politik. Di masa-masa awal, INSIS banyak berkiprah untuk riset politik di Indonesia. Namun seiring kebutuhan riset di Indonesia, INSIS mulai mengembangkan riset berbasis mahadata (big data) dari pemberitaan di media online dan media cetak. INSIS berharap big data media monitoring ini bisa dimanfaatkan untuk beragam riset lanjutan untuk kepentingan akademik maupun industri sesuai kustomisasi yang diinginkan. INSIS bercita-cita mengembangkan budaya riset dengan metodologi yang tepat, menyajikan data secara kredibel, dan diolah secara profesional. (Mel)

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version