Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Kebarokahan uang tabungan haji untuk penanggulangan corona?

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Syahruddin El-Fikri menulis di salah satu media nasional (Selasa, 23/10/2012) dengan judul : Mabrur Tanpa Berhaji

Selesai melaksanakan ibadah Haji, Abdullah bin Mubarok (118-181 H/726-797 M), seorang ulama asal Marwaz, Khurasan, bermimpi menyaksikan dua orang malaikat turun ke bumi. Kedua malaikat ini pun terlibat dalam perbincangan.

“Berapa banyak jamaah yang datang tahun ini?” tanya malaikat yang satu kepada malaikat lainnya.

“Enam ratus ribu orang,” jawab malaikat lainnya.

“Tapi, tak satu pun diterima, kecuali seorang tukang sepatu bernama Muwaffaq yang tinggal di Damsyik (Damaskus). Dan berkat dia, maka semua jamaah yang berhaji diterima hajinya,” kata malaikat yang kedua.

Ketika terbangun Ibnu Mubarok memutuskan mencari dan mengunjungi Muwaffaq ke Damsyik.

Setelah bertemu Ibnu Mubarok memberi salam dan menyampaikan mimpi yang didapatnya.

Mendengar cerita Ibnu Mubarok, maka menangislah Muwaffaq hingga akhirnya jatuh pingsan. Dan setelah sadar, Ibnu Mubarok memohon agar Muwaffaq menceritakan pengalaman hajinya hingga ia memperoleh predikat haji mabrur tersebut.

Muwaffaq menceritakan bahwa selama lebih dari 40 (empat puluh) tahun, dia berkeinginan untuk melakukan ibadah haji. Karenanya, dia pun mengumpulkan uang untuk itu. Jumlahnya sekitar 350 (tiga ratus lima puluh) dirham (perak) dari hasil berdagang sepatu.

Ketika musim haji tiba, ia mempersiapkan diri untuk berangkat bersama istrinya. Menjelang keberangkatan itu, istrinya yang sedang hamil mencium aroma makanan yang sangat sedap dari tetangganya. Muwaffaq pun mendatanginya dan memohon agar istrinya diberikan sedikit makanan tersebut.

Tetangganya ini langsung menangis. Ia lalu menceritakan kisahnya. “Sudah tiga hari ini anakku tidak makan apa-apa,” katanya. “Hari ini, aku melihat seekor keledai mati tergeletak dan kemudian aku memotongnya, lalu kumasak untuk mereka. Ini terpaksa kulakukan karena kami memang tidak punya. Jadi, makanan ini tidak layak buat kalian karena makanan ini tidak halal bagimu,” terangnya sambil menangis.

Mendengar hal itu, tanpa berpikir panjang Muwaffaq langsung kembali ke rumahnya mengambil tabungannya 350 (tiga ratus lima puluh) dirham untuk diserahkan kepada keluarga tersebut. “Belanjakan ini untuk anakmu. Inilah perjalanan hajiku,” ungkapnya.

Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa sesungguhnya haji adalah amal yang utama. Namun, menyantuni anak yatim, orang miskin, dan telantar merupakan amal yang lebih utama.

Karena, beribadah haji hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan menyantuni anak yatim dan memberi makan fakir miskin menjadi ibadah sosial yang manfaatnya lebih besar.

*****

Calon Jamaah Haji Indonesia (CJHI) yang sudah masuk daftar tunggu sekitar 4.300.000,- (empat juta tiga ratus ribu) jamaah

Status daftar tunggu itu artinya sudah menyetor uang sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta) rupiah per jamaah.

Sehingga uang CJHI yang tersimpan pada bank-bank dalam rekening negara sangat besar sekali jumlahnya dan oleh karenanya seratus persen dalam kewenangan negara, bahkan CJHI sendiri tidak punya keleluasaan untuk menarik dan atau membatalkan kecuali ada alasan yang sangat jelas, seperti CJHI bersangkutan meninggal dunia.

Jumlah keseluruhannya sekitar Rp. 107.500.000.000.000,- (seratus tujuh triliun lima ratus milyar rupiah).

Bandingkan dengan jumlah yang dialokasikan negara untuk memanggulangi Virus Corona bidang kesehatan : Rp. 75.000.000.000.000,- (tujuh puluh lima triliun rupiah). Lebih rendah dibanding tabungan CJHI yaitu sekitar 69,77% dibandingkan dengan tabungan CJHI.

Bandingkan dengan jumlah uang yang dialokasikan negara untuk penanggulangan Virus Corona dan segala dampaknya sekitar Rp. 405.000.000.000.000,- (empat ratus lima triliun rupiah). Didistribusikan untuk bidang kesehatan (75 triliun rupiah), jaringan pengaman sosial (110 triliun rupiah), stimulus kredit usaha rakyat (70,1 triliun rupiah), dan pembiayaan program pemulihan ekonomi (150 triliun rupiah). Jumlah tabungan CJHI sekitar seperempatnya atau sekitar 26,54%.

****

Presiden dan jajaran pemerintah penulis lihat sebisanya sudah menyampaikan kondisi keuangan negara dan bagaimana dampak Pandemi Corona terhadap perekonomian negara dan sektor lainnya.

Pertumbuhan ekonomi bisa saja pada posisi minus. Pengangguran berpotensi bertambah. Investasi diprediksi merosot. Pemasukan negara berkurang.

Menurut hemat penulis ini bukan saja masalah pemerintah lagi. Pandemi ini melanda seluruh dunia. Amerika, Eropa, China, negara-negara arab, negara kaya, negara miskin, negara setengah kaya, negara setengah miskin, semuanya sedang kalang kabut menghadapi Pandemi Corona ini.

Ini sudah menjadi masalah kita bersama sebagai sebuah bangsa dan negara. Eksistensi negara bangsa kita sedang dipersimpangan jalan. Dampak dari situasi ini akan menimpa kita semua seluruh lapisan masyarakat, akan menimpa seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Ini sudah menjadi masalah negara bangsa kita, negara bangsa yang dibangun dengan lautan keringat, lautan air mata, lautan darah, harta benda dan bahkan nyawa dari generasi ke generasi terdahulu agar kita dapat hidup sebagai sebuah negara bangsa yang merdeka.

Saat ini yang diperlukan adalah bahu membahu sesama anak bangsa. Bahu membahu untuk menyelamatkan negara bangsa kita dari segala efek negatif Pandemi Corona agar negara bangsa kita Indonesia tetap dapat menjadi negara bangsa tempat berlindung bagi anak cucu kita kelak dengan damai dan tentram.

Tanpa generasi kita bahu membahu menghadapi serangan Virus Corona yang sudah pada level pandemi ini, takutnya kita sedang mempertaruhakan kehidupan layak generasi anak cucu kita kelak.

Bahu membahu itu artinya manunggaling kawulo gusti. Bersatunya hati, pikiran, dan jiwa seluruh elemen bangsa termasuk dan tidak terbatas bersatunya hati, pikiran, dan jiwa pemerintah dan rakyat sebagai sesama anak bangsa. Semua bersatu berjibaku sesuai dengan yang bisa dilakukan dan disumbangkan untuk membantu meringankan beban negara dan bangsa.

Sumbangan pemikiran, sumbangan tenaga, sumbangan uang, sumbangan Sembako kepada sesama, sumbangan kedisiplinan menjalankan arahan pemerintah, sumbangan dan kontribusi apapun akan sangat berharga memiliki dampak positif besar dalam situasi sudah bersatunya hati, pikiran, dan jiwa seluruh anak bangsa.

****

Sebagai salah satu satu contoh saja….

Inspirasi dari cerita yang dituliskan oleh Syahruddin El-Fikri di salah satu media nasional (Selasa, 23/10/2012) di atas yang diberi judul : Mabrur Tanpa Berhaji

Mari kita sama-sama merenungkan dan bertanya dalam hati saat bermunajat pada Allah setelah sholat tahajud di sepertiga terakhir malam, di saat yang ada hanya kesunyia, di saat yang ada hanya kita dan Allah SWT

Mana yang lebih besar pahalanya, mana yang akan lebih menggetarkan Arasy Allah SWT

Mana yang akan lebih membuat Malaikat bermunajat kepada Allah SWT untuk kebaikan dunia akhirat seorang hamba, mana yang akan lebih mendekatkan kita pada kasih sayang Allah SWT, mana yang akan lebih membawa kita ke surga

Antara menyumbangkan uang tabungan yang seharusnya untuk menunaikan ibadah haji (yang sudah dikumpulkan sekian tahun) kepada negara agar negara dapat terselamatkan dari segala efek negatif Pandemi Corona dibandingkan dengan menggunakan uang tersebut untuk melaksanakan ibadah haji yang entah kapan bisa dilaksanakan?

Jawabannya tentu bisa kita tanyakan juga kepada Kyai, Syech, Buya, Tuan Guru, Habib, Ustadz, Ustazah disamping kita tanyakan kepada hati nurani kita. Atau kalau ragu-ragu masih ada jalan sholat istikarah, memohon tuntunan dari Allah SWT untuk memudahkan kita mengambil keputusan.

Seorang ahli agama pernah penulis baca tulisannya yang menyatakan bukan karena ibadahnya kita surga itu mendekat namun semata-mata karena kehendak, karunia, dan kasih sayang Allah SWT.

Siapa tahu Allah SWT yang Maha Kaya dan Maha Kuasa memperlancar jalan hidup kita setelah itu dan menyegerakan keberangkatan kita untuk berhaji ke baitullah, allahumma amiin.

*****

Pemerintah memiliki data lengkap CJHI Indonesia. Nama, alamat, tanggal lahir, nama orang tua, foto copy KK dan KTP, dan data lainnya, termasuk nomer handphone CJHI.

Jika pemerintah bersama alim ulama dapat secara bersama-sama mengimbau masyarakat untuk menggganti sholat Jum’at dengan sholat Zuhur.

Jika pemerintah dan alim ulama dapat memberikan hujjah sholat tanpa wudhu bagi petugas kesehatan yang sedang memakai Alat Pelindung Diri (APD).

Maka sudah saatnya juga, menurut hemat penulis, pemerintah dan alim ulama secara bersama-sama menyerukan ummat untuk bersama-sama menanggung beban negara.

Sudah saatnya pemerintah dan alim ulama secara bersama-sama menyerukan agar CJHI menyumbangkan keberkahan tabungannya sebagai CJHI untuk meringankan beban negara.

Ini bukan utang negara kepada CJHI yang harus dibayar negara kelak seperti kalau negara berutang ke luar negeri dengan bunga yang melilit leher negara kita, bukan, ini sumbangan CJHI kepada negara sebagai bagian dari ibadahnya kepada Allah SWT.

Pemerintah dapat menjamin bahwa CJHI yang menyumbangkan tabunga hajinya tersebut tetap berada dalam daftar sebagai CJHI. Tidak perlu menunggu terkumpulnya kembali tabungan sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) untuk tercatat dalam daftar CHJI.

CJHI yang menyumbangkan tabungannya untuk membantu negara mengendalikan Virus Corona tinggal mencicil kembali saja sampai terkumpul kembali sejumlah tabungannya sebagai CJHI tanpa khawatir kehilangan nomer antrian sebagai CJHI.

Tidak harus seluruh tabungan disumbangkan, sesuai dengan keikhlasan CJHI saja. Bisa seluruhnya, bisa tiga perempat, bisa separuh, bisa seprempat, bisa sepersepuluh, berapa saja, tanpa ada paksaan. Dan bagi yang tidak bersedia tidak boleh sama sekali diberikan stigma negatif sama sekali.

Jika usaha ini dilakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh dengan seruan dan pendekatan yang meyakinkan oleh pemerintah dan alim ulama, penulis meyakini akan banyak CJHI yang tergerak hatinya.

Tinggal diatur bagaimana Keterbukaan Informasi Publik atas pengelolaan uang tersebut. Satu rupiahpun harus jelas dan terbuka kepada CHJI bagaimana penggunaannya uang tersebut. Kapan perlu dibentuk tim khusus untuk itu yang melibatkan elemen-elemen yang terkait.

Jangan lupa, uang CJHI itu hampir bisa dipastikan uang yang halalan toyyiban, jangankan uang haram, subhatpun tidak.

Uang itu walaupun jumlah nominalnya terlihat tidak seberapa, tapi nilai kebarokahannya sangat sangat luar biasa besar.

Kebarokahnnya jika dipakai untuk riset obat anti serum Virus Corona akan memudahkan datangnya ilham ke qolbu peneliti, bukankah ilmu itu nurullah sehingga akan mudah masuk kepada sesuatu yang penuh keberkahan?

Kebarokahan itu akan meningkatkan daya imun dan daya tahan tubuh para dokter dan tenaga medis kesehatan.

Kebarokahan itu akan memudahkan para pemimpin menangkap ilham dari Allah SWT sebagai penuntun dalam membuat keputusan dan pemimpin negeri.

Kebarokahan inilah yang kita harapkan dapat menundukan keganasan makhluk Allah SWT yang bernama Virus Corona dari bumi Indonesia ini, Allahumma amiin.

Selesai.

Penulis:
Hendra J Kede
Ketua Bidang Hukum dan Legislasi Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PP KBPII) / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler