Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Sekeluarga mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #4 : Aku terbuka positif Covid-19 demi kemanusiaan dan tanggungjawab sumpah jabatan

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Setelah istri dan anak-anak penulis yakini mampu mengendalikan pikiran dan psikologis mereka, penulis memberitahu keluarga yang lain, baik yang di Wonogiri maupun yang di Sumatera Barat.

Sebelumnya, sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI (KI Pusat), penulis telah melaporkan kepada Ketua KI Pusat, Bapak Gede Narayana, tentang kondisi penulis dan memberitahu beliau kalau penulis sudah meminta kepada Kepala Bagian Umum Sekretariat KI Pusat, Ibu Nunik, untuk malakukan test swab PCR kepada seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan di lingkungan KI Pusat.

Penulis menekankan kepada Ibu Nunik agar informasi penulis positif Covid-19 diberitahukan kepada seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan KI Pusat sebagai Informasi Serta Merta, informasi yang begitu diketahui seketika itu juga harus disampaikan.

Keserta-mertaan ini penulis tekankan agar semenjak saat itu seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan bisa langsung melaksanakan protokol kesehatan sebagai orang yang kontak langsung dengan pasien positif Covid-19. Supaya seluruhnya dapat melaksanakan protokol kesehatan ketat dan menjaga jarak dengan siapa pun, khususnya dengan anggota keluarga se-rumah, sampai hasil swap PCR mereka keluar.

Hal ini penulis anggap sangat penting untuk meminimalisir dan mengendalikan penyebaran Covid-19 yang berawal dari tubuh penulis tersebut.

Alhamdulillah, beberapa sahabat di KI Pusat memberitahu penulis, semenjak itu mereka sangat ketat menjalankan protokol kesehatan, khusunya di rumah. Tidak berkumpul dengan anak istri (suami) sambil menunggu jadwal swab PCR dan hasilnya. Bahkan ada yang memutuskan tidak kembali ke rumah sampai ada kejelasan hasil swab PCR yang bersangkutan.

***

Hal berikutnya yang muncul dalam pikiran penulis adalah apakah memberitahu atau tidak memberitahu publik tentang kondisi penulis yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Inilah topik diskusi penulis dan istri berikutnya dalam video call pasca anak-anak dan keluarga diberitahu. Bagaimana pun, penulis menginginkan keputusan menutup atau membuka informasi ini merupakan keputusan bersama antara penulis dan istri serta anak pertama yang sudah mulai beranjak dewasa.

***

Pertimbangan kemanusiaan

Semenjak Covid-19 masuk ke dalam tubuh penulis, memasuki masa inkubasi, sampai didapatkan hasil swab PCR penulis yang mengkonfirmasi kalau penulis positif Covid-19 entah berapa banyak orang yang sudah kontak dan berinteraksi dengan penulis.

Boleh jadi di antara mereka ada yang sudah tertular dari penulis namun tidak menunjukan gejala sehingga tetap berintetaksi normal dengan siapa pun, baik di lingkungan kerja maupun keluarga. Padahal Covid-19 sudah mulai berkembang dalan tubuhnya dan bahkan mungkin sudah memasuki tahap dapat menularkan juga. Begitu seterusnya.

Itu dari segi penularannya. Bagaimana dari sisi probabilitas peluang kesembuhan bagi yang mungkin sudah tertular dari penulis tersebut? Bagaimana peluang kesembuhannya jika seandainya penulis terbuka atau tertutup tentang informasi penulis terkonfirmasi positif Covid-19?

Beberapa dokter sahabat penulis yang jauh hari sebelum penulis positif Covid-19 pernah bercerita kalau peluang kesembuhan pasien positif Covid-19 sangat erat kaitannya juga dengan kecepatan waktu penanganan semenjak terpapar pertama kali.

Semakin cepat tertangani maka peluang sembuh makin besar karena Covid-19 belum berkembang biak dengan jumlah yang sangat merusak organ-organ dalam, khusunya organ paru-paru. Tidak memerlukan ‘antibody’ dengan jumlah banyak dan ‘treatment’ obat-obat yang sangat khusus, dan juga tidak memerlukan ‘treatment’ alat kesehatan (seperti pemasangan ventilator) untuk sembuh.

Salah seorang dokter sahabat penulis tersebut pernah mengatakan bahwa ketika seseorang diserang Covid-19 maka kita berkejar-kejar dengan waktu dengan intensitas sangat tinggi. Karena boleh jadi pasien tersebut bisa negatif setelah perawatan namun organ dalam, seperti paru-parunya, sudah terlanjur mengalami kerusakan yang bisa kerusakan banyak atau sedikit.

Sehingga kalau seorang yang terpapar Covid-19 dapat segera diketahui dan ditangani maka dampak kepada organ dalam akan sangat-sangat dapat dikendalikan. Itulah pentingnya kecepatan informasi dan perawatan seseorang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Pertimbangan pengendalian penularan dan pengendalian dampak pada organ orang yang mungkin tertular dari penulis itulah yang menjadi pertimbangan kemanusiaaan penulis dan diamini istri untuk membuka atau menutup informasi penulis positif Covid-19, di samping pertimbangan potensi penulis, istri, dan anak-anak akan ‘dibully’ dan distigma tentunya.

***

Tanggung jawab sumpah jabatan

Penulis pernah memberikan penafsiran tentang hubungan sumpah jabatan pejabat publik yang digaji negara dengan kewajiban pejabat publik tersebut membuka informasi jika pejabat tersebut terkonfirmasi positif Covid-19.

Tentu saja penulis tidak punya pretensi bahwa tafsir penulis tersebut sebagai tafsir kebenaran satu-satunya. Dan tentu saja juga tidak mengikat siapa pun untuk menjalankan tafsir penulis tersebut.

Namun tafsir tersebut memiliki implikasi serius kepada penulis. Penulis berpandangan bahwa ketika seseorang memberikan tafsir atas suatu maka tafsir tersebut otomatis menjadi hukum bagi yang bersangkutan sepanjang yang bersangkutan masih belum merevisi tafsirnya tersebut.

Tidak bisa seseorang menfasirkan suatu norma hukum begini dan begitu serta melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain berdasarkan tafsirnya tersebut dan menuntut orang lain untuk menerapkan tafsirnya ketika suatu peristiwa hukum dialami orang lain, namun ketika peristiwa hukum yang sama terjadi pada dirinya maka dengan seenaknya yang bersangkutan tidak menerapkan tafsirnya tersebut dengan berbagai alasan. Itulah salah satu ujian integritas dalam hemat penulis.

Sebagai contoh. Ada norma hukum yang menyatakan “bersedia bekerja penuh waktu”. Maka tafsir terhadap norma ini bisa macam-macam.

Ada yang menafsirkan bekerja penuh waktu itu dengan hanya boleh mengerjakan pekerjaan terkait jabatannya tersebut dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari, 7 (tujuh) hari seminggu sepanjang masa jabatannya. Bahkan sekedar menanam pisang di kebunnya sendiri pun tidak boleh karena ada potensi pisang tersebut dapat menghasilkan uang.

Ada juga yang menafsirkan dengan tidak memiliki pekerjaan tetap yang lain selain pekerjaannya dalam jabatannya pada hari dan jam kerja. Bisa saja menjadi dosen tamu di perguruan tinggi pada hari Sabtu misalnya.

Namun ada juga yang menafsirkan bekerja penuh waktu itu dengan kewajiban bekerja sepanjang periodesasi masa jabatan, tidak boleh mundur sampai masa jabatan selesai, tidak boleh ikut seleksi untuk jabatan lain sampai masa jabatan yang sedang diemban selesai.

Penulis berpandangan, tafsir yang mana pun silahkan saja, namun tidak bisa mengikat orang lain. Kecuali jika institusi resmi yang menafsirkannya, maka itu bersifat mengikat untuk siapa pun.

Namun demikian, bagi yang memberikan tafsir maka tafsir tersebut otomatis menjadi hukum bagi dirinya dan dia terikat secara keilmuan dan etik dengan tafsirnya tersebut. Melanggar tafsirnya tersebut dalam peristiwa hukum yang nyata merupakan pelanggaran etik dan integritas.

Terkait sumpah jabatan dan Covid-19 penulis memiliki tafsir bahwa seseorang yang mengucapkan sumpah jabatan dan karena sumpah jabatan tersebut dia mendapatkan gaji dan fasilitas dari negara maka secara otomatis yang bersangkutan sudah mengikatkan diri untuk melindungi rakyat Indonesia baik secara umum maupun secara khusus sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Penulis berpendapat, jika ada sesuatu yang membahayakan masyarakat, yang bahaya itu berasal dari diri pejabat negara yang sudah mengucapkan sumpah jabatan maka pejabat tersebut wajib untuk berusaha semampu yang bisa dia lakukan untuk melindungi warga negara dari potensi bahaya yang berasal dari dirinya tersebut.

Meneruskan pandangan tersebut, maka pejabat negara yang telah mengucapkan sumpah jabatan maka karena sumpahnya tersebut wajib untuk mengumumkan kepada publik jika dia terkonfirmasi positif Covid-19 karena ada bahaya yang mengancam masyarakat yang ancaman tersebut berasal dari tubuh sang pejabat yaitu Covid-19.

Mengumumkan secara terbuka itu berarti sang pejabat sudah berusaha melindungi warga negara lain dari potensi mengalami kondisi darurat medis yang lebih parah jika memang warga negara tersebut telah tertular dari sang pejabat.

Mengumunkan secara terbuka itu berarti sang pejabat telah berusaha melindungi warga negara lain dari potensi tertular Covid-19 karena seluruh orang yang pernah kontak dengan sang pejabat langsung seketika dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan potensi penyebaran, semisal dengan tidak berkumpul seperti keadaan normal dengan keluarganya.

Nah, sekali lagi, tentu saja tafsir penulis di atas tidak bersifat mutlak dan tidak mengikat bagi orang lain namun bagi penulis bersifat mengikat tentunya.

***

Dua pertimbangan utama di atas yang membawa penulis dan diamini istri untuk menghubungi beberapa teman Pemimpin Redaksi untuk memberitahu mereka bahwa baru saja penulis terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan swab PCR sehari sebelumnya.

Penulis mengizinkan untuk dipublikasikan secara luas melalui media masa yang beliau-beliau pimpin dengan harapan dibaca oleh orang-orang yang pernah berinteraksi dengan penulis setidaknya 14 (empat belas) hari terakhir dan berharap mereka segera menjalankan protokol kesehatan ketat sebagai orang yang pernah kontak erat dengan pasien positif Covid-19.

Penulis juga menyampaikan informasi tersebut melalui Japri (jaringan pribadi) dan melalui grup-grup WhatsApp (WA) dan media sosial penulis.

Harapannya tentunya adalah agar penyebaran Covid-19 yang berawal dari penulis tersebut dapat dikendalikan dan bagi yang tertular dari penulis dapat segera diambil tindakan medis sehingga probabilitas kesembuhan relatif tinggi dan potensi kerusakan pada organ-organ vital dalam diantisipasi.

Allahumma aamiin

Bersambung ke….. “Memilih RSDC Wisma Atlet”. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler