Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Estimasi jumlah terpapar corona belum terdeteksi tiap provinsi dan nasional jika rapid test ideal dilakukan

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Setelah merenung sambil bolak balik memantau perkembangan berita selama dua hari terakhir, semenjak Gubernur DKI Jakarta melakukan rapat virtual dengan Wakil Presiden, dan lebih dikuatkan lagi setelah mendengar laporan Gubernur Jawa Barat kepada Wakil Presiden yang juga secara virtual, penulis memutuskan untuk menuliskan pandangan pribadi ini.

Tidak ada maksud penulis sedikitpun untuk menakut-nakuti dengan tulisan ini, atau menambah rasa takut dan khawatir di tengah rasa takut dan khawatir yang mungkin menyelimuti kita atas Pandemi Corona yang melanda negara kita tercinta, Indonesia.

Tulisan ini lebih dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan, untuk lebih meningkatkan kehati-hatian, untuk lebih meningkatkan kedisiplinan menjalankan PODIS (Pencegahan Oleh Diri Sendiri) seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Tulisan ini ditujukan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih serius memperhatikan dan melaksanakan dengan sangat sungguh-sungguh anjuran pemerintah dalam menghadapi Pandemi Corona. Entah itu anjuran menjaga jarak, anjuran mencuci tangan, anjuran berdiam di rumah, maupun anjuran untuk tidak mudik.

Penulis berkeyakinan pemerintah teramat bersungguh-sungguh menghadapi serangan Virus Corona ini sehingga sudah sepatutnya seluruh lapisan masyarakat lebih bersungguh-sungguh lagi untuk mengindahkan dan mematuhi arahan pemerintah.

Dan di atas semua itu tulisan ini penulis goreskan agar laju penyebaran Virus Corona bisa dikendalikan dan masyarakat Indonesia segera bisa terbebas dari Pandemi Corona ini.

*****

Gubernur DKI Jakarta melaporkan kepada Wakil Presiden bahwa situasi penyebaran Virus Corona di wilayah DKI Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan.

Jumlah orang meninggal dunia yang dimakamkan dengan protokol Pasien Posititf Corona sebanyak 401 (empat ratus satu) orang, sementara jumlah Pasien Positif Corona yang diumumkan Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sehari sebelumnya (1/4/2020) secara nasional sebanyak 157 (seratus lima puluh tujuh) orang.

Ada sebanyak 255,41% orang yang dimakamkan di daerah DKI Jakarta dengan protokol Pasien Positif Corona dibanding orang meninggal sebagai Pasien Positif Corona secara nasional.

Melihat data ini penulis sulit untuk tidak sepakat dengan pernyataan Gubermur DKI Jakarta bahwa tingkat penularan dan penyebaran Virus Corona sudah sangat mengkhawatirkan.

Kenapa demikian? Karena 401 (empat ratus satu) orang meninggal yang dimakamkan dengan Protap Pasien Positif Corona itu secara keilmuan bisa dipandang sebagai 9,11% dari jumlah penderita potensial yang belum terdata di seluruh DKI Jakarta.

Hal ini jika menggunakan perbandingan data terakhir yang dimumkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 antara jumlah yang meninggal dan jumlah Pasien Positif Corona terakhir (3/4/2020), yaitu 181 (seratus delapan puluh satu) orang meninggal berbanding 1.986 (seribu sembilan ratus delapan puluh enam) Pasien Positif Corona.

Dapat disimpulkan sementara bahwa jumlah potensial warga DKI Jakarta yang sudah tertular Virus Corona adalah 4.402 (empat ribu empat ratus dua) orang. Hampir lima kali lipat lebih dari jumlah data resmi Pasien Positif Corona di DKI Jakarta.

****

Gubernur Jawa Barat menyampaikan laporan kepada Wakil Presiden dengan keyakinan bahwa orang terpapar Virus Corona di Jawa Barat jumlahnya berlipat-lipat dari data resmi yang dimiliki oleh pemerintah.

Keyakinan Gubernur Jawa Barat didasarkan pada realitas hasil rapid test yang sudah dilakukan terhadap 15.000,- (lima belas ribu) orang di seluruh Jawa Barat.

Hasil rapid test menunjukan 677 (enam ratus tujuh puluh tujuh) orang positif terpapar Corona dan harus mengikuti tes lebih lanjut atau sekitar 4,51% dari jumlah rapid test yang dilakukan. Sebelumnya tidak terdeteksi sama sekali dan baru terdeteksi setelah dilakukan rapid test.

Gubernur Jawa Barat juga melaporkan kepada Wakil Presiden bahwa angka 15.000,- (lima belas ribu) yang dilakukan rapid test tersebut belum bisa digunakan untuk melihat peta penyebaran Virus Corona di Jawa Barat jika merujuk kepada Korea Selatan yang berhasil mengendalikan penyebaran Virus Corona. Korea Selatan adalah negara yang sering dirujuk oleh pemerintah Indonesia sebagai model yang hampir cocok diterapkan di Indonesia : Lakukan rapid test dan tidak lockdown.

Korea Selatan melakukan rapid test sebanyak 15.000,- (lima belas ribu) per hari dengan total keseluruhan sekitar 300.000,- (tiga ratus ribu) atau sekitar 0.6% dari jumlah penduduk.

Jumlah penduduk Jawa Barat dengan jumlah penduduk Korea Selatan hampir mirip, yaitu 48.680.000 (empat puluh delapam juta enam ratus delapan puluh ribu) menurut data tahun 2018. Namun rapid test di Jawa Barat baru dilakukan terhadap 0,031% penduduk. Untuk memotret data penyebaran Virus Corona di Jawa Barat jika mengikuti model Korea Selatan, harusnya rapid test untuk Jawa Barat adalah sebanyak 292.080 (dua ratus sembilan puluh dua ribu delapan puluh) rapid test.

Maknanya adalah rapid test yang dilakukan di Jawa Barat baru 5,14% dari yang seharusnya. Itupun mendapatkan data 4,51% dari yang melakukan rapid test positif terpapar Virus Corona.

Bagaimana jika rapid test dilakukan sesuai standar Korea Selatan, berapa estimasi penduduk Jawa Barat yang positif terpapar Virus Corona yang belum terdeteksi oleh pemerintah jika rapid test dilakukan terhadap 0,6% penduduk Jawa Barat?

Sederhananya saja menghitung untuk memproyeksikan estimasinya yaitu 100% dibagi 4,45%, sebagai prosentase positif terpapar Virus Corona hasil rapid test terhadap 15.000,- (lima belas ribu) orang yang sudah dilaksanakan, dikalikan 677 (enam ratus tujuh puluh tujuh), orang yang positif tepapar Virus Corona hasil rapid test tersebut.

Didapatkan hasil 15.011,- (lima belas ribu sebelas orang) orang yang potensial sudah terpapar Virus Corona di seluruh Jawa Barat dan belum terdata oleh pemerintah.

Rekomendasi sementara adalah kesiapan pemerintah Jawa Barat dalam menangani penduduk terpapar Virus Corona adalah pada angka 15.000,- (lima belas ribu) orang. Itupun jika pengendalian penyebaran Virus Corona bisa dilaksanakan dengan baik sebagaimana dilakukan pemerintah Korea Selatan.

Sekali lagi, melihat data dan hitung-hitungan di atas penulis tidak bisa tidak memiliki pendapat yang sama dengan Gubernur Jawa Barat, walaupun hati kecil penulis ingin sekali untuk tidak mempercayai angka-angka di atas, bahwa jumlah sebenarnya orang positif terpapar Virus Corona di Jawa Barat berlipat-lipat dari data yang ada saat ini

****

Salah satu negara rujukan utama yang digunakan untuk memilih opsi tidak lockdown dan melakukan rapid test untuk memotret dan mengendalikan penyebaran Virus Corona di Indonesia adalah Korea Selatan.

Korea Selatan melakukan rapid test setiap hari sebanyak 15.000,- (lima belas ribu) dan segera hari itu juga melakukan tindakan yang diperlukan berdasar data harian tersebut untuk mengendalikan laju penyebaran Virus Corona. Baik tindakan pengobatan kepada penduduk yang terdeteksi positif terpapar Virus Corona maupun tindakan lain seperti melakukan tracing dan tracking.

Tanpa diikuti tindakan tracing dan tracking sesegera mungkin maka penyebaran Virus Corona tetap tidak akan terkendali karena pembawa Virus Corona yang belum terdata masih berinteraksi di tengah-tengah masyarakat.

Guna dapat memotret penyebaran Virus Corona dan agar optimal dalam menahan laju penyebaran Virus Corona melalui tindakan tracing dan tracking Korea Selatan melakukan rapid test di seluruh Korea Selatan sebanyak dan terhadap 300.000 (tiga ratus ribu) penduduk dari sekitar 51 (lima puluh) juta penduduk atau sekitar 0,6% dari jumlah penduduk.

Itupun dengan catatan memerlukan kecepatan 15.000,- (lima belas ribu) orang tes per hari atau sekitar 5% rapid test perhari dari keseluruhan total rapid test, atau dengan bahasa lain tes dengan rapid test sudah harus selesai dalam kurun waktu 20 (dua puluh) hari. Setelah itu fokus menggunakan data hasil rapid test untuk melakukan tindakan pengobatan dan tindakan pencegahan penularan.

*****

Prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 sekitar 271.000.000 (dua ratus tujuh puluh satu juta) penduduk.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan jumlah alat rapid test yang didistribusikan ke seluruh Indonesia sebanyak 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu) atau sekitar 0,045% dari jumlah penduduk atau baru sekitar 7,5 % dari yang seharusnya jika menggunakan model Korea Selatan sebagai rujukan (Korea Selatan : 0,6% dari jumlah penduduk).

Idealnya rapid test di Indonesia (sekali lagi jika merujuk Korea Selatan) adalah sekitar 1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu) rapid test.

Untuk bisa menyelesaikan rapid test dalam kurun waktu 20 (dua puluh) hari, idealnya diperlukan tes sebanyak 85.000,- (delapan puluh lima ribu) rapid test setiap hari dengan sebaran yang terukur di seluruh pelosok Indonesia.

Dan idealnya juga, hasil 85.000 (delapan puluh ribu) rapid test harian tersebut segera hari itu juga ditindaklanjuti dengan pengobatan dan tindakan tracing dan tracking. Begitu seterusnya selama 20 (dua puluh) hari berturut-turut.

Kalau itu tidak dilakukan maka orang yang positif terpapar Virus Corona hasil rapid test berpotensi menyebarkan Virus Corona kepada sekitarnya. Perlu diperhatikan dengan serius bahwa orang yang dinyatakan positif terpapar Virus Corona hasil rapid test tersebut rata-rata tidak menunjukan gejala dan orangnya sendiripun tidak mengetahui dan tidak sadar kalau tubuhnya membawa Virus Corona.

Kalau itu tidak dilakukan maka siapapun yang berinteraksi dengan orang yang dinyatakan positif terpapar positif Corona hasil rapid test berpotensi terpapar juga dan berpotensi menularkan lagi ke sekitarnya. Demikian seterusnya mengikuti hukum deret ukut : 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst

Inilah fokus utama Rapid test dilakukan yaitu untuk mencegah laju penyebaran seperti deret ukur di atas, untuk mencegah penyebaran Virus Corona secara tidak terkendali di tengah-tengah masyarakat tanpa disadari oleh penyebar maupun yang terpapar.

****

DKI Jakarta telah melakukan 20.532 (dua puluh ribu lima ratus tiga puluh dua) rapid test dari idealnya 57.600 (lima puluh tujuh ribu enam ratus) tes, mengingat jumlah penduduk DKI Jakarta sekitar 9.600.000.- (sembilan juta enam ratus ribu) penduduk. Hasilnya ditemukan 428 (empat ratus dua puluh delapan) orang positif terpapar Corona atau sekitar 2,09%. Jika tidak dilakukan rapid test maka tidak akan diketahui.

Angka ini di luar data yang dimiliki pemerintah DKI Jakarta maupun pemerintah pusat. Angka ini adalah jumlah orang yang selama ini sudah terpapar dan berpotensi menularkan Virus Corona di wilayah DKI Jakarta namun masih berinteraksi secara bebas di tengah masyarakat karena memang tidak ada gejala dan tidak tahu kalau dia terpapar Virus Corona.

Berapa jumlah orang terpapar Virus Corona dan berpotensi sebagai penular Virus Corona di wilayah DKI Jakarta jika rapid test dilakukan dalam jumlah ideal?

Tentu tidak bisa dipastikan jumlahnya, bisa di atas atau di bawah angka 428 (empat ratus dua puluh delapan). Namun jika trendnya sama atau mirip, maka jika rapid test dilakukan terhadap 0,6% penduduk DKI Jakarta, dengan kata lain dilakukan 57.600 (lima puluh tujuh ribu enam ratus) rapid test, maka jumlah orang positif terpapar Virus Corona hasil rapid test bisa saja pada kisaran 1.203 (seribu dua ratus tiga) orang.

Ada 1.203 (seribu dua ratus tiga) warga Jakarta yang sangat potensial positif terpapar Virus Corona dan sangat potensial sebagai penular Virus Corona namun orangnya tidak menyadari dan masih berinteraksi seolah tidak terjadi apa-apa, setidaknya masih berinteraksi dengan anak, istri, keluarga, dan secara terbatas dengan tetangga jika yang bersangkutan disiplin Work From Home.

Jumlah yang sangat mengkhawatirkan memang. Sangat mengkhawatirkan jika memikirkan daya penularannya. Sangat mengkhawatirkan mengingat dampak laju penularannya.

****

Jawa Barat telah melakukan 15.000 (lima belas ribu) rapid test dari idealnya 292.080 (dua ratus sembilan puluh dua ribu delapan puluh ribu) tes dengan asumsi jumlah penduduk Jawa Barat sekitar 48.680.000.- (empat puluh delapan juta enam ratus delapan puluh) penduduk. Hasilnya ditemukan 677 (enam ratus tujuh puluh tujuh) orang positif terpapar Corona atau sekitar 4,51%. Jika tidak dilakukan rapid test maka tidak akan diketahui.

Sama dengan DKI Jakarta, angka ini di luar data yang dimiliki pemerintah Jawa Barat maupun pemerintah pusat. Angka ini adalah jumlah orang yang selama ini sudah terpapar dan berpotensi menularkan Virus Corona di wilayah Jawa Barat namun masih berinteraksi secara bebas di tengah masyarakat karena memang tidak ada gejala dan tidak tahu kalau dia terpapar Virus Corona.

Berapa jumlah orang terpapar Virus Corona di Jawa Barat jika rapid test dilakukan dalam jumlah ideal?

Tentu tidak bisa dipastikan, bisa di atas atau di bawah angka 677 (empat ratus dua puluh delapan). Namun jika trendnya sama atau mirip, maka jika rapid test dilakukan terhadap 0,6% penduduk Jawa Barat, sejumlah 292.080 (dua ratus sembilan puluh dua ribu delapan puluh) rapid test, maka jumlah orang positif terpapar Virus Corona hasil rapid test bisa saja pada kisaran 13.183 (tiga belas ribu seratus delapan puluh tiga) orang.

Tidaklah salah mengatakan angka tersebut merupakan jumlah yang berlipat-lipat dibandingkan data resmi yang dimiliki pemerintah, sebagaimana disampaikan Gubernur Jawa Barat kepada Wakil Presiden dalam rapat virtual hari Jum’at (3/4/2020).

Dan sangat mengkhawatirkan jika mengingat jumlah orang yang sangat berpotensi positif terpapar Virus Corona dan berpotensi sebagai penular di atas angka sepuluh ribu orang namun mereka tidak menyadarinya dan masih berinteraksi seolah tidak terjadi apa-apa dengan anak, istri, keluarga, dan secara terbatas dengan tetangga jika yang bersangkutan disiplin menjalankan Work From Home.

*****

Pertanyaan lanjutannya adalah berapa estimasi orang positif terpapar Virus Corona di seluruh Indonesia yang belum terdata dalam data pemerintah dan masih berinteraksi dengan orang sekeliling, setidaknya dengan keluarga terdekat, jika menggunakan trend hasil rapid test di DKI Jakarta sebagai estimasi bawah dan hasil rapid test Jawa Barat sebagai estimasi atas?

Berikut hitung-hitungan yang penulis lakukan, namun ini bukan data real orang terpapar Virus Corona di tiap provinsi maupun nasional.

Sekali lagi ini hanya data estimasi jika menggunakan hasil rapid test DKI Jakarta sebagai estimasi bawah (bukan terbawah) dan hasil rapid test Jawa Barat sebagai estimasi atas (bukan teratas) dan menggunakan prosentase rapid test yang dilakukan Korea Selatan terhadap jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang digunakan adalah jumlah penduduk tahun 2019 proyeksi Badan Pusat Statistik dan sebagian dari google.

Provinsi Aceh
Jumlah penduduk : 5,459 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 32.754
Estimasi bawah : 685 orang
Estimasi atas : 1.478 orang

Provinsi Sumatera Utara
Jumlah penduduk : 14,700 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 88.200
Estimasi bawah : 1.844 orang
Estimasi atas : 3.978 orang

Provinsi Sumatera Barat
Jumlah penduduk : 5,196 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 31.176
Estimasi bawah : 652 orang
Estimasi atas : 1.407 orang

Provinsi Riau
Jumlah penduduk : 7,128 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 42.768
Estimasi bawah : 894 orang
Estimasi atas : 1.929 orang

Provinsi Jambi
Jumlah penduduk : 3,677 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 22.062
Estimasi bawah : 462 orang
Estimasi atas : 995 orang

Provinsi Bengkulu
Jumlah penduduk : 2,019 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 12.144
Estimasi bawah : 254 orang
Estimasi atas : 547 orang

Provinsi Sumatera Selatan
Jumlah penduduk : 8,567 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 51.402
Estimasi bawah : 1.075 orang
Estimasi atas : 2.319 orang

Provinsi Lampung
Jumlah penduduk : 8,521 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 51.126
Estimasi bawah : 1.069 orang
Estimasi atas : 2.306 orang

Provinsi Kepulauan Riau
Jumlah penduduk : 2,242 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 13.452
Estimasi bawah : 282 orang
Estimasi atas : 607 orang

Provinsi Bangka Belitung
Jumlah penduduk : 1,517 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 9.102
Estimasi bawah : 191 orang
Estimasi atas : 411 orang

Provinsi Banten
Jumlah penduduk : 13,160 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 78.960
Estimasi bawah : 1.651 orang
Estimasi atas : 3.562 orang

Provinsi DKI Jakarta
Jumlah penduduk : 9,600 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 57.600
Estimasi bawah : 1.204 orang
Esrimasi atas : 2.591 orang

Provinsi Jawa Barat
Jumlah penduduk : 48,680 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 292.080
Estimasi bawah : 6.105 orang
Estimasi atas : 13.172 orang

Provinsi Jawa Tengah
Jumlah penduduk : 34,940 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 209.640
Estimasi bawah : 4.382 orang
Estimasi atas : 9.455 orang

Provinsi Jawa Timur
Jumlah penduduk : 39,886 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 239.316
Estimasi bawah : 5.002 orang
Estimasi atas : 10.794 orang

Provinsi D.I. Yogyakarta
Jumlah penduduk : 3,882 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 23.292
Estimasi bawah : 487 orang
Estimasi atas : 1.051 orang

Provinsi Bali
Jumlah penduduk : 4,380 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 26.280
Estimasi bawah : 550 orang
Estimasi atas : 1.186 orang

Provinsi NTB
Jumlah penduduk : 5,125 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 30.750
Estimasi bawah : 643 orang
Estimasi atas : 1.387 orang

Provinsi NTT
Jumlah penduduk : 5,541 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 33.246
Estimasi bawah : 695 orang
Estimasi atas : 1.500 orang

Provinsi Kalbar
Jumlah penduduk : 5,234 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 31.404
Estimasi terbawah : 657 orang
Estimasi teratas : 1.417 orang

Provinsi Kalteng
Jumlah penduduk : 2,769 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 16.614
Estimasi bawah : 348 orang
Estimasi atas : 750 orang

Provinsi Kalsel
Jumlah penduduk : 4,304 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 25.825
Estimasi bawah : 540 orang
Estimasi atas : 1.165 orang

Provinsi Kaltim
Jumlah penduduk : 3,600 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 452 orang
Estimasi bawah : 452 orang
Estimasi atas : 975 orang

Provinsi Kaltara
Jumlah penduduk : 716 ribu
Rapid test ideal (Korsel) : 4.296
Estimasi bawah : 90 orang
Estimasi atas : 194 orang

Provinsi Sulsel
Jumlah penduduk : 8,928 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 53.568
Estimasi bawah : 1.120 orang
Estimasi atas : 2.416 orang

Provinsi Sulbar
Jumlah penduduk : 1,405 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 8.430
Estimasi bawah : 177 orang
Estimasi atas : 381 orang

Provinsi Sulteng
Jumlah penduduk : 3,097 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 18.582
Estimasi bawah : 389 orang
Estimasi atas : 839 orang

Provinsi Sultra
Jumlah penduduk : 2,755 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 16.530
Estimasi bawah : 346 orang
Estimasi atas : 746 orang

Provinsi Gorontalo
Jumlah penduduk : 1,219 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 7.314
Estimasi bawah : 153 orang
Estimasi atas : 330 orang

Provinsi Sulut
Jumlah penduduk : 2,528 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 15.168
Estimasi bawah : 318 orang
Estimasi atas : 685 orang

Provinsi Maluku
Jumlah penduduk : 1,831 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 10.986
Estimasi bawah : 230 orang
Estimasi atas : 496 orang

Provinsi Maluku Utara
Jumlah penduduk : 1,278 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 7.668
Estimasi bawah : 161 orang
Estimasi atas : 346 orang

Provinsi Papua Barat
Jumlah penduduk : 981 ribu
Rapid test ideal (Korsel) : 5.886
Estimasi bawah : 124 orang
Estimasi atas : 266 orang

Provinsi Papua
Jumlah penduduk : 3,701 juta
Rapid test ideal (Korsel) : 22.206
Estimasi bawah : 465 orang
Estimasi atas : 1.002 orang

****

Jumlah ideal rapid test untuk seluruh Indonesia jika mengikuti Korea Selatan sebagai model adalah sekitar 1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu) rapid test.

Ada sekitar 33.676 (tiga puluh tiga ribu enam ratus tujuh puluh enam) orang hasil estimasi bawah orang positif terpapar Virus Corona di seluruh Indonesia berdasarkan hasil repid test jika mengikuti prosentase hasil rapid test DKI Jakarta (2,09%) dan itu belum termasuk data yang diumumkan pemerintah sebelum rapid test dilaksanakan .

Dan ada sekitar 72.667 (tujuh puluh dua ribu enam ratus enam puluh enam) orang hasil estimasi atas orang positif terpapar Virus Corona di seluruh Indonesia hasil rapid test jika mengikuti prosentase hasil rapid test Jawa Barat (4,51%) dan itu belum termasuk data yang diumumkan pemerintah sebelum rapid test dilaksanakan .

Tidaklah salah menurut hemat penulis jika mengasumsikan bahwa jumlah tersebut sebagai jumlah orang yang positif terpapar Virus Corona jika rapid test ideal dilakukan dan jumlah tersebut masih belum terdata dalam data resmi pemerintah, khususnya dan tidak terbatas untuk digunakan dalam merumuskan kebijakan penanggulangan penyebaran Virus Corona ke depan.

Tidaklah salah juga jika mengasumsikan bahwa jumlah tersebut adalah jumlah orang positif terpapar Virus Corona jika dilakukan rapid test ideal namum mereka belum menyadarinya sehingga mereka tetap berinteraksi sebagaimana biasanya setidaknya dengan keluarga terdekat, sehingga berpotensi sebagai penular aktif.

Terhadap mereka mereka tentu saja tidak bisa diasumsikan telah secara lebih aktif melakukan PODIS (Pencegahan Oleh Diri Sendiri) dan secara lebih disiplin melakukan isolasi mandiri.

Kenapa? Karena sebenarnya mereka merasa dan terlihat sehat-sehat saja, karena mereka tidak mengetahui apakah pernah berinteraksi dengan orang tertular Virus Corona karena memang tidak ada informasi tentang siapa saja dan di mana saja korban penderita Virus Corona tersebut yang diberikan pihak berwenang kepada mereka.

Ya, mereka tidak pernah tahu apakah pernah berinteraksi dengan korban terpapar Virus Corona sehingga kewaspadaan, kehati-hatian, dan kedisiplinan menjalankan PODIS (Pencegahan Oleh Diri Sendiri) tidak maksimal, walaupun tanpa mereka sadari mereka adalah pembawa dan penyebar Virus Corona.

****

Hasil estimasi bawah dan atas yang merujuk hasil rapid test DKI Jakarta dan hasil rapid test Jawa Barat ini bukanlah realitas sebenarnya. Bisa saja hasil rapid tes sebenarnya di bawah estimasi bawah atau di atas estimasi atas atau diantara estimasi bawah dan estimasi atas jika rapid test ideal dilaksanakan.

Hasil estimasi ini adalah hasil estimasi jika rapid test dilaksanakan secara ideal dan bukan estimasi jumlah Pasien Positif Corona. Penetapan Pasien Positif Corona memerlukan tes lanjutan setelah dinyatakan positif hasil rapid test.

Namun demikian, estimasi hasil rapid test tidak dapat diabaikan sedikitpun karena seseorang yang dinyatakan positif hasil rapid test sangat berpotensi menularkan Virus Corona kepada sekelilingnya walaupun karena satu dan lain hal, seperti daya tahan tubuh yang baik, seseorang yang dinyatakan positif rapid test bisa saja akhirnya negatif sebagai Pasien Positif Corona.

Namun bisa saja seseorang yang tertular Virus Corona dari seseorang yang positif rapid test namun negatif sebagai Pasien Positif Corona berujung sebagai Pasien Positif Corona karena daya tahan tubuh yang berbeda.

Sebagai pembanding saja, pada awalnya di Sekolah Pembentukan Perwira Setukpa Lembaga Pendidikan Polri (Setukpa Lemdikpol) Sukabumi, Jawa Barat hanya ditemukan 1 (satu) orang sebagai Pasien Positif Corona, selang beberapa waktu menjadi 7 orang Pasien Positif Corona, dan setelah dilakukan rapid test ditemukan sekitar 300 orang siswa yang positif terpapar Virus Corona padahal secara fisik tidak menunjukan gejala apa-apa.

Dan jika tidak dilakukan tindakan segera maka 300 siswa positif terpapar Virus Corona hasil rapid test tersebut dapat saja semakin parah menjadi Pasien Positif Corona dan menularkan kepada sekelilingnya dengan kecepatan penyebaran yang, meminjam istilah Gubernur DKI, sangat mengkhawatirkan, dan meminjam istilah Gubermur Jawa Barat, berlipat-lipat.

Apalagi mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, terdiri dari 5 (lima) pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil. Apalagi mengingat infrastruktur kesehatan yang sangat jauh berbeda di tiap daerah. Jika ada penular Virus Corona di suatu daerah dengan infrastruktur kesehatan kurang memadai maka akan semakin mempercepat laju penularan. Apalagi jika mengingat sosiologis masyarakat Indonesia, khususnya di pedesaan, jika ada yang sakit berbondong-bondong menengok.

***

Semoga hasil hitungan estimasi ini bisa mencambuk seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan kehati-hatian, meningkatkan upaya PODIS (Pencegahan Oleh Diri Sendiri), dan terutama meningkatkan kepatuhan untuk melaksanakan anjuran dan arahan pemerintah.

Semoga dengan demikian mata rantai penyebaran Virus Corona dapat diputus dan Pandemi Corona segera dapat diatasi di seluruh pelosok negeri tercinta, Indonesia, dan masyarakat Indonesia kembali bisa menjalani kehidupan dengan normal, allahumma amiin.

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler