Opini Redaksi Tamu
Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

Published
3 years agoon

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc
Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.
Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.
Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Upaya yang dapat dilakukan perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.
Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).
Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)
*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul
Kopini Tamu
Media Konvergensi: Sebuah Solusi untuk Perkembangan Media di Indonesia

Published
3 days agoon
June 9, 2025
Oleh : Dadang Rachmat, SH
Sekjen Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat
Pilar Demokrasi Hadapi Tantangan
Jakarta, Koin24.co.id – Media, yang merupakan salah satu pilar fundamental demokrasi, sedang menghadapi tantangan yang berat. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan banyak perusahaan media dari beragam platform—cetak, digital, hingga multimedia—tutup usaha.
Keterpurukan mereka bukan disebabkan oleh ketidakrelevanan, melainkan oleh kenyataan yang semakin tidak mendukung: turunnya pendapatan iklan, tekanan dari dunia digital, dan penerapan kebijakan efisiensi oleh pemerintah yang berdampak langsung pada pendapatan media.
Ironisnya, situasi ini muncul saat masyarakat justru semakin membutuhkan informasi yang tepat dan bebas dari kepentingan. Sebuah demokrasi yang sehat membutuhkan media yang aktif, bukan yang terpuruk. Namun saat ini, kita melihat pilar ini mulai goyah.
Penyebab Krisis Media
Salah satu penyebab krisis ini adalah kebijakan pemerintah untuk efisiensi anggaran, terutama terkait belanja iklan dan sosialisasi program.
Pemerintah pusat dan daerah mulai beralih ke saluran komunikasi mereka sendiri—media sosial resmi, saluran YouTube, serta situs web lembaga. Di satu sisi, ini memang menciptakan efisiensi. Namun di sisi lain, langkah tersebut memicu dampak negatif yang besar bagi ekosistem pers nasional.
Perusahaan media kehilangan salah satu sumber pendapatan yang penting. Banyak yang tidak lagi mampu menutupi biaya operasional dan terpaksa memotong gaji, merampingkan jumlah staf redaksi, bahkan memecat jurnalis mereka. Dan kondisi ini bukan hanya dialami oleh media-media kecil, tetapi juga media besar.
Siapa Peduli Saat Media Gulung Tikar?
Ketika media tutup dan jurnalis kehilangan pekerjaan mereka, siapa yang peduli? Apakah masyarakat merasa kehilangan? Apakah pemerintah menyadari bahwa sebuah suara independen telah lenyap?
Sayangnya, kesadaran tentang hal ini masih rendah. Padahal, setiap kali sebuah media tutup, kita kehilangan kesempatan untuk mengkritik, kehilangan kontrol sosial, dan kehilangan pandangan transparansi terhadap kekuasaan. Dalam jangka panjang, ini merupakan kerugian besar bagi demokrasi dan masyarakat itu sendiri.
Media Konvergensi sebagai Solusi
Di tengah situasi yang suram ini, media konvergensi muncul sebagai salah satu solusi yang strategis. Konvergensi media adalah proses penyatuan berbagai platform—cetak, radio, televisi, digital, dan bahkan media sosial—dalam satu ekosistem yang terpadu. Ini bukan hanya terkait teknologi, tetapi juga tentang efisiensi, kerjasama, dan peningkatan daya saing.
Media konvergensi adalah proses integrasi atau penggabungan berbagai bentuk media—seperti media cetak, radio, televisi, media daring (online), dan media sosial—dalam satu sistem atau platform terpadu, baik dari sisi konten, teknologi, maupun organisasi.
Dengan konvergensi, pemilik media tidak perlu lagi mengelola banyak unit yang saling tumpang tindih. Redaksi dapat digabungkan, distribusi dapat diintegrasikan, dan konten dapat diproduksi melintasi berbagai platform. Hal ini membuka kesempatan untuk efisiensi sekaligus memperluas akses audiens dan pasar.
Konvergensi juga memungkinkan kerjasama antar perusahaan media. Di tengah keterbatasan, solidaritas menjadi kunci. Dengan bergabung dalam asosiasi, berbagi teknologi, sumber daya, dan ruang iklan, media dapat bertahan dan bahkan berkembang.
Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) hadir sebagai respons terhadap tantangan ini. AMKI mengajak integrasi media dalam semangat kolaborasi dan inovasi, sehingga pemilik dan pelaku bisnis media bisa mempertahankan keberadaannya, menciptakan model bisnis baru, dan terus menjalankan perannya sebagai pengawal demokrasi.
*Penutup*
Perubahan tidak dapat dihindari. Namun, krisis dapat dihadapi dengan strategi yang tepat. Media konvergensi merupakan alternatif yang logis dan realistis di tengah tantangan yang menerpa industri media saat ini.
Sudah saatnya pemilik media, pemerintah, dan masyarakat memahami bahwa menyelamatkan media bukan hanya soal menyelamatkan bisnis, tetapi juga melindungi demokrasi.
Media konvergensi bukan pilihan,tapi keharusan. Bersama AMKI, mari bangkit dan berinovasi.
Kopini Tamu
Ketika Jurnalisme Tak Lagi Menarik: Renungan Menurunnya Minat Generasi Muda terhadap Jurusan Jurnalistik

Published
1 month agoon
May 1, 2025
Oleh : Dadang Rachmat
Sekjen Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat – Pimred Mitrapol
Jakarta, Koin24.co.id – Setiap tanggal 2 Mei, Bangsa Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional, sebagai penghormatan kepada Ki Hajar Dewantara, Pelopor Pendidikan Indonesia yang mengedepankan kemanusiaan. Namun, dalam era sekarang, pendidikan tidak lagi menjadi sekadar tanggung jawab guru dan sekolah, melainkan menjadi tugas kolektif semua elemen bangsa, termasuk wartawan. Pers dan dunia pendidikan memiliki misi yang sejajar: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai penyampai informasi dan penjaga nalar publik, wartawan memiliki peran yang krusial dalam mendukung pendidikan nasional. Melalui berbagai bentuk pemberitaan, mulai dari berita, opini, laporan investigasi, hingga rubrik edukatif, wartawan berkontribusi dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya pendidikan. Banyak perubahan kebijakan pendidikan yang dihasilkan berkat dorongan opini publik yang dipicu oleh laporan media.
Di tengah derasnya arus informasi yang tak pernah berhenti, profesi wartawan seharusnya menjadi salah satu yang paling relevan di era digital saat ini. Namun, alih-alih meningkat, minat generasi muda untuk menempuh pendidikan di jurusan jurnalistik justru mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini adalah sebuah ironi yang menyedihkan: di saat kebutuhan akan jurnalisme berkualitas semakin mendesak, calon-calon jurnalis semakin sulit ditemukan.
Data dari berbagai perguruan tinggi mengungkapkan penurunan drastis jumlah pendaftar jurusan jurnalistik dalam lima tahun terakhir. Banyak siswa SMA lebih memilih jurusan yang dianggap lebih menguntungkan secara finansial, seperti teknologi informasi, bisnis digital, atau profesi baru di dunia konten seperti influencer, content creator, dan vlogger. Sayangnya, jurnalisme sekarang dipandang sebagai profesi “usang” yang kalah saing di zaman algoritma.
Padahal, jurnalisme lebih dari sekadar pekerjaan menulis berita. Jurnalisme adalah pilar demokrasi. Dalam ungkapan Walter Lippmann, seorang tokoh pers asal Amerika, “Tanpa kritik dan pelaporan yang dapat dipercaya, masyarakat akan menjadi massa yang tak berdaya.” Ini menunjukkan bahwa hilangnya jurnalis profesional berarti hilangnya mata dan telinga publik yang kritis terhadap kekuasaan dan ketidakadilan.
Lalu, apa yang menyebabkan minat ini memudar?
Pertama, citra profesi wartawan sering kali dianggap kurang menjanjikan, baik dari segi finansial maupun prestise. Banyak generasi muda melihat wartawan sebagai pekerjaan yang berisiko tinggi dengan imbalan yang tak sebanding. Selain itu, industri media juga tengah menghadapi krisis, dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), upah yang stagnan, dan semakin menyusutnya ruang redaksi.
Kedua, disrupsi digital telah menggeser peran wartawan menuju tangan algoritma dan konten instan. Generasi muda, yang sudah terbiasa dengan media sosial, lebih tertarik menjadi kreator konten independen dibandingkan jurnalis yang terikat pada etika dan verifikasi. Dunia jurnalistik dianggap “kaku”, terlalu normatif, dan kalah cepat dibandingkan dunia media sosial dalam hal pencapaian dan eksposur.
Ketiga, kurangnya promosi dan pendidikan mengenai jurnalistik sejak dini. Di banyak sekolah, pelajaran menulis, berpikir kritis, dan pemahaman tentang etika media belum menjadi bagian integral dari kurikulum. Anak-anak tidak diperkenalkan pada peran penting jurnalis dalam masyarakat, sehingga jurnalistik tidak tampak sebagai jalan hidup yang mulia dan menarik.
Namun, harapan masih ada. Dunia jurnalistik justru memerlukan wajah-wajah baru: generasi muda yang peka terhadap keadilan sosial, melek digital, dan berani menyuarakan kebenaran. Profesi ini akan selalu relevan, terutama di tengah dunia yang semakin ramai oleh hoaks dan manipulasi informasi.
Kita perlu menggali kembali narasi positif tentang jurnalisme. Bahwa menjadi wartawan adalah sebuah pilihan karier yang membawa makna, bukan sekadar soal gaji, melainkan juga tentang pengabdian kepada publik, kemanusiaan, dan nilai-nilai kebenaran. Seperti yang diungkapkan Christiane Amanpour, jurnalis senior CNN, “Tugas kami adalah memberikan suara kepada yang tak bersuara dan menyampaikan kebenaran di dunia yang penuh propaganda.”
Lembaga pendidikan, organisasi profesi, dan industri media harus bersatu menciptakan ekosistem yang menarik bagi calon jurnalis. Mulai dari program pelatihan jurnalistik digital, beasiswa khusus, hingga promosi melalui media sosial yang lebih ramah dan inspiratif.
Karena jika generasi muda kehilangan minat pada jurnalisme, yang kita hadapi bukan hanya krisis profesi, tetapi juga krisis informasi, krisis keadilan, dan krisis masa depan demokrasi itu sendiri.***

Oleh: Tundra Meliala
Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat
Jakarta, Koin24.co.id – Monumen Nasional, Jakarta, kembali menjadi saksi bisu sejarah. Pada Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei 2025, untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, Presiden Republik Indonesia berdiri di atas panggung yang sama dengan para pemimpin serikat buruh. Riuh tepuk tangan bergema di tengah lautan massa berbaju merah, biru, dan putih, menandai babak baru hubungan antara buruh dan negara.
Momentum ini bukan sekadar selebrasi tahunan. May Day kali ini menyimpan aroma perubahan. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyebut momen kebersamaan ini sebagai “simbol harapan baru”. Pernyataan yang terdengar sederhana, tapi punya daya ledak politik yang besar.
“Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin buruh bisa bersama Istana,” ujar Jumhur dari atas panggung. Jawabannya, menurut dia, karena Istana hari ini adalah Istana yang ingin membebaskan kaum miskin dan memulihkan martabat kaum buruh.
Ada yang berbeda dalam perayaan May Day 2025. Bukan hanya karena semarak panggung hiburan dan barisan spanduk penuh tuntutan, tetapi karena atmosfer kebijakan terasa bergeser. Presiden Prabowo Subianto tak hanya hadir, ia juga bicara langsung di hadapan buruh—dengan nada yang tegas namun bersahabat.
“Negara tidak boleh lemah dalam melindungi buruh,” ujar Presiden Prabowo. “Kita akan perkuat regulasi, kita akan tingkatkan pengawasan, dan kita pastikan setiap pekerja Indonesia hidup dengan layak.”
Ucapan itu langsung disambut gemuruh massa. Tapi di balik tepuk tangan, ada ekspektasi besar. Buruh tidak hanya menginginkan pengakuan simbolik, mereka menuntut aksi konkret.
Salah satu aspirasi penting yang disuarakan Jumhur adalah dorongan agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 188 tentang Pekerja Perikanan. Ini bukan permintaan baru, tetapi kini gaungnya terdengar langsung ke telinga presiden.
“Teman-teman buruh yang bekerja di laut menitipkan pesan agar konvensi ini segera diratifikasi menjadi undang-undang,” kata Jumhur. Di balik tuntutan itu, ada nasib ratusan ribu pekerja di kapal-kapal nelayan dan pabrik pengolahan ikan yang hingga kini masih bekerja tanpa jaminan perlindungan memadai.
Presiden Prabowo menyambut aspirasi tersebut dengan terbuka. Ia menjanjikan pembahasan cepat bersama DPR. “Kami akan pelajari dan kaji dengan serius agar perlindungan hukum bisa diperluas,” katanya. Bahasa tubuhnya tenang, tetapi suara hatinya, tampaknya, sedang menimbang tanggung jawab besar yang dibebankan rakyat kepadanya.
Namun, euforia May Day ini tetap harus dibarengi kewaspadaan. Sejumlah aktivis buruh mengingatkan bahwa kebijakan tak boleh berhenti di podium. Komitmen presiden harus diterjemahkan ke dalam tindakan nyata—revisi regulasi yang selama ini dianggap tidak berpihak pada pekerja, seperti Undang-Undang Cipta Kerja, masih menjadi tuntutan utama.
Pendekatan dialogis yang kini diambil pemerintah patut diapresiasi. Tapi dalam negara demokratis, suara kritis tetap harus dijaga. Serikat buruh harus tetap menjadi kekuatan independen, bukan sekadar mitra pemerintah yang jinak. Kolaborasi tak boleh menghilangkan daya kritis.
May Day 2025 menjadi titik balik penting. Sebuah panggung yang mempertemukan Istana dan massa pekerja bukan hanya ruang simbolik, tapi juga medan pertarungan ide. Arah kebijakan ketenagakerjaan ke depan akan ditentukan oleh seberapa serius pemerintah menjalankan komitmennya. Jika benar negara ingin memperkuat ekonomi rakyat, maka penguatan buruh—dalam upah, perlindungan hukum, dan jaminan sosial—adalah keniscayaan.
Buruh adalah rakyat. Sama seperti TNI yang berasal dari rakyat dan kembali kepada rakyat setelah purna tugas. Presiden Prabowo, yang datang dari latar belakang militer, tampaknya mengerti hal itu. Ia ingin menyatu dengan rakyat, termasuk mendengar dan merespons koreksi dari mereka. Jika ia konsisten, sejarah akan mencatat May Day 2025 sebagai awal terang bagi kaum buruh Indonesia.***

Penyidik Pidsus Kejagung Sita Aset PT Orbit Terminal Merak Terkait Dugaan Korupsi PT Pertamina

PWI Serahkan Dua Bukti Tambahan ke PN Jakarta Pusat

Menegakkan Kedaulatan Hukum atas Hak Negara di Kawasan Hutan TNTN Riau

Tim SIRI Kejagung Amankan Terpidana Alexander Rottie Perkara Pencabulan Anak

Wartawan Papua Berbagi, Salurkan Tali Kasih ke Panti Asuhan dan Ponpes di Papua

Media Konvergensi: Sebuah Solusi untuk Perkembangan Media di Indonesia

IKHROM Demak Gelar Pemotongan Hewan Kurban, 536 Bungkus Daging Didistribusikan ke Warga

Patrick Kluivert Membawa Pendekatan Taktis yang Segar bagi Timnas Indonesia

Rayakan Idul Adha, PWI Pokja Wali Kota Jakbar Potong 3 Kambing

Jaksa Agung Serahkan Hewan Qurban secara Simbolis kepada Forwaka

Jalin Diplomasi Budaya Indonesia-Rusia, Menbud Perkuat Kolaborasi dengan Indonesianis di Moskow

Kejagung Amankan DPO Awalludin Mantan Bendahara Panwaslu Kabupaten Lampung Tengah

AKBP Nopta Histaris Suzan:Semua Proses Pembuatan SIM di Satpas Polres Metro Tangerang Kota Dilayani secara Humanis dengan Kualitas Prima

Kejagung Sita Aset Rest Area KM 21 B Tol Jagorawi terkait Dugaan Korupsi dan TPPU Komoditas Timah

OC Kaligis: PWI Pusat Berhak Gugat Dewan Pers yang Bertindak Sewenang-wenang

MK Terima Audiensi Pengurus AMKI, Bahas Program Edukasi Konstitusi

Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah Temui Presiden IsDB Group, Bahas Kolaborasi Pembiayaan Sektor Perumahan

Peringati HUT ke-74 Koopsud I, Lanud Husein Sastranegara Bagikan Sembako ke Masyarakat

Jampidum Setujui 5 Pengajuan Restorative Justice Perkara Narkotika

Dari Media untuk Negeri, AMKI Pusat dan Pushubad Rancang Kolaborasi

Sarapan Subuh, ketan bumbu dan gemblong ketan

Gara-gara Covid-19 rela berbuat seperti ini
“Martabak Alul” kaki 5 yang melayani dengan berbagai jenis pembayaran
Nasi kebuli murah meriah di Bambu Apus
DIRGAHAYU TNI “SINERGI UNTUK NEGERI”
Sambutan Kapolda Metro dalam rangka Baksos Sembako 25 ton menyambut HUT ke-65 Lantas Bhayangkara
Sepenggal sejarah merah putih di tanah Papua

Pramuka Saka Wira Kartika Kodim 0505/JT bantu giat cek poin perbatasan

Ucapan Selamat Idul Fitri dari Letnan Jenderal TNI AD, Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Simak video ini soal test cepat Covid-19




Terpopuler
-
News2 months ago
Letkol Inf Harry Ismail,S.I.P. Resmi Menjabat Dandim 0501/Jakarta Pusat
-
News2 months ago
Negara Kuasai Kembali Lahan Seluas 47 Ribu Hektar di Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas
-
News2 months ago
Pelaksana Tugas Ketua PWI Jabar Tinjau Lokasi Rumah Subsidi di Kemang
-
News2 months ago
Lanud Husein Sastranegara Bentuk Karakter Generasi Muda Melalui PBB
You must be logged in to post a comment Login