Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Hari Ibu 22 Desember, menafsir permintaan ibu yang terakhir

Avatar

Published

on

Oleh: Denny JA

Jakarta, koin24.co.id – Hari Ibu, 22 Desember kali ini. Saya tak hanya teringat Ibu yang wafat tahun lalu. Juga tak hanya teringat permintaannya yang terakhir. Kini saya menafsir ulang permintaan terakhir Ibu.

Satu hari di bulan Desember 2018. Ibu sudah melemah. Sakit-sakitan. Entah mengapa saya merasa ini tahun bersama Ibu yang terakhir.

Kepada anak anak, beberapa kali saya pesankan untuk lebih sering menjenguk nenek. “Nyai tak lama lagi bersama kita.”

Perasaan itu datang begitu saja. Mungkin karena saya sangat dekat dengan Ibu. Kepadanya, acapkali selalu ada lompatan kesimpulan yang datang, entah dari mana.

Ingin sekali saya memenuhi apa saja untuk membuat Ibu bahagia. Sejauh saya mampu, saya akan kerjakan. Terakhir kalinya.

Maka, awal Desember 2018, saya berkunjung pada Ibu. Sudah sekitar 7 tahun Ibu di kursi roda. Usia saat itu sudah 84 tahun.

Ibu juga sudah sangat jarang bicara. Menemani Ibu selama 2-4 jam, kadang hanya beberapa patah kata saja yang Ia ucapkan. Sisanya, Ibu bicara lewat mata.

“Coba mama cerita. Apa yang mama benar benar ingin sekali alami. Ingin sekali punya. Ingin sekali rasakan. Insha Allah jika mampu, Denny cari jalan memenuhinya”

Ibu menatap mataku. Matanya lebih berbinar. Tapi ibu hanya senyum saja.

Saya ulangi pertanyaan yang sama. Tapi dengan kata yang berbeda-beda. Dengan bahasa Palembang.

Juga tak ada jawaban. Saya tatap ibu. Saya cium keningnya. Saya juga diam. Menanti. Saya kerjakan segala daya untuk memberi pesan. Bahwa saya menanti jawaban Ibu.

Lalu keluar kata Ibu. Sedikit-sedikit. “Kau nyanyi,” ujar Ibu. “Menyanyi?,” tanya saya. Ibu mengangguk. “Di TV.” Ujar Ibu lebih lanjut.

Saya terperangah. “Mama pengen Denny menyanyi di TV?,” tanya saya menegaskan. Karena ini permintaan yang agak aneh. Benarkah?

Saya bukan penyanyi. Apalagi menyanyi di TV pula.

Ibu saya mengangguk. Menegaskan Ia ingin saya menyanyi di TV.

Tak putus asa, saya tanya lagi. “Oke Ma. Apalagi yang mama pengeeen nian. Kepingin sekali? Di samping Denny nyanyi TV, apalagi yang mama ingin?”

Saya berencana. Karena tak bisa memenuhi permintaan Ibu agar saya menyanyi di TV, setidaknya ada permintaan lain yang bisa saya penuhi.

Ibuku diam saja. Tak ada kata lain. Ia hanya senyum. Hingga saya harus pulang, Ibu tak mengucapkan permintaan lain.

Hanya itu kata yang sempat Ibu katakan. Saya menyanyi di TV.

-000-

Lama saya merenung. Bagaimana memenuhi permintaan Ibu. Memang saya banyak mengenal pimpinan dan pemilik TV. Tapi minta agar saya menyanyi di TV, alangkah anehnya.

Suara saya juga pas- pasan. Tak pernah bercita cita jadi penyanyi. Jika mengisi acara TV untuk Talk Show, itu masih bisa saya kerjakan.

Waktu itu saya menafsir permintaan Ibu kata perkata. Yang tersurat. Tekstual.

Saya merenungkan. Apa yang membuat Ibu ingin saya menyanyi di TV.

Mungkinkah Ibu sedang rindu ketika saya masih bocah. Saat itu usia saya sekitar 11 tahun. Kelas 4 atau kelas 5. Sekolah Dasar Xaverius II di Palembang.

Entah mengapa, saya dipilih guru untuk ikut bernyanyi di panggung sekolah. Saya pun sering latihan di luar jam sekolah.

Ibu acapkali mengantar. Dari rumah ke tempat latihan, berdua saja. Kadang saya dipangku Ibu. Kami naik becak. Nampak Ibu bangga sekali.

Acara dimulai. Ibu, Ayah dan beberapa kakak ikut menonton. Selesai menyanyi, penonton tepuk tangan. Biasa saja. Sama seperti tepuk tangan untuk petunjukan lain di panggung itu.

Tapi dari atas panggung, saya melihat ketika saya selesai menyanyi. Seorang Wanita tepuk tangan paling keras. Sambil berdiri pula. Berdiri sendirian. Itu Ibu saya.

Untuk pertama kali pula, saya mengenakan baju yang ibu sebut Baju Safari. Seperti baju jas. Kata Ibu, baju ini membuatku terlihat seperti bintang cilik.

Di tahun 2018 itu, saya mencoba memahami. Apakah memori masa kecil itu yang datang pada Ibu. Ia hanya rindu masa yang lalu.

-000-

Apa daya. Itu permintaan Ibu. Saya mencari jalan tengah. Karena mustahil menyanyi di TV. Sayapun menyanyi di Youtube saja.

Saya menghubungi teman yang biasa membuat Video lagu. Ia sarankan, saya main satu alat musik. Nanti ada pemain biola yang sedang naik daun ikut menemani: Hendri Lamiri.

Saya setujui saja. Yang penting saya menyanyi di rekam di Video. Muncul di Youtube. Saya akan tujukkan ke Ibu lewat handphone, dengan pesan: permintaan Ibu saya penuhi.

Ini peristiwa langka untuk ukuran saya, yang tak pernah menyanyi khusus, kecuali acara sekedar kumpul- kumpul yang terbatas.

Saya bawa rekaman itu ke rumah Ibu. Saya tunjukan di HP. “Ini mama. Permintaan Mama. Denny menyanyi. Lihat ya.”

Ibu senyum. Matanya berbinar. Tapi tidak senang yang meluap. Saya tak tahu persis apakah senangnya tidak puncak karena saya tak menyanyi di TV.

Karena terlanjur dimuat di Youtube, Video itu saya blast ke media sosial.

Sempat pula video itu trending. Sebanyak 120 ribu viewersnya. Pastilah itu bukan karena kualitas menyanyi saya, yang pas pasan saja. Bahkan minus.

Tapi mungkin pendengar terharu dengan motivasinya. Seorang anak dewasa usia 50-an, menyanyi untuk Ibunya. Diposting di hari Ibu pula.

Saya menyanyikan lagu: “Ibu dan Lagunya,” karya Koes Plus. Mengapa lagu itu saya pilih? Itu dulu lagu kesukaan Ibu.

Teringat pertama kali saya mendengar lagu itu, ketika usia 9 tahun. Di tahun 1972. Saya mendengarnya lewat radio tua. Acara RRI. Mendengar lagu itu sambil dipangku Ibu.

Videonya bisa dilihat dalam link ini: https://youtu.be/ZZ4M1jqd6EQ

-000-

Menyambut hari Ibu di tahun ini, 2020. Lebih dari setahun sejak Ibu sudah wafat. Saya menafsir ulang. Mengapa Ibu meminta saya menyanyi di TV.

Itu permintaan terakhir yang penah ibu katakan kepada saya langsung. Setelah itu, Ibu semakin jarang bicara lewat kata. Tak pernah ada lagi permintaan lain, walau acap saya tanyakan.

Kini menyambut hari Ibu tahun 2020, saya pun memberi makna lain atas permintaan Ibu yang unik. Tafsir ini lebih sesuai dengan situasi saya.

Menyanyi yang Ibu maksud saya tafsirkan bukan menyanyi dalam pengertian tekstual. Bukan menyanyi layaknya Ebiet G Ade, atau Koes Plus.

Tapi itu menyanyi dalam pengertian metafor.

Menyanyi itu kiasan untuk bersuara ke publik. Memberikan pendapat. Memberikan perspektif. Menyebarkan inspirasi. Pencerahan. Mendakwahkan apa yang benar. Yang adil. Yang diperlukan.

Menyanyi dalam pengertian metafor memang cocok. Passion saya di sana.

“Mama, mungkinkah ini yang Mama maksud? Mama ingin anakmu terus aktif bersuara. Menjadi saksi zamannya?”

“Semoga tafsirku yang ini lebih berkenan padamu, Mama. Di hari Ibu, kukirimkan Alfateha untukmu. Semoga doaku sampai padamu, Mama.” ( ***)

22 Desember 2020

Sumber tulisan: Facebook DennyJA_World
https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3496273810468743/?d=n

Penulis:
Denny JA
Konsultan Politik/Penulis/Pengusaha/Penggiat Media Sosial

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler