Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Presiden kembali perintahkan buka informasi data Covid-19, ini yang harus dipastikan Ketua Gugus Tugas

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Bapak Presiden Joko Widodo itu lahir, hidup, dan besar di Jawa dan tumbuh dalam budaya Jawa. Apalagi beliau lahir, hidup, dan besar di pusat budaya Jawa yaitu Surakarta (Solo).

Setiap pernyataan Presiden Jokowi tentu banyak sedikitnya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan selayaknya juga dipahami dan dimaknai oleh seluruh jajarannya dalam perspektif budaya Jawa tersebut.

Bagi orang Jawa, atau orang yang lama hidup di Jawa, atau orang yang memahami budaya Jawa, perintah Presiden untuk membuka informasi data Covid-19 yang disampaikan dalam dua kali Rapat Kabinet Terbatas secara berturut-turut, dalam jarak waktu hanya satu minggu, merupakan sinyal sangat kuat dan memerlukan perhatian teramat serius dari jajarannya.

Tidak itu saja, perintah Presiden dua kali berturut-turut itu juga mengirimkan pesan kuat dan sangat jelas kepada jajarannya bahwa ada maksud Presiden yang belum ditangkap apalagi dilaksanakan oleh jajarannya terkait penggelolaan informasi data Covid-19, sehingga Presiden merasa perlu mengulangi kembali perintahnya tersebut dengan menghilangkan beberapa kalimat dari perintah pertama dan menambahkan beberapa kalimat penjelas pada perintah kedua, dan itu harus sesegera mungkin dilaksanakan.

***

Perintah Pertama Presiden. Disampaikan dalam Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) hari Senin (13/4/2020). Penekanannya tentang pentingnya membuka informasi data Covid-19 dan Presiden mencontohkan berupa update jumlah Pasien Positif Corona, jumlah PDP, jumlah ODP, jumlah sembuh, jumlah meninggal, jumlah yang sudah melakukam PCR, dan sebarannya.

Presiden juga menekankan pentingnya mengintegrasikan semua informasi data Covid-19 antara semua Kementerian dan Lembaga serta Pemda dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (Gugus Tugas Covid-19) dengan memasukan seluruh Kementerian, Lembaga, dan Pemda dalam Gugus Tugas Covid-19 dalam mengelola informasi data Covid-19 tersebut.

Kunci dalam perintah pertama Presiden di sini adalah 1. Membuka informasi data dengan contoh jumlah, dan 2. Integrasi pengelolaan.

Nampaknya Presiden melihat dan menilai belum optimal perintahnya tersebut dilaksanakan. Belum jelas wujud pengintegrasian pengelolaan informasi data Covid-19 dan belum terpenuhinya kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan informasi data Covid-19. Sehingga Presiden merasa perlu mengulangi perintahnya tersebut.

Perintah Kedua Presiden. Disampaikan dalam Ratas hari Senin (20/4/2020). Presiden pada perintah kedua ini sama sekali tidak lagi menyinggung lagi membuka informasi data Covid-19 yang dikaitkan jumlah pasien. Penekanan Presiden pada komunikasi yang terbuka dan sistem data informasi yang terbuka kepada semua pihak tanpa ada yang ditutup-tutupi. Dan juga terkait pentingnya integrasi pengelolaan informasi data Covid-19 seluruh Kementerian dan lembaga dengan Gugus Tugas Covid-19.

Pada perintah kedua ini, tidak saja Presiden menghindari penggunaan terminologi “jumlah” namun Presiden lebih menekankan pada “terbuka dan tidak ada yang ditutupi-tutupi” dan tambahan penekanan pada kalimat “semua pihak”

Menurut Presiden, nampaknya perintah pertamanya nampaknya hanya dimaknai jajarannya untuk membuka informasi data Covid-19 mengenai jumlah pasien Covid-19 saja. Seolah-olah perintah pertama Presiden tersebut hanya terkait membuka dan mengumumkan jumlah pasien Covid-19 saja.

Pusat sampai daerah seolah berlomba membuka informasi data Covid-19 sebatas jumlah saja dan dianggap sudah memenuhi arahan Presiden.

Namun nampaknya Presiden belum puas karena Presiden belum melihat bagaimana Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah mengintegrasikan secara efektif dan efisien informasi data Covid-19 tersebut sesuai rezim Keterbukaan Informasi di mana Presiden pada beberapa kesempatan menyampaikan komitemen besar beliau pada Keterbukaan Informasi Publik.

Sehingga perintah kedua Presiden memberikan sinyal sangat kuat bahwa informasi data Covid-19 yang diminta untuk dibuka oleh Presiden bukan hanya terkait jumlah pasien Covid-19 namun juga informasi data Covid-19 dalam artian luas.

Dan Presiden juga menekankan bahwa informasi data Covid-19 tersebut merupakan informasi data Covid-19 yang dibutuhkan pihak-pihak manapun tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ada penambahan kalimat “kepada semua pihak tanpa ada yang ditutup-tutupi” dalam perintah kedua Presiden ini.

Penulis memahami dari perintah pertama dan perintah kedua Presiden tersebut bahwa Presiden menginginkan beberapa hal terkait pengelolaan dan penyampaian informasi data Covid-19, yaitu :

Pertama. Informasi data Covid-19 semua Kementerian, Lembaga, dan Pemda harus terintegrasi dengan dan oleh Gugus Tugas Covid-19 sesuai rezim Keterbukaan Informasi Publik;

Kedua. Informasi data Covid-19 terkait jumlah Pasien Positif, jumlah PDP, jumlah ODP, jumlah PCR yang telah dilakukan, jumlah sembuh, jumlah meninggal, dan sebarannya disampaikan kepada masyarakat sebagai bagian dari Informasi Berkala sebagaimana diatur UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

Ketiga. Informasi data Covid-19 yang selain mengenai “jumlah” juga harus dibuka kepada semua pihak tanpa ada yang ditutup-tutupi sesuai pengklasifikasian informasi menurut rezim Keterbukaan Informasi Publik;

Keempat. Membuka informasi data Covid-19 dengan memperhatikan, mempertimbangan, dan kebutuhan “pihak-pihak’ sesuai dengan status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan Covid-19 yang sudah ditetapkan Presiden.

***

Presiden dalam perintah kedua menyatakan dengan jelas bahwa informasi data Covid-19 yang diminta dibuka tanpa ditutup-tutupi haruslah berbasis pada kebutuhan pihak-pihak terhadap data tersebut.

Maknanya adalah haruslah terlebih dahulu dirumuskan siapa saja pihak-pihak yang memerlukan informasi data Covid-19 tersebut. Perlu dirumuskan terlebih dahulu siapa saja pihak dari sisi orang, pihak dari sisi sekelompok orang, pihak dari sisi komunitas, dan pihak dari sisi non orang, seperti Badan Hukum, dan lain sebagainya.

Kemudian setelah itu baru dirumuskan informasi data Covid-19 apa saja yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tersebut dan dalam kepentingan apa pihak-pihak tersebut memerlukan informasi data Covid-19 tersebut.

Dilanjutkan dengan analisis apakah informasi data Covid-19 yang diperlukan pihak-pihak tersebut masuk klasifikasi yang mana sesuai hasil pengklasifikasian informasi data Covid-19 oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Gugus Tugas Covid-19, untuk selanjutnya diperlakukan sesuai hasil pengklasifikasian tersebut.

Penekanan penulis di sini adalah bahwa Presiden menggariskan bahwa pengelolaan dan penyampaian informasi data Covid-19 haruslah mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan pihak-pihak terhadap informasi tersebut dengan tetap mempertimbangkan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan dengan tetap memperhatikan juga status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan Covid-19.

***

Pertanyaannya sekarang adalah apa yang harus dilakukan oleh Gugus Tugas Covid-19? Lebih spesifik lagi, apa yang harus dilakulan oleh Ketua Gugus Tugas Covid-19 beserta pimpinan Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah terkait dengan keluarnya dua arahan Presiden yang berturut-turut tersebut?

Pertama, Pengintegrasian Struktur dan Wewenang Pengelolaan Informasi Covid-19

UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan aturan turunannya menyatakan bahwa seluruh informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen yang dikuasai Badan Publik Negara (Kementerian, Lembaga, Pemda, BUMN, termasuk Gugus Tugas Covid-19) dikelola oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) masing-masing.

Sehingga dengan demikian Ketua Gugus Tugas Covid-19 nampaknya harus segera mengintegrasikan struktur dan wewenang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) semua Kementerian dan Lembaga serta Pemda dengan PPID Gugus Tugas Covid-19 sepanjang terkait pengelolaan informasi data Covid-19.

Pengintegrasian struktur dan wewenang dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Gugus Tugas Covid-19 tentang penetapan PPID Gugus Tugas Covid-19 yang terdiri atas : Ketua Gugus Tugas Covid-19 sebagai Atasan PPID Gugus Tugas Covid-19; PPID Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara ad hoc sebagai PPID Utama Gugus Tugas Covid-19; dan PPID Kementerian, Lembaga, dan Pemda secara ad hoc sebagai PPID Penunjang/Pembantu Gugus Tugas Covid-19.

Ketua Gugus Tugas haruslah memastikan bahwa seluruh pimpinan Kementerian, Lembaga, dan Pemda serta PPID masing-masing mengetahui dan memahami dengan baik pengintegrasian ini.

Kedua, Pengklasifikasian Informasi

Selanjutnya Ketua Gugus Tugas memerintahkan PPID Utama Gugus Tugas Covid-19 bersama PPID Penunjang/Pembantu Gugus Tugas Covid-19 untuk segera mengklasifikasikan semua informasi data Covid-19 kedalam 4 (empat) klasifikasi sesuai UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yaitu klasifikasi Informasi Berkala, klasifikasi Informasi Tersedia Setiap Saat, klasifikasi Informasi Serta Merta, dan klasifikasi Informasi Yang Dikecualikan.

Memerintahkan agar PPID Gugus Tugas Covid-19 segera menjalankan proses Uji Konsekuensi bagi informasi yang memiliki petunjuk awal sebagai Informasi Yang Dikecualikan, dilanjutkan dengan segera pembuatan Berita Acara hasil Uji Konsekuensi, dan memproses penetapannya melalui Surat Keputusan sesuai Berita Acara Uji Konsekuensi.

Di sini perlu diperhatikan bahwa Presiden menekankan bahwa pengklasifikasian informasi data Covid-19 haruslah dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan pihak-pihak atas informasi data Covid-19 tersebut.

Dan perlu diperhatikan juga bahwa pengklasifikasian informasi data Covid-19 haruslah dengan kesadaran penuh tentang status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan nasional yang sudah ditetapkan Presiden. Tidak boleh sama sekali dengan kesadaran situasi normal.

Penerapan norma hukum pun dalam proses pengklasifikasian informasi data Covid-19 haruslah dengan pendekatan situasi status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan tersebut. Termasuk memaknai kebutuhan pihak-pihak atas informasi data Covid-19.

Ketiga. Pengelolaan Informasi dan Penyampaian Kepada Publik

Pada poin ini sebenarnya hanya menindaklanjuti saja untuk melaksanakan prosedur pengelolaan informasi data Covid-19 sesuai hasil pengklasifikasian informasi pada poin dua di atas.

Informasi Berkala disampaikan secara berkala kepada publik publik melalui media yang memungkinkan.

Informasi Tersedia Setiap Saat dikelola dan disimpan dengan baik, dan disampaikan kepada siapapun yang memintanya.

Informasi Serta Merta dipastikan disampaikan dengan prosedur keserta-mertaan ketika informasi tersebut diketahui kepada masyarakat berpotensi terdampak.

Informasi Yang Dikecualikan disimpan dengan baik. Dan jika ada publik yang tidak sependapat dengan status Dikecualikan tersebut dan mengajukan Sengketa Informasi ke Komisi Informasi, maka PPID Gugus Tugas Covid-19 pada semua tingkatan haruslah menghormati dan mengikuti proses penyelesaian sengketanya di Komisi Informasi melalui mekanisme Mediasi dan atau Ajudikasi Nonlitigasi, serta melaksanakan Putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum mengikat.

Di sini yang perlu diperhatikan adalah bahwa menyampaikan sebuah informasi yang masuk ke dalam informasi klasifikasi terbuka kepada masyarakat tidak sama dengan menyampaikan sebuah informasi untuk dikonsumsi seluruh masyarakat tanpa kecuali dan tak terbatas.

Sebuah informasi boleh jadi hanya perlu disampaikan kepada masyarakat dalam lingkungan satu Rukun Tetangga (RT) saja, atau dalam lingkungan satu Rumah Sakit (RS), atau memang perlu disampaikan secara nasional. Pertimbangan ini tidak boleh diabaikan sama sekali.

***

Terkait perintah pertama Presiden penulis sudah menulis tiga tulisan. Penjelasan lebih lengkap tentang yang penulis tulis di atas bisa didalami dalam ketiga tulisan tersebut. Silahkan pembaca budiman untuk membacanya, yang penulis beri judul :

1. “Presiden Perintahkan Buka Data Pasien Corona, PPID Wajib Segera Tindak Lanjuti”;

2. “Salah Mengelola Informasi Serta Merta Data Covid-19, Pejabat Publik Dapat Diproses Pidana Dan Digugat Perdata”;

3. “Integrasi Wewenang dan Struktur PPID Penanganan Covid-19”.

Ketiga tulisan tersebut tentang bagaimana pengintegrasian informasi data Covid-19 dalam perspektif Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan aturan turunannya. Baik pengintegrasian struktur, wewenang, prosedur, pengelolaan, pengklasifikasian, maupun pengintegrasian penyampaian informasi Covid-19 tersebut kepada masyarakat. Termasuk juga resiko hukum jika itu tidak dilaksanakan.

*****

Pendapat penulis, inilah yang diperintahkan oleh Presiden dalam dua kali Ratas tersebut (Ratas tanggal 13/4/2020 dan Ratas tanggal 20/4/2020) terkait mengelola dan membuka informasi data Covid-19.

Ketua Gugus Tugas Covid-19 dengan pendekatan ini juga lebih efektif, efisien, terukur, dan sesuai rezim Keterbukaan Informasi Publik dalam mengelola informasi data Covid-19, sekaligus sesuai dengan hukum yang mengatur Keterbukaan Informasi Publik yaitu UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Baik dilihat dari sisi prosedural maupun dari sisi substansial, pengelolaan informasi data Covid-19 menggunakan pendekatan ini penulis pandang lebih terkonsolidasi, lebih terintegrasi, lebih dapat dipertanggungjawabkan, dan lebih memiliki landasan dan kepastian hukum, di samping lebih efektif dan lebih efisien dalam melayani Hak Azazi dan Hak Konstitusional masyarakat atas informasi Covid-19.

Semoga Ketua Gugus Tugas Covid-19 berkenan memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan ini dan semoga Covid-19 segera dapat dikendalikan di bumi pertiwi ini di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Wododo dan Ketua Gugus Tugas Covid-19, Bapak Letjen (TNI) Doni Munardo, Allahumma amiin.

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler