Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Presiden perintahkan ‘extraordinary’, Menteri wajib kesampingkan Undang Undang?

Avatar

Published

on

Oleh : Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Bandung lautan api. Semua yang ada dibakar. Apapun, tanpa kecuali. Rakyat mengungsi meninggalkan harta benda yang sudah dilahap si jago merah. Berkorban demi kepentingan yang lebih besar. Kemerdekaan. Demi kemenangan dari musuh yang datang menyerang.

Itulah jiwa patriotik generasi awal negara besar Indonesia yang melahirkan lagu wajib, Halo-Halo Bandung. Apapun dikorbankan demi mempertahankan bangsa dan negara yang merdeka dari serangan musuh. Nanti direbut dan dibangun kembali, setelah musuh berhasil dilumpuhkan.

***

Virus corona menyerang negeri. Kemerdekaan warga negara terenggut. Ekonomi diambang resesi. Generasi muda tidak optimal mendapat pendidikan.

Pengorbanan seperti apa yang layak kita berikan sebagai anak negeri untuk menaklukan musuh bernama virus corona ini?

Bisakah generasi kita mewarisi jiwa patriotik generasi ‘Halo-Halo Bandung’ yang mengorbankan segala sesuatu demi menaklukan musuh yang datang menyerang Kota Periangan, agar setelah kemenangan diraih, kita bisa kembali membangun Indonesia yang lebih besar, sebagai warisan terbaik untuk anak cucu?

Semisal, berkorban data pribadinya dibuka demi melindungi masyarakat dari serangan virus corona dan mengendalikan dampak serangan virus corona pada sektor strategis lainnya?

***

Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan resmi terbaru dihadapan sidang kabinet pertengahan Juni 2020 kemarin untuk dipedomani dan ditindaklanjuti oleh Menteri dan seluruh pembantu Presiden sebagai upaya memenangkan pertempuran melawan serangan virus corona.

Arahan dan pernyataan Presiden tersebut dapat dipandang sebagai perintah ‘Top Order’ yang sekaligus menunjukan level keseriusan dan kegawatan serangan virus corona dan besarnya dampak serangan tersebut pada berbagai sektor lain. Level serangan yang sangat mempengaruhi kehidupan rakyat, bangsa, dan negara secara signifikan.

Presiden Jokowi bahkan secara jelas dan tegas memerintahkan untuk mengubah ‘chanel’ dari ‘chanel ordinary’ ke ‘chanel extraordinary’, baik dalam berfikir, merumuskan rancangan kebijakan, maupun dalam bertindak.

Presiden Jokowi bahkan menyatakan akan menggunakan segala kewenangan konstitusional yang dimilikinya untuk menjalankan ‘chanel extraordinary’ ini, termasuk mengubah Undang Undang melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu), jika itu memang diperlukan.

***

Penulis memaknai pernyataan dan arahan Presiden tersebut bahwa mulai saat itu, Menteri dan Pemimpin Lembaga lain haruslah hanya fokus pada Hukum Tertinggi dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden yang lain diijinkan untuk berfikir dan merencanakan tindakan di luar ketentuan Undang Undang dan hukum positif yang berlaku saat ini.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden tidak boleh lagi berfikir dan mengatakan bahwa bahwa sebuah rencana kebijakan tidak bisa dirumuskan karena berpotensi melanggar Undang Undang ini dan Undang Undang itu. Tidak boleh lagi seperti itu, atau itu akan dipandang sebagai pembangkangan terhadap Presiden.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden yang lain hanya boleh fokus pada dua hal, yaitu :

Pertama, Hukum Tertinggi yang berbunyi ‘salus populi suprema lex esto’, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Bahkan azas hukum ini bermakna bahwa melindungi keselamatan rakyat itu hukumnya lebih tinggi dari Konstitusi sekalipun. Dengan kata lain sepanjang itu terkait perlindungan terhadap keselamatan rakyat, maka segala norma hukum positif yang ada dapat dikesampingkan.

Kedua, UUD NRI 1945. Menteri dan pembantu Presiden hanya boleh berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam UUD NRI 1945.

Hal ini tidak lepas dari fakta hukum bahwa Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk membatalkan dan membuat aturan hukum apapun sepanjang aturan hukum tersebut berada di bawah UUD NRI 1945. Semisal melalui menerbitkan Perpu.

***

Lantas bagaimana pola berfikir dan pola bekerja Menteri dan pembantu Presiden lainnya pasca arahan Presiden untuk pindah ke ‘chanel extraordinary’ tersebut?

Penulis memahami arahan Presiden Jokowi tersebut bahwa Menteri dan seluruh pembantu Presiden harus fokus untuk merumuskan rancangan langkah kebijakan yang dipandang akan memiliki dampak luas pada perlindungan masyarakat, bangsa, dan negara dari serangan virus corona dan segala dampaknya pada berbagai sektor, tanpa terbebani oleh aturan-aturan perundang undangan dan hukum positif yang ada yang sedang berlaku saat ini.

Fokus untuk merumuskan langkah kebijakan yang memiliki peluang terbesar untuk mengendalikan penyebaran serangan virus corona tanpa dibebani untuk mempertimbangkan norma-norma hukum positif yang ada sepanjang norma hukum tersebut masih di bawah konstitusi.

Fokus merumuskan langkah kebijakan yang memiliki peluang terbesar untuk mengendalikan dampak serangan virus corona ini terhadap sektor-sektor sangat strategis dan sektor strategis, baik di bidang pokitik, ekonomi, sosial, budaya tanpa dibebani untuk mempertimbangkan norma-norma hukum positif yang ada sepanjang norma hukum tersebut masih di bawah konstitusi.

Setelah rumusan langkah kebijakan tersebut dirumuskan, barulah para Menteri dan pembantu Presiden lainnya menyisir norma hukum positif mana saja yang sesuai dan tidak sesuai dengan rumusan langkah yang akan diambil tersebut.

Norma hukum yang tidak sesuai dapat diubah sesuai dengan langkah yang akan diambil.

Untuk mengubah norma hukum positif yang bertentangan dengan langkah yang akan diambil, bahkan Presiden berkenan mengeluarkan Perpu sekalipun.

***

Pejabat pertama, sepanjang pengetahuan penulis, yang sudah diketahui publik menjalankan pola sesuai arahan Presiden tersebut adalah Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo.

Penulis kutipkan pernyataan Ketua Gugus Tugas tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI pada tanggal 13 Juli 2020 lalu yang dimuat beberapa media :

“Terkait dengan data pasien, ini UU tidak izinkan data pasien dipublikasikan. Tetapi apabila data tentang siapa yang tertular Covid-19 bisa diketahui lingkungan sekitarnya akan sangat membantu sehingga masyarakat bisa menghindar”.

“Bukan mau menstigma negatif. Sekarang ini tidak ada rasanya yang anggap orang kena Covid-19 itu aib. Karena semua bisa kena. Terakhir pimpinan negara besar juga kena Covid”.

Melalui pernyataan tersebut, penulis memahami, setidaknya Ketua Gugus Tugas sudah memindahkan penanganan Covid-19 ke “chanel extraordinary” sebagaimana diamanahkan Presiden. Fokus pada Hukum Tertinggi dan Konstitusi.

Akan sangat bagus sekali jika Ketua Gugus Tugas segera menyampaikan rumusan rencana tersebut secara lengkap kepada publik dan Presiden, sekaligus mengusulkan dan menyampaikan kepada Presiden Rancangan Perpu untuk memayungi dan mendukung langkah yang akan diambil tersebut.

Hal ini perlu karena arahan Presiden, sepanjang pemahaman penulis, hanya meminta Menteri dan Pembantu Presiden laiinya untuk mengesampingkan norma hukum positif sepanjang pada tahap perumusan rencana kebijakan.

Namun pada tahap pelaksanaan tetap harus sesuai hukum positif, walaupun hukum positif tersebut dilahirkan melalui mekanisme Perpu, dan disesuaikan dengan kebijakan yang akan diambil.

***

Ada yang bertanya, bagaimana pandangan penulis dengan arahan Presiden untuk pindah ke ‘chanel extraordinary’ dan pernyataan Ketua Gugus Tugas di atas?

Penulis sepenuhnya sependapat dengan Presiden. Dan penulis sudah membuat puluhan tulisan yang mirip dengan pandangan Ketua Gugus Tugas di atas.

Namun tentu perlu pengaturan lebih detail terkait usulan Ketua Gugus Tugas yang masih bersifat umum tersebut. Perlu juga melakukan langkah-langkah strategis untuk mempersiapkan masyarakat.

Misal, perlu dilakukan usaha mengubah persepsi masyarakat secara masif, bahwa kalau anggota masyarakat menjaga jarak dan menjaga interaksi dengan pasien positif corona dan keluarganya, itu bukanlah tindakan mengucilkan, tetapi tindakan mematuhi protokol kesehatan. Toh tidak ada persoalan moralitas yang merupakan aib yang menyertai virus corona sebagaimana virus HIV?

Misal, perlu diatur lebih mendetail, data pasien yang dibuka itu apakah dipublikasi melalui media? Apa perlunya orang Aceh mengetahu data pasien positif corona yang di Papua? Apakah tidak sebaiknya data itu dibuka hanya kepada lingkungan yang potensial interaksinya dengan pasien tinggi?

Misal, perlu dikeluarkan Surat Keputusan Ketua Gugus Tugas mengkonsolidasikan Pejabat Pengelola Informasi (PPID) seluruh Kementerian dan Lembaga, termasuk Pemda, sepanjang terkait informasi penanganan virus corona, berada dalam satu jalur komando dan koordinasi, yaitu komando dan koordinasi Gugus Tugas (penulis sudah menuliskan ini dan dipublikasikan beberapa media juga).

***

Menurut hemat penulis, kemampuan Menteri dan Para Pembantu Presiden layak dinilai oleh Presiden dari sisi ini, kemampuan mengubah cara berfikir dan bekerja di ‘chanel extraordinary’.

Semoga bangsa dan negara kita tercinta, Indonesia, segera kembali pulih seperti sedua kala, dan menatap masa depan menuju negara bangsa terdepan di dunia, amiin. (***)

Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Publik RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler