Connect with us

Opini Redaksi Tamu

WHO tetapkan corona pandemi, perlindungan data pribadi pasien bisa dikesampingkan, utamakan informasi serta merta?

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menakut-nakuti apalagi membuat panik masyarakat. Namun melihat dampak yang sangat besar dan dibutuhkan kewaspadaan ekstra tinggi dari masyarakat untuk melindungi diri, keluarga, dan lingkungannya maka dengan berat hati penulis menuliskan tulisan ini. Semata-mata menjalankan tugas dan tanggung jawab penulis sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat yang disumpah untuk melindungi masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga dan jabatan penulis. Namun demikian, ini materi tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis sendiri.

Sekali lagi, tulisan ini didedikasikan kepada masyarakat Indonesia agar masyarakat Indonesia memahami situasi dengan baik dan sebenar-benarnya sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi diri, keluarga, dan lingkungannya terkait penetapan corona sebagai pandemi oleh WHO.

Sekali lagi, bukan untuk menimbulkan kepanikan, namun untuk, mengutip pernyataan Mike Ryan, Direktur Kedaruratan WHO, untuk mendorong dilakukannya tindakan lebih agresif dan intens untuk membendung penyebaran corona.

Corona sebagai pandemi

Direktur Jenderal World Health Organization (WHO),Tedros Adhanom Ghebreyesus, secara resmi mengumumkan corona sebagai pandemi.

Ini bukan pengumuman sembarangan. Ini pengumuman maha penting. Maha penting bagi seluruh dunia. Maha penting bagi miliaran penduduk dunia. Pengumuman ini sungguh maha berat syaratnya untuk bisa diumumkan. Mengumumkan Pandemi berarti mengumumkan adanya resiko yang maha dahsyat tentang penularan suatu penyakit yang belum ada obatnya namun sangat mudah menular. Tidak saja kecepatan penularannya yang sangat cepat namun juga skalanya yang sudah lintas negara dalam waktu singkat. Pandemi bukanlah Epidemi, Pandemi lebih dahsyat dari Endemi. Endemi saja sudah sedemikian parahnya apalagi Pandemi. Itulah kenapa tidak sembarangan boleh diumumkan.

Pengumuman ini sekaligus menegaskan bahwa semua pemerintah, semua pihak terkait, semua lapisan masyarakat di seluruh dunia harus pada level kewaspadaan tinggi. Tidak boleh menganggap enteng atau meremehkan.

Menularnya sangat mudah dari orang ke orang, obatnya belum ada yang efisien dan efektif, dan berdampak sangat luas pada kesehatan ummat manusia sebagai komunitas dan berdampak luas pada hampir seluruh sektor kehidupan.

Itulah makna pengumuman corona sebagai pandemi (bukan endemi) oleh orang dan organisasi yang paling otoritatif mengenai kesehatan di seluruh dunia.

Kita baca penggalan kalimat Dirjen WHO saat mengumumkan pandemi corona yang dimuat di salah satu media nasional Indonesia :

“WHO telah menganalisa wabah ini sepanjang waktu dan kami sangat prihatin dengan tingkat penyebaran dan keparahan yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kami telah membuat penilaian bahwa Covid-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi. Pandemi bukanlah kata untuk digunakan dengan ringan atau sembrono,” katanya.

Namun demikian yang sedikit melegakan adalah fakta bahwa pandemi tidak berkaitan dengan potensi kematian yang ditimbulkannya hanya mengacu pada penyebaran penyakitnya.

WHO mendifinisikan pandemi sebagai wabah patogen baru yang menyebar dengan mudah dari orang ke orang di seluruh dunia. Sementara epidemi sebagai wabah yang telah tumbuh di luar kendali namun terbatas pada satu negara.

Beberapa Kasus

Pandemi yang paling mematikan adalah pandemi pada abad pertengahan yaitu landemi yang dikenal dengan istilah Kematian Hitam. Kurang lebih menewaskan 200.000.000,- (dua ratus juta) manusia.

Lebih dekat waktunya dengan sekarang adalah pandemi yang terjadi pada awal abad 20 yaitu pandemi cacar dengan korban meninggal dunia hampir 300.000.000,- (Tiga ratus juta) manusia. Sebagai pembanding, jumlah rakyat Indonesia sekitar 270.000.000,- (dua ratus tujuh puluh juta).

Itulah pandemi, dan saat ini dunia dinyatakan mengalami pandemi kembali, namanya pandemi corona.

Rezim keterbukaan informasi pandemi corona

Pengumuman Dirjen WHO tentang corona sebagai pandemi (tidak sekedar endemi), kasus-kasus pandemi masa lalu, belum adanya obat yang efisien dan efektif, sangat sentralnya peran perlindungan diri sendiri atau kewaspadaan diri sendiri dalam menanggulangi pandemi corona memunculkan pertanyaan dalam ranah keterbukaan informasi yaitu bagaimana korelasi antara perlindungan data pasien corona dengan penanggulangan pandemi corona tersebut? Bagaimana melindungi masyarakat umum dari pandemi corona tersebut dalam isu keterbukaan infornasi?

Hak masyarakat atas informasi serta merta pandemi corona

Situasi corona ditetapkan sebagai pandemi tersebut dan peran sentral pengendalian penyebarannya lebih banyak pada tingkat kewaspadaan dan kehati-hatian masyarakat agar tidak tertular, melahirkan kewajiban pemerintah (baca : Badan Publik Negara) untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi seluas-luasnya agar meningkat kewaspadaan dan kehati-hatian masyarakat.

Segala hal yang memungkinkan masyarakat tertular pandemi corona haruslah diketahui masyarakat sebagai hak masyarakat yang dilindungi Konstitusi dan Undang Undang. Segala informasi yang akan meningkatkan kewaspadaan masyarakat agar tidak tertular pandemi corona haruslah diprioritaskan untuk dipenuhi.

Masyarakat berhak tahu seketika sebagai Informasi Serta Merta ketika sebuah informasi diketahui oleh Badan Publik Negara yang diketahui akan menjadi penyebab tertularnya warga negara. Entah itu informasi tentang orang, tempat, maupun situasi.

Masyarakat berhak tahu seketika sebagai Informasi Serta Merta ketika sebuah informasi diketahui oleh Badan Publik Negara bahwa berinteraksi dengan seseorang yang tertular corona atau berinteraksi dengan orang yang pernah berinteraksi dengan orang yang tertular corona akan berakibat tertularnya juga. Maka informasi tentang orang yang tertularpun menjadi Informasi Serta Merta yang perlu segera diketahui publik dalam situasi pandemi.

Masyarakat berhak tahu seketika sebagai Informasi Serta Merta ketika sebuah informasi diketahui oleh Badan Publik Negara bahwa mendatangi rumah dan lingkungan tempat tinggal seseorang yang tertular corona atau mendatangi rumah dan lingkungan tempat tinggal orang yang pernah berinteraksi dengan orang yang tertular corona akan berakibat meningkatnya potensi tertular juga. Maka informasi tentang rumah dan lingkungan tempat tinggal tersebut menjadi Informasi Serta Merta yang perlu segera diketahui publik dalam situasi pandemi ini.

Begitu juga dengan gedung, alat transportasi publik, dan ruangan publik lainnya. Jika tempat-tempat tersebut diketahui oleh Badan Publik sebagai tempat dimana pernah disinggahi oleh orang yang tertular virus corona maka gedung, alat transportasi publik, dan ruangan publik maka informasi tersebut merupakan Infornasi Serta Merta yang wajib disampaikan kepada publik seketika itu juga dan secepat-cepatnya melalui media yang memungkinkan.

Kenapa demikian karena hanya dengan itu masyarakat bisa melindungi dirinya dari pandemi corona, hanya dengan informasi itulah masyarakat dapat meningmatkan kewaspadaan dan kehati-hatiannya agar tidak tertular dan agar penyebaran pandemi corona bisa diminimisir. Apalah lagi belum ada obat yang efektif dan efisien untuk menyembuhkan. Kalaupun banyak yang sembuh di luar negeri, tidak berarti Indonesia sudah punya serum antivirus corona tersebut bukan?.

Bagaimana menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, itu hal lain lagi. Tidak bisa karena kekhawatiran adanya kepanikan terus membiarkan masyakarat meraba-raba dalam melindungi dirinya tanpa informasi yang akurat. Berinteraksi dengan siapa saja penuh kecurigaan dan mendatangi tempat-tempat tanpa berbekal informasi akurat. Sebuah kotapun diisolasi jika perlu, dan itu dilakukan oleh beberapa negara.

Pengesampingan perlindungan data pribadi pasien corona

Pertanyaan pengiringnya adalah bagaimana dengan perlindungan Informasi yang dilindungi hukum untuk dikecualikan (dirahasiakan) dalam situasi normal?

Namanya juga dalam situasi abnormal, tentu banyak hal juga diperlakukan dengan tidak normal. Jika membuka sebuah informasi akan berdampak meningkatnya kewaspadaan masyarakat dan meningkatnya peluang masyarakat untuk tidak tertular pandemi corona maka membuka informasi tersebut adalah lebih diutamakan, terutama dalam situasi yang oleh WHO telah ditetapkan sebagai pandemi corona.

Jika membuka data pribadi penderita corona, membuka alamatnya, dan membuka infornasi tempat tinggalnya akan meningkatkan kewaspadaan masyarakat, akan meningmatkan kehati-hatian masyarakat, akan meningkatkan kemungkinan tidak tertularnya masyarakat dan membuka data pribadi tersebut ke publik adalah lebih bermanfaat dibanding menutupinya maka mengesampingkan perlindungan data pribadi kesehatan orang yang tertular corona bisa dipertimbangkan.

Namun keputusan dan penilaian situasinya tentu berbasis data yang akurat. Dan data yang akurat itu ada pada pemerintah. Maka silahkan pemerintah untuk mengambil kebijakan dan memutuskan.

Sekali lagi, bagaimana menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, semisal kepanikan masal, tentu juga perlu dipertimbangkan dengan arif dan matang. Namun penulis menyakini pemerintah punya syrategi dan cara jitu untuk mengkomunikasikannya. Insya Allah. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler