Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Pupuk corona

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Petani itu macam-macam konsentrasinya dalam bertani. Tergantung daerah dan selera.

Daerah kering, daerah setengah kering, daerah tidak pernah kering menentukan jenis pertanian yang cocok dan menguntungkan secara ekonomis. Sekedar contoh : Nagari Lawang Mandailing, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat petaninya banyak menanam tanaman sayuran karena sangat cocok dengan daerahnya dan pasarnya juga jelas, menyuplai kebutuhan pasar Pekan Baru dan Batam.

Ketinggian suatu daerah dari permukaan laut juga menentukan jenis pertanian yang punya nilai ekonomis paling menguntungkan. Sekedar contoh : Kecamatan Parakan, Kabubaten Temanggung, Jawa Tengah petaninya banyak menanam tanaman tembakau, karena di samping paling menguntungkan secara ekonomis juga ketinggian diatas permukaan laut daerah Parakan sangat cocok untuk menghasilkan tembakau berkualitas.

Selera petani juga demikian, berbeda-beda. Petani selera tanaman tua dengan panen sesuai musim. Misalnya petani di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, petaninya lebih banyak menggantungkan pertaniannya pada Salak Pondoh, umur tanamannya panjang, panennya musiman, namun dianggap menguntungkan karena permintaan untuk menyuplai sektor pariwisata di Yogyakarta.

Tidak sedikit juga petani yang mengandalkan menanam jenis tanaman umur pendek, sekali musim panen, pohon tanaman juga turut mati. Seperti petani cabe, bawang, timun, melon, semangka, tomat, dan termasuk padi.

Selama ini pertanian yang digeluti petani tersebut sudah memberikan penghidupan kepada puluhan juta keluarga petani di seluruh pelosok Indonesia.

Entah sudah berapa juta rakyat Indonesia yang dicerdaskan oleh proses belajar di Perguruan Tinggi yang secara finansial ditopang oleh sektor pertanian ini. Penulis salah satu contohnya, walau penuh keprihatinan saat kuliah, akhirmya bisa juga menamatkan pendidikan di perguruan tinggi karena, salah satunya, ditopang sektor pertanian. Penulis sangat bersyukur pada Allah SWT akan karunia ini.

Kehidupan bertani bukanlah kehidupan penuh bergelimang kemewahan dari sisi materi dengan tabungan berlimpah. Pada saat panen dan harga bagus, dapat menabung dalam bentuk kalung emas anak istri juga sudah alhamdulillah.

Sekali panen gagal atau harga jatuh, kalung emas anak istri pun kembali dijual sebagai modal untuk bercocok tanam. Tidak jarang harus berhutang juga untuk modal memulai bercocok tanam kembali tersebut.

Walaupun demikian, jangan ditanya soal gelimang keberkahan. Kemewahan keberkahan ini adalah rezeki yang paling dekat dengan petani. Kita boleh iri dengan ini.

******

Entah bagaimana ceritanya, Virus Corona mengamuk di Wuhan, Cina. Entah bagaimana ceritanya kok tahu-tahu ada Virus Corona di Wuhan, Cina. Entah bagaimana ceritanya kok ada jenis Virus Corona di Wuhan, Cina.

Entah karena faktor alam (evolusi misalnya) yang membentuk jenis Virus Corona di Wuhan, Cina.

Entah karena faktor non alam (rekayasa genetik misalnya) sehingga ada jenis Virus yang sangat sulit dikendalikan penyebarannya ini di Wuhan, Cina.

Petani Indonesia tidak tahu menahu dan juga tidak mau mencari tahu tentang hal itu. Biarlah itu urusan pemerintah dan peneliti di dunia ini untuk mencari tahu.

Petani Indonesia hanya tahu dan mau tahu kok tiba-tiba saja karena gara-gara Virus Corona ini hasil panennya sudah tidak laku di pasaran.

Pasar-pasar sayur di seantero negeri sepi pembeli. Pabrik rokok mengurangi permintaan tembakau. Salak Pondoh tiba-tiba saja tidak dapat dijual karena orang berwisata sudah hampir tidak ada.

Rumah makan Padang sepi, Warung Tegal sepi, Warung Soto sepi, warung ayam goreng sepi, warung-warung di daerah wisata sepi banget. Sepinya pasar dan warung dirasakan dan berdampak langsung oleh petani, karena disitulah produk pertanian diperdagangkan.

Kehidupan pertanian dan keluarga petani dirasakan menjadi sangat berat, bahkan ada yang mengatakan terberat sepanjang masa hidupnya.

Tidak sedikit juga generasi tua petani yang menyamakannya dengan keadaan zaman Jepang atau revolusi atau zaman awal kemerdekaan. Saking sulitnya kehidupan petani saat ini. Benar-benar sulit bangeeeett.

****

Bedanya, petani zaman sekarang petani melek informasi, petani suka nonton berita, petani suka bermedia sosial.

Petani mengetahui pemerintah memberikan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) kepada beberapa sektor industri agar karyawannya tetap punya daya beli.

Petani mengetahui pemerintah memberikan stimulus kepada pelaku Kredit Usaha Rakyat agar pelaku usaha mikro tersebut tidak sampai gulung tikar.

Petani mengetahui orang-orang tertentu diberi bantuan keuangan tunai oleh pemerintah karena tidak ada pemasukan sama sekali.

Petani sekarang mengetahui semua kebijakan pemerintah karena petani sekarang petani informatif, petani melek informasi, petani yang memandang informasi sebagai bagian penting dalam kehidupan pertaniannya.

Alhamdulillah, di posisi ini kita dapat sedikit bahagia karena amanah Pasal 27F UUD NRI 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik banyak sedikitnya sudah memperlihatkan hasil di sektor pertanian. Bukankah Keterbukaan Informasi Publik ini sebesar-besarnya didedikasikan untuk kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, termasuk dan tidak terbatas masyarakat petani?

Itu satu sisi. Sisi lainnya, petani juga makin kritis. Kemampuan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mendapatkan informasi juga diiringi dengan makin meningkatkan daya kritis petani.

Sekali lagi, Alhamdulillah. Bukankah daya kritis ini juga wujud semakin cerdasnya petani Indonesia sesuai amanah Pasal 28F UUD NRI 1945 dan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk mencerdaskan anak bangsa?

Daya kritis petani ini termasuk daya untuk mengkritisi kebijakan pemerintah dalam sektor pertanian, khususnya mengkritisi kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi beban petani dalam situasi Pandemi Corona ini.

*****

Beberapa Japri WhatsApp masuk ke nomer penulis, bertanya dan sedikit mempertanyakan kebijakan pemerintan untuk sektor pertanian karena adanya Pandemi Corona.

Beberapa Japri meminta penulis menuliskan pertanyaan mereka tersebut. Topiknya khusus pertanian dan petani dalam situasi Pandemi Corona. Penulis setuju, inilah tulisan tersebut.

Isi Japri penulis sarikan, diantaranya memberitahu kalau petani tetap harus memupuk tanaman pertanian agar tanaman tetap subur dan menghasilkan. Kalau tidak dipupuk tanaman bisa mati atau produksinya jauh di bawah nilai ekonomisnya.

Petani tetap harus menyemprot tanaman pertanian dengan pestisida agar tanaman tidak dimakan hama. Kalau tidak disemprot dengan pestisida bisa gagal panen dan kalaupun bisa panen bisa rugi besar.

Memupuk tanaman dan menyemprot tanaman dengan pestisida tidak bisa tidak harus tetap dilakukan petani, tidak ada alternatif lain.

Walaupun hasil pertanian tidak laku di pasaran, aktifitas pertanian tidak boleh berhenti. Berhenti bertani sama saja dengan mengabaikan kehidupan keluarga.

Salah satu Japri meminta penulis untuk menuliskan kalimat berikut :

“Kami petani tidak minta dikasih pupuk dan pestisida gratis, tidak sama sekali, kalau dikasih gratis alhamdulillah. Kami hanya meminta harganya diturunkan agar kami tetap bisa bertani dan makan. Harga yang secara ekonomis tetap menguntungkan jika panen. Setidaknya selama pagebluk Corona ini”

Penulis lahir dan besar di kampung, bahkan belum ada listrik saat itu, susahnya kehidupan petani penulis bisa rasakan karena pengalaman empirik, apalagi kehidupan petani pada masa pagebluk.

Itulah nampaknya alasan logis kenapa penulis secara tidak sadar meneteskan air mata saat membaca kalimat tersebut, apalagi saat melihat emotikon orang menangis bergandengan dengan emotikon jari sepuluh disusun.

Serasa kalimat tersebut mengaduk-aduk kesadaran dan qolbu yang paling dalam…….

#PetaniAdalahKita
#PertanianAdalahBangsaKita
#PetaniSejahteraNegaraSejahtera
#PetaniKuatNegaraTakTergoyahkan

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler