Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Corona hak azazi Cirero

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Pasien apositif Corona memiliki Hak Azazi yang dijamin Konstitusi dan wajib dilindungi sesuai UU terkait

Masyarakat umum memiliki Hak Azazi yang dijamin Konstitusi dan wajib dilindungi sesuai UU terkait

Jika Hak Azazi pasien positif Corona dan Hak Azazi masyarakat tidak saling berbenturan pada kasus kongkrit, tidak ada masalah, lindungi semua

Jika Hak Azazi pasien Corona dan Hak Azazi masyarakat umum saling berbenturan pada kasus kongkrit, mana yang harus dipilih? Melindungi Hak Azazi pasien positif Corona atau Hak Azazi masyarakat umum?

Inilah dilema luar biasa besar yang sedang dihadapi Ikatan Dokter Indonesia dan pegiat Keterbukaan Informasi Publik semenjak Virus Corona masuk Indonesia dan dinyatakan sebagai Pandemi oleh WHO.

Pasal 57 Ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Itulah dasar Hak Azazi pasien positif Corona yang harus dilindungi menurut yang berpendapat data pasien positif Corona harus ditutup rapat. Tidak ada ruang kompromi. Kadang penyampaian pendapat tersebut diiringi dengan penyebutan ancaman pidana bagi siapa saja yang berani membuka.

Sementara bagi yang berpendapat berbeda, setelah melihat dan memahami kasus konkrit Pandemi Corona, dan berpendapat penghentian laju penyebaran Virus Corona erat kaitannya dengan dibukanya data pasien positif Corona, lebih condong menggunakan Pasal 57 Ayat (2) UU 36/2009 tentang Kesehatan yang mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 57 Ayat (1), salah satunya, demi kepentingan masyarakat.

Kelompok ini berpendapat bahwa Pandemi Corona sudah mengancam kepentingan masyarakat, Pandemi Corona sudah mengancam kesehatan masyarakat, penularan Virus Corona sudah sedemikian mengkhawatirkan. Dan membuka data pasien positif Corona adalah salah satu kebijakan yang teramat sangat diperlukan untuk menahan laju penyebaran Virus Corona agar kepentingan masyarakat untuk tidak terinveksi Virus Corona bisa dilindungi. Itulah dasar Hak Azazi masyarakat umum dalam situasi Pandemi Corona.

Ikatan Dokter Indonesia, sebagaimana disampaikan Ketua Umumnya saat Konferensi Pers, lebih condong dan sependapat dengan pendapat yang kedua ini. Perlu membuka data pasien positif Corona demi melindungi kepentingan masyarakat umum. Tentu saja pendapat ini setelah mempertimbangkan segala sisi, termasuk dan tidak terbatas pertimbangan dari sisi profesionalitas profesi dokter dan Kode Etik Kodekteran.

Di sini terjadi perbedaan pandangan yang tajam dan saling bertolak belakang terkait penerapan Hak Azazi Manusia sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan. Hak Azazi mana yang harus didahulukan. Mendahulukan Hak Azazi pasien positif Corona untuk ditutup rapat sehingga Hak Azazi masyarakat untuk dilindungi dari ketertularan Virus Corona diabaikan atau mendahulukan Hak Azazi masyarakat luas dengan membuka data pasien positif Corona sehingga potensi masyarakat tertular Virus Corona bisa diminimalisir karena masyarakat dapat optimal menjalankan Pencegahan Oleh Diri Sendiri (PODIS) karena dibekali informasi yang jelas?

Itulah, menurut penulis, secara sederhana potret dilema penarapan Hak Azazi Manusia dalam rezim UU Kesehatan terkait Pandemi Corona

Bagaimana dengan penerapan Hak Azazi Manusia dalam rezim Keterbukaan Informasi Publik dalam kasus kongkrit Pandemi Corona ini?

Pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Indormasi Publik menyatakan Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:

huruf h, Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

Angka 2, Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;

Ini menjadi dasar yuridis formal bagi kelompok yang berpandangan bahwa informasi data dan rekam medik pasien, pasien apapun, termasuk data pasien positif Corona harus dilindungi, tidak bisa dibuka dengan alasan apapun, sampai kapapun, dalam situasi apapun. Pokoknya informasi data pasien positif Corona harus ditutup total. Apapun yang terjadi di masyarakat. Tidak peduli. Apapun status kemenularan penyakit yang disebabkan Virus Corona yang sedang diderita pasien. Mau status penyebaran Virus Corona adalah Wabah, Endemi, maupun Pandemi. Hak Azazi informasi data pasien positif Corona untuk dilindungi yang harus dilindungi sebagai harga mati.

Undang Undang sudah menuliskan demikian maka demikianlah adanya. Berani melanggar maka harus dipidana. Berani membuka informasi data pasien positif Corona, dengan alasan apapun, berarti sudah melanggar Hak Azazi Manusia. Kenapa, karena UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah perintah langsung dari Pasal 28F UUD NRI 1945 yang bernaung dibawah BAB Hak Azazi Manusia.

Sementara kelompok lain berpandangan bahwa Pasal 10 Ayat (1) UU Nomer 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi menyebutkan Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

Masyarakat umum memiliki Hak Azazi untuk mendapatkan Informasi Serta Merta jika ada sesuatu yang mengancam kehidupannya dan ketertiban umum, termasuk dan tidak terbatas pada penyebaran penyakit yang bestatus Wabah, apalagi Endemi, dan lebih lebih lagi jika sudah Pandemi seperti Pandemi Corona. Seluruh informasi yang memungkinkan meningkatnya peluang masyarakat terinvenksi harus diinformasikan kepada masyarakat begitu informasi tersebut diketahui. Itu adalah Hak Azazi masyarakat umum sebagai Informasi Serta Merta. Kalau itu tidak dilakukan maka Hak Azazi masyarakat untuk dilindungi terlanggar. Termasuk dan tidak terbatas jika informasi tersebut adalah informasi data sumber penularan penyakit berupa data pasien positif Corona.

Hak Azazi masyarkat adalah untuk dilindungi dirinya, dilindungi keluarganya, dan dilindungi lingkungannya dengan cara diberitahu informasi mengenai sumber penyakit yang mudah menular tersebut, walaupun informasi itu adalah informasi data anggota masyarakat yang tertular positif Virus Corona sekalipun jika memang anggota masyarakat tersebut tertular Corona.

Ini semata agar masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan, dapat menghindari ketertularan, dapat menjaga agar diri, menjaga agar keluarga, dan menjaga agar lingkungannya tidak terinfeksi virus Corona yang belum ada obatnya tersebut.

Seluruh hal harus dikesampingkan demi melindungi kepentingan masyarakat. Semua norma hukum positif bisa dikesampingkan jika norma hukum positif itu justru memperlambat apalagi sampai menghambat usaha melindungi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dari tertular Virua Corona, termasuk dan tidak terbatas pada informasi sumber penyakit yang sangat mudah menular tersebut.

Semua Hak Azazi pribadi tentang informasi data pribadi harus dikesampingkan jika penerapan Hak Azazi pribadi tersebut dapat memperlambat apalagi menghambat penerapan Hak Azazi masyarakat untuk mendapatkan informasi sumber penyakir menular, yaitu dan tidak terbatas informasi data pasien positif Corona sebagai penyakit menular dan menularkan tersebut.

Pada intinya kelompok ini berpendapat, hak masyarakat untuk dilindungi dari ketertularan Virus Corona haruslah di atas segala-galanya dan mengalahkan segala-galanya.

Jika diperhatikan dengan lebih teliti, kedua rezim UU tersebut, rezim UU Kesehatan dan rezim UU Keterbukaan Informasi Publik pada substansinya memiliki dua persamaan substansial, yaitu :

Pertama. Kedua UU tersebut sama-sama mewajibkan melindungi data pasien, termasuk dan tidak terbatas data pasien positif Corona.

Kedua. Kedua UU tersebut sama-sama mengesampingkan penerapan norma yang mengatur perlindungan data pasien, termasuk dan tidak terbatas data pasien Corona, jika itu berhadapan dengan kepentingan masyarakat dan membahayakan kepentingan masyarakat umum dan ketertiban umum..

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana penerapan kedua rezim UU tersebut pada kasus kongkrit Pandemi Corona?

Pertama yang harus dijawab untuk menjawab pertanyaan di atas adalah apakah sudah terpenuhi unsur kepentingan masyarakat dalam kasus kongkrit Pandemi Corona di Indonesia?.

Kedua yang harus dijawab adalah apakah sudah terpenuhi unsur mengancam hidup orang banyak dan ketertiban umum dalam kasus kongkrit Pandemi Corona di Indonesia?

Ketiga yang harus dijawab adalah apakah situasi Pandemi Corona ini mengancam kepentingan masyarakat, termasuk dan tidak terbatas pada kepentingan masyarakat untuk tidak tertular Virus Corona?

Keempat yang harus dijawab adalah apakah sudah sedemikian seriusnya laju penyebaran virus Corona ini sehingga menempatkan Pencegahan Oleh Diri Sendiri (PODIS) oleh masyarakat berada pada posisi sentral, tidak cukup petugas medis?

Kelima yang harus dijawab adalah apakah sedemikian pentingnya informasi data pasien positif Corona dalam mencegah laju penyebaran Virus Corona agar terkendali?

Pertanyaan keenam dan terakhir yang harus dijawab adalah apakah sedemikian berbahayanya jika pasien positif Corona berinteraksi dengan dan berada di tengah masyarakat bagi kementingan masyarakat, yaitu kepentingan keselamatan masyarakat dari tertular Virus Corona?

Jawaban atas enam pertanyaan di atas penulis kembalikan ke hadapan para pembaca budiman sekalian.

Namun demikian………..

Wikipedia menuliskan dilamannya : “Kesehatan (kesejahteraan, kebaikan, keselamatan, kebahagiaan) rakyat harus menjadi hukum tertinggi”, “Biarlah kebaikan (atau keselamatan) rakyat menjadi hukum tertinggi (atau tertinggi)”

Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2008-2013, Prof. Dr. Mahfud MD, pernah menuliskan dalam media sosial twiter beliau (12/5/2018) bahwa Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi suatu negara, lebih tinggi dari UU, bahkan lebih tinggi dari UUD

Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo pada Minggu (22/3/2020) terkait penanganan Virus Corona menyampaikan melalui Juru Bicara beliau : Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi

Dua puluh satu abad silam seorang fiilsuf besar Yunani pernah menyatakan sebuah Azaz Hukum :

“Salus Populi Suprema Lex”

Cirero (106 SM – 43 SM).

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler