Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Memanusiakan angka Covid-19

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Per hari ini, Selasa, 26 Mei 2020, sekitar jam 03:30 WIB, menurut data yang ditampilkan Wikipedia tentang perkembangan kasus Corona, Amerika Serikat masih terbesar dari seluruh kasus yang dilaporkan di seluruh dunia

Terjadi penambahan 20.286 (dua puluh ribu dua ratus delapan puluh enam) korban positif terinfeksi Virus Corona. Sehingga total keseluruhan menjadi sebesar 1,69 juta atau sekitar 31,01% dari total seluruh dunia

Terjadi penambahan 646 (enam ratus empat puluh enam) korban meninggal dunia sehingga total keseluruhan menjadi sebesar 98.466 (sembilan puluh delapan ribu empat ratus enam puluh enam) jiwa atau sekitar 28,46% dari total korban meninggal seluruh dunia.

Pasien sembuh ‘hanya’ 15,98% atau sekitar 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu) dari jumlah pasien sembuh seluruh dunia.

***

Jumlah penduduk Indonesia dengan Amerika hampir sama pada kisaran menjelang dan awal 300 juta jiwa.

Pengumuman resmi ditemukannya pasien positif Corona juga hanya berselang satu hari : Amerika 1 Maret 2020, Indonesia 2 Maret 2020.

Kebijakan model pergerakan penduduk juga hampir sama, setidaknya di awal-awal Corona menyerang. Sama-sama tidak menerapkan lockdown nasional juga. Semuanya kebijakan terlihat mirip oleh penulis jika membaca perkembangan di media.

Kalaupun ada bedanya : Amerika tidak ketemu momentum mudik dan juga Amerika tanpa tedeng aling-aling meminta China bertanggung jawab atas pandemi Corona ini

Kalaupun ada bedanya : jumlah positif Corona, jumlah meninggal, dan jumlah sembuh di Indonesia jauh lebih sedikit, angka resminya.

Kenapa bisa begitu jauh beda jumlah kasus di Indonesia dengan jumlah kasus di Amerika, penulis juga belum menemukan penjelasan rasionalnya.

Satu saja data yang sedikit memberikan penjelasan kepada penulis : Indonesia beberapa hari lalu sudah mulai bisa melakukan 10.000 (sepuluh ribu) tes harian dan menemukan hampir seribu pasien positif Corona dari hasil tes tersebut, sementara Amerika mengumumkan pada hari yang sama temuan sekitar 20.000 (dua puluh ribu) pasien positif Corona hasil tes harian.

***

Ada yang mencela Presiden Trump karena dianggap lalai dan terlambat dalam merespon serangan Virus Corona.

Ada yang mencela Presiden Trump karena dianggap tidak becus menangani penyebaran Virus Corona.

Bahkan mantan Presiden Barack Obama merasa terpanggil dan terpaksa melanggar etika tidak tertulis yang selama ini dijaga : sesama mantan Presiden atau antara mantan Presiden dengan Presiden yang sedang berkuasa tidak saling menyerang secara terbuka di ruang publik.

Mantan Presiden Barack Obama secara terbuka menyampaikan pandangannya bahwa Presiden Trump sangat terlambat dan tidak becus dalam mengelola penanganan serangan Virus Corona yang pertama kali mengamuk di Wuhan, China, tersebut.

Presiden Trump tentu tidak terima dan menyerang balik dengan menyatakan Obama sebagai Presiden tidak kompeten. Trump menyatakan bahwa dia beserta jajarannya sudah maksimal menangani Corona.

***

Serangan Virus Corona memang luar biasa ganasnya terhadap semua sektor kehidupan.

Hampir seluruh negara di dunia terkena serangan hanya dalam hitungan bulan semenjak Corona pertama ditemukan di Wuhan, China.

Semua sektor kehidupan berubah total. Ekonomi mengalami serangan. Sosial, politik, budaya terserang hebat. Sekolah terpaksa diliburkan.

Bahkan kehidupan agama juga tidak luput kena dampak serangan. Masjidil haram di Mekkah sepi, umrah ditiadakan, haji terancam tidak bisa dilaksanakan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Misa umum di lapangan Santo Petrus di Vatikan juga tidak bisa dilaksanakan seperti biasanya.

Di sisi lain, potokol pengobatan permanen bagi pasien terinfeksi belum ditemukan. Vaksin anti Virus Corona yang efektif dan efisien belum ditemukan. Masih jauh panggang dari api.

Dan setiap hari penyebarannya membuat semua pihak tambah kalang kabut di seluruh pelosok penjuru dunia, khususnya pemerintah Amerika Serikat yang beberapa bulan ke depan akan menyelenggarakan Pilpres.

***

Capres Amerika Serikat petahana, Donald Trump, pada satu kesempatan menyerang China karena dianggap tidak jujur dalam menyampaikan informasi terkait Corona.

Tentang informasi apa saja, China dianggap Trump tidak terbuka, tidak jujur, dan itulah awal mula petaka di seluruh dunia.

Pemerintah China tentu saja membantah. Namun Trump tetap tidak bergeming. Pokoknya bagi Trump, China tidak terbuka terkait informasi Corona dan biang keladi pandemi ini. Titik.

Beda dengan pemerintah Amerika, menurut Trump, semua informasi Corona dikelola secara transparan, dikelola secara terbuka. Itulah kenapa data pasien positif Corona dan meninggal dunia besar sekali.

Soal banyaknya yang meninggal, seolah wajar saja, kan vaksinnya memang belum ditemukan. Sangat tergantung daya tahan tubuh. Soal banyaknya yang terinfeksi, itu karena pemerintahannya mampu mendeteksi semaksimal mungkin dan terbuka menyampaikan data apa adanya.

Bagi Trump ketidakmampuan mendeteksi secara maksimal dan menutup-nutupi angka sehingga seolah-olah kasus Corona sedikit merupakan ancaman dan petaka.

Itulah nampaknya alasan mengapa Trump terus menyerang China dan menuntut penyelidikan internasional atas China. Benar tidaknya tuduhan tersebut, wallahu alam, tidak ada yang tahu kecuali Tuhan dan Trump sendiri.

***

Tiba-tiba kemarin media sebesar The New York Times membuat laporan utama di halaman depan yang bikin gempar.

Bukan artikel terkait Corona yang ditampilkan. Bukan pula berita foto yang menggambarkan serangan Virus Corona.

The New York Times menampilkan nama-nama hampir 100.000 (seratus ribu) korban meninggal dunia akibat serangan Virus Corona.

Di antara nama-nama yang ada di halaman depan The New York Times terdapat beberapa figur ternama seperti :

Lile Fenwick (87): wanita Afrika-Amerika pertama yang lulus dari Harvard Law.

Romi Cohn (91): sosok yang menyelamatkan 56 keluarga Yahudi dari kejaran NAZI.

Penulis sangat tertarik dengan ucapan Marc Lacey, Editor Nasional The New York Times yang penulis kutip dari kumparan.com terkait laporan utama tersebut.

“Kami mencoba juga untuk memanusiakan angka-angka yang terus naik ini dan sudah mencapai jumlah begitu besar dan tak terbayangkan ini sulit dipahami”

Ini nampaknya tantangan bagi pemerhati dan aktifis Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia dalam memaknai fenomena The New York Times ini sebagai pengejawantahan pelayanan Hak Azazi, Hak Konstitusional, dan Hak Legal rakyat Indonesia atas informasi sebagaimana diamanahkan Pasal 28F UUD NRI 1945, UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta aturan turunannya.

Sebagai salah satu referensi saja, ternyata membuka nama-nama korban meninggal korban Virus Corona di halaman depan The New York Times, bagi redaksinya, merupakan bagian dari aktifitas jurnalistik demi sebuah tujuan mulia, yaitu :

Memanusiakan angka Covid-19

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler