Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Napi dibebaskan wong cilik kalang kabut

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Handphone berdering. Tidak ada nama. Hanya nomer telpon. Saya angkat, suara tidak dikenal. Orangnya dapat nomer saya dari orang lain yang dapat nomer saya saat jadi Narsum (narasumber-red).

Salah satu Protap saya saat jadi Narsum memang membagikan nomer handphone, sebagai bentuk keterbukaan informasi pejabat publik

Nada suaranya halus. Intonasi pun halus, tidak ada nada menggurui. Ciri khas orang tua Jawa yang sangat njawani lawan bicara

Ceritanya mau curhat. Curhat terkait pembebasan 30.000 (tiga puluh ribu) narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan oleh Menkumham

Lha kok curhatnya ke saya?

Jawabannya, karena saya Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI.

Lha hubungannya apa coba?

Karena saya, dapat menginformasikan ke Presiden dan Menkumham keluhan Wong Cilik

Lha dalah…. tambah tugas nih….

Ya sudah, saya layani saja curhatan tersebut…. ops…. tepatnya protes dan kemarahan gaya Jawa… haluuuuusss bangeeettt ngomongnya…

Tapi isi curhatannya itu lho…. bikin berlinang…. teringat saya juga orang kampung…

*****

“Mas…. wong cilik lagi kalang kabut banget sekarang….”

Begitu dengan sangat sopan dan halus, sebut saja Mbah Mulyo, memulai curhatannya

“Kalang kabut kenapa Mbah?”, saya menimpali

Berlanjutlah curhatan tersebut…..

Kehidupan wong cilik itu susah. Dapat sedikit rezeki hari ini untuk menyambung hidup hari ini, kalau ada sisa ditabung untuk besok, itu sudah sangat bersyukur sekali.

Sesekali makan telor dari ayam yang lagi bertelor juga sudah makanan mewah

Kalau sudah musim panas, tanah gersang, bisa makan tiwul juga sudah alhamdulillah

Anak muda kampung banyak pergi merantau jadi kuli buruh harian di kota. Jualan kaki lima di kota. Istri-istri juga banyak yang ke kota jualan jamu gendong.

Hasil yang ndak seberapa itu dikirim ke kampung untuk biaya sekolah anak yang dititip orang tuanya ke mbah-mbah yang tidak merantau

“Tapi itu dulu Mas….” bunyi suara di seberang sana.

“Kalau sekarang bagaimana Mbah? Sudah lebih baik”, saya timpali sambil was-was kalau saya salah memilih kata

“Lebih parah Mas”, Mbah Mulyo melanjutkan

Corona datang, awalnya kiriman berkurang. Selang berapa waktu kiriman ndak datang lagi. Lama-lama orang di rantau meminta dikirimin uang sekedar untuk makan, modal sudah menipis banget.

Corona makin menggila, orang rantau mudik kembali ke kampung, bahkan sebagian pulang dengan ongkos yang dikirim dari kampung

Kalau dulu pulang senang bawa oleh-oleh dan uang, sekarang pulang malah penuh khawatir kalau-kalau bawa Corona.

Sampai di kampung diingatkan aparat kampung untuk isolasi mandiri. Tidak bisa kerja juga.

****

“Itu saja sudah bikin kalang kabut Mas….” sejenak suara Mbah Mulyo terhenti.

“Sekarang tambah kalang kabut Mas”, Mbah Mulyo melanjutkan

“Tambah kalang kabut pripun Mbah?”, saya timpali sehalus mungkin dengan logat Padang saya.

Mbah Mulyo tidak habis pikir dengan alasan pemerintah membebaskan 30.000 (tiga puluh ribu) napi tindak pidana umum.

Menurut Mbah Mulyo, kebijakan itu menambah beban wong cilik yang sudah sangat susah dan kalang kabut oleh Corona.

Saya mencoba untuk menjelaskan kalau napi koruptor, napi Narkoba, dan napi teroris tidak dilepaskan, yang dibebaskan hanya narapidana tindak pidana umum.

“Lha itu yang bikin susah wong cilik Mas”, jawab Mbah Mulyo spontan

Saya kaget dan sedikit terperanjat dengan nada bicara Mbah Mulyonyang sedikit berubah dan tentu juga dengan jawaban Mbah Mulyo.

Menurut beliau kalau penjara kepenuhan yang dibebaskan yang koruptor saja, jangan narapidana tindak pidana umum itu.

“Kok begitu Mbah?”, tanya saya tanpa bisa menyembunyikan rasa kaget saya

Koruptor itu kalau dilepaskan kan ndak bakalan korupsi lagi, lha jabatannya kan sudah dicopot. Koruptor itu kan tetap banyak uang sekedar untuk hidup. Ndak bakal nyusahin banyak orang, apalagi wong cilik.

Kalau yang dilepaskan itu napi tindak pidana umum bakal menyusahkan wong cilik. Napi tindak pidana umum itu kan rata-rata juga wong cilik. Keluar penjara ya tidak punya uang.

Belum tentu keluarganya juga punya uang untuk menanggung biaya hidup. Mau cari kerja, ya sulit sekali. Jangankan mantan napi, orang baik-baik saja memcari kerja sekarang susah bangeeettt. Corona telah memutup banyak usaha.

Sementara perut tetap lapar. Tidak ada jalan lain, akhirnya kan bisa saja nekat menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuap nasi.

Pencopet pasar kembali nyopet di pasar. Pencuri ternak kembali mencuri ternak. Pencuri tanaman di kebon kembali mencuri tanaman. Maling kembali maling.

Pencuri motor kembali mencuri motor. Penipu kelas teri kembali menipu di jalanan.

“Kalau begini yang repot kan wong cilik juga?”, keluh Mbah Mulyo

***

“Tolong sampaikan ke Menkumham itu Mas, kalau kami wong cilik ini sudah kalang kabut karena Corona, jangan ditambah kalang kabut dengan napi yang dilepaskan ini”, pinta Mbah Mulyo ke saya

Saya mana berani mengiyakan. Hanya mengajak Mbah Mulyo berdo’a pada Gusti Allah SWT, agar zaman kalang kabut ini segera berakhir.

Tentu saja sambil menyampaikan imbauan untuk mematuhi pemerintah agar Corona segera berlalu.

Oh ya, sebelum menutup telpon Mbah Mulyo sempat menyampaikan keadaanya yang sulit tidur.

Sulit tidur karena takut ada yang mencuri dua ekor ayamnya yang lagi masa bertelur.

Di bathin saya hanya bisa merintih….

Duh Gustiiiii…. paringono eling….

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler