Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Megawati, Ibu Pemilu langsung Indonesia

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id
Pilpres Langsung

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung diputuskan saat Sidang Tahunan Umum MPR RI Agustus 2002 melalui Amandemen IV UUD NRI Tahun 1945.

Melihat kekuatan politik saat itu dan aturan Amandemen UUD NRI 1945, bisa saja Megawati Soekarnoputri menghalangi amandemen tersebut sehingga pemilihan Presiden tetap dilaksanakan oleh MPR RI. Dan pemilihan Presiden melalui MPR RI saat itu jauh lebih menguntungkan dan lebih mudah dimenangkan seorang Megawati yang merupakan patahana.

PDIP punya 153 kursi di DPR RI (33%). Dan kalau dipelajari lebih jauh, persentase kekuatan politik Megawati di MPR RI lebih tinggi dibanding di DPR RI karena Utusan Daerah yang dipilih oleh DPRD Provinsi banyak yang orientasi politiknya sama dengan PDIP. Sementara Utusan Golongan dipilih oleh golongan yang punya utusan di MPR RI yang juga tidak sedikit yang arah politiknya sama dengan PDIP. Ditambah 38 orang Fraksi ABRI yang (seharusnya) dalam kendali Megawati selaku Presiden yang sedang menjabat.

Menurut hitungan kasar penulis, setidaknya Megawati mengendalikan lebih 41% kekuatan politik dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002 tersebut.

Kalau Megawati bersikeras Pemilihan Presiden dilakukan oleh MRP RI maka amandemen UUD NRI 1945 yang mengatur Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden tidak akan bisa disahkan. Saat itu Amandemen UUD NRI 1945 hanya bisa dilaksanakan jika ada dukungan politik di MPR RI paling sedikit dua pertiga Anggota MPR RI (66,66%).

Megawati memilih untuk memerintahkan Fraksi PDIP di MPR RI untuk mengusung Amandemen UUD NRI 1945 agar Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia. Padahal untuk dapat terpilih menjadi Presiden melalui MPR RI bisa dikatakan sudah di tangan Megawati, hanya memerlukan sedikit kompromi politik saja dengan kekuatan politik lainnya di MPR RI.

Atas hal ini, rakyat Indonesia, menurut hemat penulis, patut berterima kasih kepada Megawati atas pilihan politik kebangsaan beliau saat itu, baik sebagai Presiden yang sedang berkuasa maupun sebagai Ketua Umum partai politik pemenang pemilu. Tanpa ada keputusan politik kenegarawanan oleh seorang bernama Megawati tersebut sulit membayangkan bangsa Indonesia punya Presiden bernama Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.

Sejarah mencatat, Megawati adalah satu-satunya tokoh sentral reformasi yang masih mendapatkan dukungan solid dari partainya (PDIP) sampai saat ini, 22 (dua puluh dua) tahun semenjak reformasj, melewati 5 (lima) Pemilu nasional.

Pilkada Langsung

Berbeda dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dengan jelas dan tegas dinyatakan UUD NRI 1945 dilaksanakan secara langsung, Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota) tidak demikian adanya.

UUD NRI 1945 hanya menggariskan Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Bagaimana wujud dipilih secara demokratis tersebut diserahkan kepada regulator (Presiden dan DPR) untuk menterjemahkannya dalam Undang-Undang.

Pada prakteknya Pemilihan Kepala Daerah pasca Amandemen UUD NRI 1945 tersebut dilakukan oleh DPRD sampai Presiden Megawati menandatangani Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2004 Nomor 125) tanggal 15 Oktober 2004.

Megawati dalam jabatan Presiden maupun dalam jabatan Ketua Umum PDIP yang merupakan fraksi terbesar di DPR RI (33%) dapat saja dengan mudah melakukan proses politik agar Kepala Daerah tetap dipilih oleh DPRD. Toh itu tidak bertentangan dengan UUD NRIN1945.

Namun, sekali lagi Megawati membuat keputusan politik kenegarawanan, Pilkada dilaksanakan secara langsung.

Pilihan ini sangat mempengaruhi arah perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Tanpa Pilkada langsung rasanya tidak akan ada Wali Kota Surakarta (Solo) bernama Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta bernama Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia bernama Joko Widodo.

Tanpa Pilkada langsung sulit membayangkan Gamawan Fauzi menjadi Gubernur Sumatera Barat. Sulit membayangkan ada Menteri Dalam Negeri bernama Gamawan Fauzi.

Tanpa Pilkada langsung kita mungkin tidak akan mengenal nama-nama beken di jajaran Kepala Daerah. Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ahok, Rano Karno, dan lain sebagainya.

Ibu Pemilu Langsung Indonesia

Penulis berpendapat, sudah sepatutnya bangsa dan pemerintah Indonesia memberikan apresiasi kepada beliau, Megawati Soekarnaputri, atas dua keputusan politik kenegaraan kenegarawanan yang pernah beliau buat tersebut, mengingat besarnya dampak positif dari dua keputusan tersebut kepada kehidupan demokrasi di Indonesia khususnya, dan terhadap perjalanan bangsa Indonesia ke depan umumnya.

Sebagai anak asli Minangkabau (Sumatera Barat) dan sebagai Putra Mantu Wonogiri (Jawa Tengah) penulis tentu akan sangat bahagia sekali jika Presiden Jokowi berkenan menyematkan pin “IBU PEMILU LANGSUNG INDONESIA” kepada Bundo Kanduang Megawati Soekarnoputri.

Pin “IBU PEMILU LANGSUNG INDONESIA” tersebut akan menjadi inspirasi bagi generasi pemimpin Indonesia dimasa depan bahwa keputusan politik kenegaraan itu dibuat tidak melulu berbasis kepentingan jangka pendek dan hitung-hitungan peluang kekuasaan.

Keputusan politik kenegaraan dibuat juga haruslah dengan sentuhan kenegarawanan dan mendahulukan pertimbangan jangka panjang perjalanan bangsa Indonesia, sebesar apapun resikonya pada peluang politik praktis jangka pendek.

Semoga dalam waktu tidak lama akan terealisasi harapan penulis tersebut, amiin. (***)

Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2008 & 2008-2013

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler