Connect with us

Opini Redaksi Tamu

“Zona Waktu” TRO TRO

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Suatu saat di penghujung milenium, saat masih kuliah dulu, saat penulis menempuh salah satu mata kuliah Teknik Kimia yang diampu Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI), Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Bapak Gunawan, sebelum menyampaikan kuliah, secara berkelakar bertanya kepada kami mahasiswa : Siapa orang paling pintar dan cerdas di dunia ini?

Beragam jawaban yang kami berikan saat itu sebagai mahasiswa Teknik Kimia. Beliau membenarkan semua jawaban. Namun menurut beliau yang paling pintar dan cerdas itu adalah : Penulis Lagu.

Hahahaha…. semua kami melongo… dan tentu saja saling pandang sesama mahasiswa…. dan senyuman mahasiswi saat itu begitu serasa mengoyak dada…. hahahaha….

Seakan mengerti suasana kebatinan kami mahasiswa Teknik Kimia, beliau melanjutkan pertanyaan : Mana yang lebih menyentuh hati dan perasaan kalian sepanjang hidup dengan pilihan kata dan kalimat yang paling efisien, hukum relatifitas Eistein atau lagu Stasiun Balapan karya Dedi Kempot?

Itulah perkenalan pertama penulis dengan nama Didi Kempot. Itulah yang menggerakan penulis mencari lagu Stasiun Balapan.

***

Awal 2017 penulis mendapatkan kiriman sebuah tulisan dari seorang teman yang diberi judul “Zona Waktu”. Teman tersebut bukanlah penulisnya, dia hanya copy paste saja.

Melihat nilai inspirasi tulisan tersebut, April 2017 penulis putuskan mengirimkan tulisan tersebut ke salah satu media dengan jujur mengatakan itu bukan karya penulis. Ternyata dinaikan.

Sedikit penulis kutipkan : Setiap orang berada dan berkarya sesuai “Zona Waktu” masing-masing. Seseorang bisa mencapai banyak hal dengan kecepatannya masing-masing. Maka berkaryalah sesuai “Zona Waktu” sendiri.

Pesan masuk ke handphone penulis. Pengirimnya adik bungsu penulis, Sisri Wahyuni, mahasiswi Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang (UNP), jurusan Bimbingan Konseling.

Isinya memberitahu penulis kalau “Zona Waktu” adalah karya yang ditulisnya beberapa waktu lalu dan diupload di Medsos tanpa menuliskan namamya, disertai bukti yang menguatkan itu.

Subhanallah….

Saat menghadiri wisudanya, perbincangan “Zona Waktu” berlanjut dan sampai pada konsep pemodelan.

Bahwa untuk memahami seorang tokoh fenomenal dan luar biasa, cara paling baik adalah dengan memahami bagaimana perjalanan sang tokoh tersebut meniti “Zona Waktunya” menggapai puncak.

Setidaknya begitu yang penulis pahami.

***

Nama aslinya Dionisius Prasetyo, lebih dikenal dengan nama panggung Didi Kempot. Putra dari seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel, adik kandung pelawak senior Srimulat (alm) Mamiek Prakoso. Lahir 31 Desember 1966, mu’alaf pertengahan 1990an, dan wafat 5 Mei 2020.

Memulai “Zona Waktu” berkesenian dari trotoar-trotoar Jakarta pada usia bisa dibilang masih sangat muda, belasan tahun, awal 1980an, sebagai pengamen trotoar.

Trotoar itu juga yang mengispirasi nama panggung yang kemudian hari jauh lebih dikenal publik dibanding nama aslinya : Kelompok Penyanyi Trotoar disingkat Kempot, Didi Kempot.

Fokus pengamen seniman trotoar seorang Didi Kempot ternyata bukan hanya sekedar untuk mengumpulkan recehan dengan modal jreng jreng sekenanya. Bukan juga hanya sekedar menyanyikan lagu-lagu yang sedang hit dari penyanyi terkenal saat itu.

Didi Kempot punya fokus lain : Berkarya, menciptakan lagu sendiri, pencipta lagu, menapak tangga menjadi orang paling pintar dan cerdas (mengikuti pandangan dosen penulis di atas), menuju “Zona Waktu” sebagai legenda.

Jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi…. entah berapa puluh atau mungkin ratusan kali fase “Zona Waktu” trotoar ini dijalani oleh seorang Didi Kempot dalam berkarya dan berkesenian di trotoar-trotoar Jakarta.

Berkarya dan berkesenian sambil menyambung hidup menaklukan Ibu Kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri, menjalani fase “Zona Waktu” keletihan psikologis dan spritual pada semua tingkatannya, rendah, sedang, bahkan berat dan sangat berat.

Jika berhasil bertahan dalam fase “Zona Waktu” yang sarat dengan keletihan psikologis dan spritual ini : merupakan suatu capaian yang luar biasa.

Jika dapat keluar dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan : merupakan capaian lebih luar biasa lagi.

Jika tidak saja dapat keluar dari fase “Zona Waktu” ini dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan, namun juga dapat mengelola keletihan psikologis dan spritual menjadi energi untuk berkarya merupakan capaian sangat luar biasa yang hanya dapat diraih oleh orang spesial.

***

Didi Kempot membuktikan kelasnya dalam menjalani fase “Zona Waktu” trotoar yang sarat dengan keletihan psikologis dan spritual ini.

Didi Kempot berhasil melewatinya dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan, serta dapat mengelola keletihan psikologis dan spritual tersebut menjadi energi untuk berkarya dengan tetap memelihara kesadaran akan akar historisnya yang dilekatkan di nama panggungnya, Kelompok Penyanyi Trotoar, Kempot.

Berkarya dengan positioning yang jelas yang tidak saja berdimensi kediriannya namun juga berdimensi sosial kemasyarakatan. Pencipta dan penyanyi lagu-lagu Campursari dengan konsistensi tema.

Tidaklah mudah melakoni berkesenian seperti itu jika tanpa adanya visi besar dan kekuatan bathin yang berakar pada pengalaman empirik jatuh bangun dalam proses positioning berkarya berkesenian.

Lebih tidak mudah lagi jika perjalanan tersebut sampai pada tahap mendapat pengakuan publik sebagai seorang legenda, sampai tahap mendapat pengakuan jurnalistik yang secara kasat mata dapat dilihat dari perlakuan live prosesi pemakaman dari stasiun televisi berita kelas nasional.

***

Indonesia dalam percaturan global saat ini, menurut hemat penulis, sedang berada pada fase “Zona Waktu” yang sarat dengan keletihan psikologis dan spritual pada trotoar-trotoar percaturan dan pergaulan global.

Pengalaman perjalanan Didi Kempot seharusnya bisa dijadikan referensi sekaligus penyemangat kita sebagai bangsa bahwa Indonesia bisa dan memiliki potensi cukup besar untuk mengelola fase “Zona Waktu” dengan keletihan psikologis dan spritual ini menjadi energi untuk berkarya yang tidak saja berdimensi nasional namun juga berdimensi global.

Karya-karya inspiratif yang lahir dari laku prihatin anak bangsa untuk mewujudkan Indonesia Pemimpin Dunia sebagai mana sudah dideklarasikan Pemuda Politisi Anggota Parlemen Seluruh Indonesia dari seluruh partai politik dihadapan Presiden/Kepala Negara tanggal 04 November 2010 silam.

“Kami Bertekad, menjadikan Indonesia inspirasi dan pemimpin dunia”

Berbekal keyakinan dan usaha gigih anak bangsa bahwa Indonesia akan mampu bermetamorfosis dari “Zona Waktu” teotoar menuju “Zona Waktu” pemimpin dunia.

Sebagai mana perjalanan Didi Kempot menapaki “Zona Waktu” kehidupannya telah mengajarkan pada kita…. tidak ada yang mustahil…

Sebagaimana seorang anak bangsa bernama Didi Kempot dapat bermetamorfosis dari seniman TROtoar Jakarta menjadi maesTRO campursari berkelas nasional bahkan Internasional…..

Indonesia, ainsya Allah, dapat bermetamorfosis dari “Zona Waktu” pada posisi TROtoar dalam percaturan global menjadi berada pada “Zona Waktu” sebagai MaesTRO penggerak pembangunan peradaban global yang berakar pada kesadaran historis Indonesia sebagai negara bangsa Pancasila yang, dan tidak terbatas, dijalankan dengan prinsip-prinsip Keterbukaan Informasi Publik.

Taglinenya bisa saja : From “Zona Waktu” TROtoar to “Zona Waktu” maesTRO

Atau lebih singkat : “Zona Waktu” TRO TRO

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler