Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Pembuktian dan tuntutan ganti rugi gagal pulang kampung

Avatar

Published

on

Jakarta, koin24 – Pemerintah mengeluarkan aturan melarang siapapun mudik. Berlakunya aturan tersebut juga dipercepat, mulai awal Ramadhan sampai H+7 Idul Fitri 2020.

Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan masyarakat umum, semuanya dilarang mudik, kecuali bagi yang sudah terlanjur mudik.

Namun Presiden menyatakan larangan mudik tersebut tidak berlaku bagi yang pulang kampung. Menurut Presiden, mudik dan pulang kampung itu berbeda.

Menurut hemat penulis, tidak perlu diperdebatkan apakah mudik dan pulang kampung itu artinya sama atau berbeda.

Posisikan saja bahwa pernyataan Presiden tersebut dalam praktek hukum bisa dilaksanakan dan akan dipatuhi penegak hukum di lapangan.

Sehingga dan oleh karenanya, jika merujuk pernyataan Presiden tersebut, berarti petugas yang menghalangi orang yang akan atau sedang pulang kampung merupakan Perbuatan Melawan Hukum.

Namun perlu dijawab setidaknya dua pertanyaan besar yaitu :

Pertama. Bagaimana pembuktian yang harus dilakukan di lapangan dan alat bukti apa yang perlu dipersiapkan masyarakat yang mau pulang kampung?

Kedua. Jika masyarakat dapat membuktikan dan dapat menunjukan alat bukti sedang pulang kampung, bukan mudik, dan tetap tidak diijinkan penegak hukum, bagaimana dan kemana masyarakat mencari keadilan?

***

Bagaimana pembuktian dan alat bukti apa yang memiliki kekuatan pembuktian bahwa seseorang itu pulang kampung, bukan mudik, harusnya diatur dalam aturan yang jelas.

Seharusnya tidak bisa hanya menyandarkan pada pernyataan lisan Presiden semata.

Apalagi pernyataan Presiden tersebut hanya disampaikan saat menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa.

Misal pengaturannya…..

Diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan…..

Setidaknya dalam Permenhub yang mengatur larangan mudik diatur juga bahwa ketentuan larangan mudik ini tidak berlaku bagi yang pulang kampung…..

Selanjutnya diatur syarat-syarat pulang kampung, seperti hanya berlaku bagi orang yang bukan penduduk setempat, namun penduduk tujuan…. Alat buktinya misalnya Kartu Tanda Penduduk (KTP)….

Diatur juga alamat KTP harus sama dengan alamat tujuan pulang kampung. Bisa ditambah surat ketetangan dari Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat. Dan syarat-syarat lainnya…..

Tanpa adanya pengaturan tersebut…. bisa berabe di lapangan dan kemudian hari dibuatnya….

****

Bagaimana kalau masyarakat dapat membuktikan pulang kampung dan menunjukan alat buktinya, bukan mudik, tetapi tetap tidak dapat mudik, tetap disuruh putar balik oleh penegak hukum, kemana dan bagaimana masyarakat pulang kampung akan mencari keadilan?

Ya… pasrah saja….. ndak tahu kalau nanti-nanti…

Lha…. sampai tulisan ini dibuat ketentuan yang menjelaskan dan membedakan apa itu pulang kampung dan apa itu mudik dari sisi norma hukum positif belum ada…..

Bagaimana mau membuktikan pulang kampung…. Bagaimana mau menyiapkan alat bukti pulang kampung…. Kalau aturannya belum ada….

Pastilah masyarakat yang mau pulang kampung tidak dapat membuktikan…. apalagi menunjukan alat bukti…

Pasti tidak bisa….

Sampai aturan hukum positifnya ada….

***

Namun dari sisi rezim Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat memiliki Hak Azazi, Hak Konstitusional, dan Hak Legal untuk mendapatkan informasi lengkap tentang kejelasan pernyataan Presiden tersebut, termasuk dari sisi hukum positif.

Masyatakat berhak untuk mendapatkan kepastian hukum atas penjelasan Presiden yang membedakan pulang kampung dan mudik tersebut.

Masyarakat tidak boleh dibingungkan apalagi sampai dirugikan sedikitpun karena kurang lengkapnya sebuah pengaturan yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak padahal sudah ada pernyataan Presiden tentang itu, seperti pengaturan pulang kampung.

Masyarakat tidak boleh dibingungkan apalagi sampai dirugikan sedikitpun, semisal, karena lambat atau karena lalainya pembantu Presiden menindaklanjuti pandangan Presiden terkait pulang kampung dalam bentuk norma hukum positif agar ada kepastian hukum di lapangan bagi masyatakat dan penegak hukum.

Masyarakat sangat berhak tahu dan masyarakat benar-benar tidak boleh sedikitpun dirugikan.

***

Kalau itu tetap terjadi….?

Ya…. jangan salahkan kalau di kemudian hari ada masyarakat yang iseng….

Iseng menuntut pembantu Presiden ke pengadilan karena tidak segera merumuskan aturan terkait perbedaan mudik dan pulang kampung….

Iseng menuntut ke pengadilan karena tidak bisa pulang kampung dan merasa dirugikan…

Ya sebenarnya ndak apa-apa sih…. kan Indonesia Negara Hukum…. boleh saja menuntut ganti rugi secara perdata misalnya…. walaupun itu iseng…. asal administrasi tuntutannya dilengkapi….

Kan pengadilan tidak boleh menolak pencari keadilan…. soal dikabulkan atau tidak itu urusan kemampuan pembuktian dan ketersediaan alat bukti….

Tinggal merumuskan konstruksi dalil hukumnya saja… dan membuktikannya dengan alat bukti yang cukup di depan persidangan…

Namun, saran penulis, kalaupun mau iseng menuntut secara perdata ke pengadilan sebaikmya jangan kebablasan….

Kebablasan nuntut ganti rugi sampai miliaran misalnya…. yang wajar-wajar saja….

Apalagi sampai kebablasannya menuntut Presiden untuk membayarkan ganti rugi misalnya….

Kan Presiden sudah kasih arahan dan pernyataan publik… selanjutnya tanggung jawab pembantu Presiden untuk menindaklanjutinya…

Menuntut pejabat di bawah saja cukuplah….

Kalau mau iseng banget…. Menteri lah pejabat paling tinggi yang dituntut…. masih logis…. kan aturan larangan mudiknya Peraturan Menteri….

Ndak usah kebablasan sampai proses pidana juga….

Lalu misalnya ada yang bertanya, kalau kejadiannya menimpa penulis, akan melakukan tuntutan perdata tidak….. kalau iya, siapa yang akan penulis tuntut….?

Kalau penulis sih…. lebih berharap tidak usah tuntut menuntut… ribeeetttt…. bikin gaduh…. negara butuh ketenangan menghadapi serbuan Virus Corona dan segala efeknya yang tidak bisa diprediksi ini….

Namun penulis sangat berharap Pak Menteri melengkapi Peraturan Menteri untuk mengatur materi Pulang Kampung ini…. sederhana gitu saja harapan penulis…. biar teratur….

Kan hukum itu untuk mengatur yang perlu diatur agar tatanan sosial bisa teratur….

Gitu aja kok repot…. Upsh…. keceplosan ngutip Gus Dur jadinya….

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler