Opini Redaksi Koin

Webinar “Pintu Belakang UU ITE Tidak Sesuai Kemerdekaan Berpendapat”

Published

on

Alhamdulillah, meski mendadak jadi juga diskusi 90 menit gunakan Google Meet dipandu oleh wartawan senior, Penanggung Jawab Neraca Firdaus Baderi pada Minggu, 7 Juni 2020 pukul 21-00 sampai 22.30 WIB, berikut ini Pointer Diskusi :

1. Sejak UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) diberlakukan sampai Maret 2016 atau sekitar delapan tahun terdapat 138 kasus yang dilaporkan berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) dengan ancaman enam tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar.

2. Sepuluh fraksi di DPR RI pada Maret 2016 sepakat pasal tersebut menghambat kemerdekaan berpendapat karena, orang yang belum tentu bersalah sudah dapat ditahan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) seperti kasus Prita Mulyasari dan lainnya.

3. Perlu melakukan review terhadap Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE agar kemerdekaan menyatakan pendapat yang diamanatkan oleh konstitusi dapat berjalan dengan baik.

4. Perlu laksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil uji materi antara lain penerapan pasal penghinaan dan atau pencemaran nama baik diselaraskan dengan pasal dalam KUHP (antara lain Pasal 310, khusus ayat (3) di mana untuk kepentingan publik dan membela diri bukan tindak pidana, untuk itu diberikan kesempatan membuktikan).

5. Pansus DPR RI mendapatkan tiga opsi atas persoalan tersebut di atas !
A. Pasal 27 ayat (3) harus tetap ada, hal ini opsi pemerintah disampaikan Menkominfo.
B. Pasal 27 ayat (3) harus dihapus karena sudah ada pada KUHP, opsi ini disampaikan DPR RI dan masyarakat pro demokrasi.
C. Pasal 27 ayat (3) tetap ada, namun ancamannya pada Pasal 45 ayat (1) yaitu enam tahun dan atau denda Rp 1 miliar diturunkan di bawah lima tahun, merujuk rekomendasi putusan MK dan menjadi jalan tengah.

6. Pleno 1 DPR RI merekomendasikan amandemen terbatas terhadap UU ITE dilanjutkan ke paripurna dan akhirnya diputuskan amandemen.

7. Hasil amandemen bukan hanya menurunkan ancaman terhadap Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) saja tetapi juga ancaman terhadap Pasal 29 Jo. Pasal 45 ayat (3) dengan ancaman 12 tahun penjara dan atau denda Rp 2 miliar.

8. Kedua delik baik tentang penghinaan dan atau pencemaran nama baik, Pasal 27 ayat (3) maupun ancaman kekerasan dan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagai mana diatur Pasal 29 sanksi hukumnya diturunkan pada UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) menjadi empat tahun dan atau denda maksimal Rp 750 juta.

9. Merujuk pada putusan MK bahwa Pasal 27 ayat (3) UU. ITE adalah delik aduan. Sementara Pasal 21 ayat (4) KUHAP terhadap tindak pidana delik aduan yang ancaman perbuatannya tidak melebihi lima tahun tak boleh dilakukan penahanan oleh Aparat Penegak Hukum, baik polisi, JPU maupun hakim.

10. Belakangan ini penahanan terhadap tersangka kasus pencemaran nama baik atau penghinaan terjadi kembali, meskipun ancaman terhadap Pasal 27 ayat (3) pada Pasal 45 ayat (3) sudah turun menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta. Ternyata APH menggunakan Pasal 36 UU ITE, yang kita bahas malam ini sebagai pintu belakang.

11. Pasal 36 berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain”. Ancamannya pada Pasal 51 ayat (2) berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

12. Ada dua rezim UU yang berbeda dalam diskusi kita malam ini :
A. Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) adalah rezim baru hasil amandemen yang sudah memasukkan pemikiran prodemokrasi termasuk putusan-putusan MK.
B. Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) adalah rezim lama.

13. Penerapan Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2) pada era UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mungkin tidak terlalu masalah karena ancaman terhadap Pasal 27 semuanya ada pada Pasal 45 ayat (1) yaitu enam tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar, dengan demikian menurut Pasal 21 ayat (4) KUHAP, APH bisa melakukan penahanan.

14. Penerapan Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2) pada era UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) menjadi masalah besar bagi demokrasi karena ancaman terhadap Pasal 27 (3) pada Pasal 45 ayat (3) turun menjadi empat tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta, dengan demikian menurut Pasal 21 ayat (4) KUHAP tidak boleh dilakukan penahanan, namun karena Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2) ancamannya masih 12 tahun penjara dan atau denda Rp 12 miliar, tersangkanya menjadi bisa ditahan.

15. APH harus hati-hati menerapkan pasal pemberat yang diatur Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2), khususnya dalam kasus Pasal 27 ayat (3) sesuai putusan MK. Jangan sampai orang yang disangkakan memenuhi unsur penghinaan dan atau pencemaran baik dilakukan penahanan ternyata putusan pengadilan tidak terbukti dan apa yang dilakukan untuk kepentingan publik atau membela diri.

# Kesimpulan, platform media terus berkembang. Pastikan persyaratan administrasi sesuai Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan jangan ada pelimpahan tanggung jawab dari Pasal 12 UU Pers kepada individu.

Platform media baru televisi streaming, jangan sampai badan hukum perusahaan bercampur dengan usaha lain sehingga dikeluarkan dari habitat perusahaan pers sehingga disidik dengan UU ITE.

APH agar perhatikan putusan MK dan upaya DPR RI merevisi ancaman pasal pencemaran nama baik atau penghinaan dengan tidak mudah menggunakan Pasal 36 sebagai pemberat Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Click to comment

Terpopuler

Exit mobile version