Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Masalah Tjahjo Kumolo

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Beberapa hari sebelum Work From Home (WFH) diberlakukan di Jakarta pada pertengahan Maret 2020 lalu, penulis harus pulang kampung ke Wonogiri, Jawa Tengah.

Tetangga rumah punya kerja, Mantu (menikahkan anak perempuan). Penulis diminta dan tertulis dalam rantaman (Susunan Panitia dan Acara Mantu) sebagai Among Tamu.

Pergaulan sosial dalam budaya Jawa di Wonogiri yang penulis lakoni, mendapat tugas sebagai Among Tamu itu artinya wajib hadir dan wajib melaksanakan tugas sosial tersebut sebagai prioritas. Maka pulang kampunglah penulis.

Rumah, istri, dan anak-anak penulis memang di Wonogiri. Penulis merantau ke Jakarta melaksanakan tugas negara di Komisi Informasi Pusat semenjak Presiden mengeluarkan Kepres Nomor 19 Tahun 2017 tanggal 01 November 2017. Istri penulis PNS di Dinas Kesehatan Pemkab Wonogiri. Dan anak-anak juga merasa lebih cocok menempuh pendidikan formal dan pendidikan sosial berbasis budaya Jawa di Wonogiri.

Penulis kalau pulang kampung seringnya naik bus malam dari Bulak Kapal, Bekasi, tujuan Wonogiri. Pertimbangannya murah, kursi dan fasilitas lainya senyaman Kereta Api Eksekutif, makan malam gratis pula seperti Kereta Api Eksekutif tempoe doeloe saat sisi sosial perkereta apian masih sangat kental.

Kru busnya juga sangat njawani penumpang (memperlakukan dengan baik), lancar (lewat tol lintas Jawa), sebelum azan subuh sudah turun depan rumah. Tidak mengganggu waktu kerja hari Jum’at pula.

Kembali ke Jakarta seringnya dengan bus malam juga. Minggu malam dari Wonogiri, Subuh sudah di Jakarta. Pertimbangannya sama, plus bisa lebih lama bersama anak istri memenuhi hak mereka sebagai istri dan anak. Pindah tidur ke bus, besoknya bisa langsung kerja.

Namun pulang kampung kali ini penulis memutuskan nyetir mobil sendiri, ada semacam rasa khawatir tertular Virus Corona kalau naik moda transportasi umum.

Namun saat akan kembali ke Jakarta, dapat informasi dari Ibu Nunik, Kabag Umum merangkap Plt Kabag PSI Sekretariat Komisi Informasi Pusat, kalau kantor memberlakukan WFH. Penulis putuskan WFH di Wonogiri saja. Sendirian di apartemen dinas Jakarta merasa ndak nyaman juga dalam situasi Corona begini.

WFH di Wonogiri siapa tahu lebih produktif karena rasa tenang di tengah keluarga. Sekaligus dapat menjalankan kewajiban dari Mendikbud juga membantu anak-anak Belajar Dari Rumah. Dan juga dapat membimbing anak-anak Beribadah Dari Rumah.

Berkoordinasi via alat komunikasi dengan Badan Publik dan menerima telpon/video call dari banayak pihak menjadi kesibukan sehari-hari. Menulis juga menjadi salah satu cara yang penulis pilih untuk melaksanakan kewajiban WFH.

Status WFH tidak pernah dicabut sampai tulisan ini penulis tulis. Malah ditambah status Pengendalian Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan Bodatabek. Terakhir Presiden menetapkan larangan mudik yang artinya larangan keluar masuk Jakarta terhitung 24 April 2020.

***

Entah siapa yang memulai, warga di lingkungan penulis tinggal di Wonokarto, Wonogiri, setiap hari sudah rutin saja melaksanakan ronda. Padahal tidak sekalipun, sepanjang pengetahuan penulis, imbauan ini disampaikan Pak Yuri, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

Hampir setiap Rukun Tetangga (RT) rutin ronda tiap malam sampai dini hari dengan protokol jaga jarak dilaksanakan dengan disiplin. Apakah ada hubungan ronda ini dengan COVID-19 penulis juga tidak menanyakannya.

Penulis juga tidak tahu apakah mereka melakukan ronda ini setelah membaca tulisan penulis “Napi Dilepaskan, Wong Cilik Kalang Kabut”. Penulis ikut ronda tanpa menanyakan apakah mereka membaca tulisan penulis tersebut, walaupun tidak tiap malam.

Penulis juga tidak tahu dan tidak mencari tahu dan juga tidak berusaha memberi tahu Menkumham, Pak Yasonna Laoly, tentang fenomena ini. Penulis memang tidak kenal beliau dan tidak punya nomor kontaknya juga.

Kalau Pak Yasonna membaca tulisan ini, penulis hanya berdo’a beliau dapat merasakan suasana kebathinan wong cilik rakyat Indonesia dibalik fenomena sosial ronda mendadak dan masif ini.

Kalau tidak bisa merasakan, atau pura-pura tidak bisa merasakannya, yaaa…. kebangetan…. kata orang kampungnya Pak Presiden Jokowi, Solo Raya, termasuk Wonogiri sini.

***

Saat sedang ronda, Minggu dini hari (3/5/2020) jam 00:55 WIB masuk pesan Japri WhatsApp ke nomer penulis.

Pengirimnya bukan orang sembarangan. Beliau di mata penulis saalah seorang hebat Indonesia, apalagi dalam situasi penyebaran Virus Corona ini, Pak Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Republik Indonesia, Mendagri 2014-2019.

Penulis kutipkan utuh tanpa editan pesan WA beliau tersebut (awal dan akhir penulis dengan tanda ===) sebagai berikut :

===

FWD)SABAR & SHALAT(
*Obat Hadapi Masalah*
SATU ciri utama dunia yang tidak akan pernah hilang ialah MASALAH.*

Semua Kehidupan berhadapan dengan MASALAH

setiap jiwa pasti memiliki MASALAH.*

*Allah Ta’ala sebagai Pencipta Alam Semesta sudah mengetahui…*

*dan karena itu juga telah mempersiapkan metode terbaik dalam menghadapi setiap MASALAH,*

yakni dengan *SABAR dan SHALAT.*

_sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang *SABAR.”*_
(QS. Al-Baqarah : 153)

===

Tentu saja penulis tidak dapat memastikan apakah Pak Tjahjo Kumolo mengirim pesan WA tersebut sebagai jawaban dari link tulisan penulis “Stafsus 28F” yang penulis kirim ke beliau Sabtu paginya atau merupakan pesan terpisah.

Kalau merupakan respon dari tulisan “Stafsus 28F” tersebut, apakah melalui jawaban tersebut Pak Tjahjo Kumolo ingin mengatakan bahwa Presiden memandang MASALAH merupakan keniscayaan dalam kehidupan dan Presiden dalam menghadapi MASALAH berpegang pada prinsip-prinsip SABAR dan SHOLAT. Penulis tidak dapat memastikannya.

Sama tidak dapatnya memastikan apakah maksud WA beliau itu ingin mengatakan bahwa Presiden meyakini bahwa menghadapi MASALAH serangan Virus Corona yang mempengaruhi segala sektor kehidupan ini dengan prinsip-prinsip SABAR dan SHOLAT, yaitu tolong-menolong dan gotong royong dengan SABAR sambil memohon pertolongan Allah SWT melalui SHOLAT.

Atau bukan itu maksud WA beliau tersebut, tidak ada kaitannya sama sekali dengan Presiden yang sedang menghadapi tambahan beban MASALAH karena ulah surat dan bisnis Stafsus Milenial yang sudah mundur itu.

Namun WA tersebut merupakan jawaban pribadi beliau sendiri terkait COVID-19, penulis juga tidak dapat memastikannya.

Dan entah kenapa penulis membiarkan saja ketidakmampuan penulis untuk memastikannya itu.

Penulis hanya mengetahui kalau beliau berani dengan penuh tanggung jawab melakukan hal luar biasa yang menunjukan kualitas komitmen beliau sebagai pemimpin dalam melindungi masyarakat dalam situasi Pandemi Corona ini.

Beliau tampil di depan media, memberi tahu publik kalau putra mantu, sopir, dan Aspri beliau positif tertular Virus Corona, pada saat mayoritas orang gigih membangun argumentasi nama pasien Corona harus dirahasiapan karena takut dibully dan dikucilkan dan memandang terpapar Virus Corona sebagai aib, walaupun sangat bermanfaat dalam mengendalikan laju penyebaran Virus Corona.

Tindakan ini bukanlah hal yang mudah dan ringan untuk dilakukan. Tetapi dengan alasan agar orang yang pernah berinteraksi dengan tiga orang anggota keluarga beliau tersebut dapat segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi diri, keluarga, dan lingkungannya, beliau mengumumkannya secara terbuka dengan segala resikonya.

Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi bahkan lebih tinggi dari Konstitusi tidak berhenti sebagai jargon di tangan seorang Tjahjo Kumolo.

Sebagai seorang Sarjana Hukum beliau benar-benar menjadikan azaz hukum perlindungan masyarakat itu benar-benar hadir dalam kehidupan nyata, apapun taruhannya bagi diri dan keluarga beliau.

Panjatan do’a kesembuhan mengalir dari seluruh pelosok negeri untuk ketiga anggota keluarga beliau yang sedang mendapat ujian dan cobaan terpapar Virus Corona.

Allah SWT menjawab do’a-doa masyarakat Indonesia dengan memberikan kesembuhan kepada tiga anggota keluarga beliau yang positif terinfeksi Virus Corona, Alhamdulillah wa syukurillah.

Bukankah mendo’akan orang sakit adalah hak yang sakit dan kewajiban yang sehat yang dituntunkan Nabi kekasih Allah? Mana mungkin tidak ada implikasinya pada kesembuhan si sakit. Bukankah itulah aqidah yang lurus?!

***

Menjelang tidur penulis berdo’a dalam hati kecil penulis dengan penuh harap.

Berdo’a semoga WA Pak Tjahjo Kumolo tersebut benar adanya merupakan penjelasan tentang bagaimana Presiden Joko Widodo memposisikan SHOLAT dan SABAR dalam menghadapi MASALAH serangan Virus Corona ini, khususnya, dan dalam menghadapi MASALAH kenegaraan lain, umumnya.

Berdo’a semoga WA tersebut juga sekaligus menjelaskan bagaimana MenpanRB RI memposisikan SHOLAT dan SABAR dalam menghadapi MASALAH COVID-19 dan MASALAH lainnya dalam ruang lingkup tugas MenpanRB.

Kalaupun bukan itu maksud WA tersebut, penulis mengajak pembaca budiman semua untuk berdo’a pada bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini kepada Allah SWT semoga Presiden dan MenpanRB beserta jajaran pemerintah mendajikan SHOLAT dan SABAR sebagai bagian integral dalam menghadapi segala MASALAH kehidupan berbangsa dan bernegara, wa bil khusus dalam menghadapi, dan mencari jalan keluar dari, MASALAH serangan Virus Corona ini.

Agar Allah SWT terpanggil untuk ikut campur tangan menyelesaikan MASALAH besar yang kita hadapi sebagai bangsa ini. Sehingga berlakulah kalimat Allah SWT kun fa yakun, melalui ikhtiar anak negeri yang berkecepatan-berketepatan dan berketepatan-berkecepatan.

Allahumma amiin ya Robbal ‘alamiin

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI / Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PP KBPII

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler