Opini Redaksi Tamu
Pancasila Lahir Dari Rahim Ibu Pertiwi, Dibutuhkan Role Model Membumikan Pancasila Sejak Dini

Published
4 years agoon

Oleh: Ical Syamsudin, S.Sos.
Jakarta, koin24.co.id – PANCASILA harus dibumikan dalam ruang kegiatan baik dalam sikap dan perilaku bangsa saat ini maupun di masa depan agar bisa menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing dengan dunia global dan memiliki pijakan yang kuat, tangguh dan Abadi.
Pendidikan Pancasila harus tetap ada wujud pembelajarannya pada sektor dan di setiap aspek pendidikan di tanah air kita sehingga harus terintegrasi nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dengan menjaga semboyanan Bhineka Tunggal Ika, melawan radikalisme, dan cinta tanah air merupakan wujud pelestarian terhadap ideologi Pancasila, bahwa pendidikan Pancasila harus diterapkan sejak dini.
Pentingnya merawat kemajemukan itu sejak dini. Bagaimana anak bangsa ini memiliki persaudaraan karena ini menjadi persaingan tingkat global. bahwa sejak lahir sudah dalam pluralisme sehingga kemajemukan ini sudah menjadi rahim dari ibu pertiwi. Maka kemauan untuk mengaktualisasi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI bisa ditanamkan kepada anak bangsa agar memiliki kecintaaan dan menjadi spiritualism yang tertanam di jiwa mereka.
Jika Pancasila menjadi praksis dalam kehidupan sehari hari maka akan menjadi manusia yang merdeka dan berdaulat.
Tantangan saat ini bagaimana pendidikan yang mampu memilih yang baik serta memerdekaaan dalam memilih dan menentukan pilihan serta membangun karakter bahwa Pancasila ternyata dapat membangun karakter yang baik yang menghargai perbedaan dan menjaga persatuan dan kesatuan.
Role model tersebut tentunya dibutuhkan peran serta dan dukungan moril dimulai dari perilaku para elit politik untuk membumikan Pancasila dalam setiap kebijakan publik. Salah satunya pendidikan multikultural yang ditanamkan sejak dini hingga perguruan tinggi. saat ini dibutuhkan role model bagi bangsa dalan membumikan nilai-nilai Pancasila. role model yang seperti apa?. Tentunya bagaimana memperilakukan segenap anak bangsa dalam upaya membumikan Pancasila. Ini yang sulit sekarang sebab itu ancaman dalam era digital adalah rendahnya literasi dan mudah terhasut narasi-narasi informasi hoaks.
Kendati tingkat kemampuan membangun narasi dan dangkalnya dalam memahami dikarenakan hilangnya budaya kritis. Ini menyebabkan masalah SARA muncul dan tak terhindarkan penyebab kala terjadi.
Demikian, perlu digarisbawahi bahwa Pancasila bukan agama, tidak bertentangan dengan agama, dan tidak digunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Pancasila lahir menjadi simbol negara sebagai perwujudan dari keberagaman yang ada.
“Selamat Hari Lahir Pancasila.” (***)
Penulis:
Ical Syamsudin, S.Sos.
Ketua DPW PBB DKI Jakarta
You may like
-
Ketua DPD apresiasi pemilihan Duta Pancasila Malang
-
SAPMA Pemuda Pancasila berbagi beras dan masker wujud implementasi Pancasila
-
Indonesia maju berlandaskan Pancasila
-
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Puan bacakan ikrar
-
BIN: RUU BPIP penting untuk “membumikan” Pancasila
-
Bamsoet dan Atta Halilintar nge-vlog ajak generasi milenial amalkan Pancasila
Kopini Tamu
Ketika Jurnalisme Tak Lagi Menarik: Renungan Menurunnya Minat Generasi Muda terhadap Jurusan Jurnalistik

Published
1 week agoon
May 1, 2025
Oleh : Dadang Rachmat
Sekjen Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat – Pimred Mitrapol
Jakarta, Koin24.co.id – Setiap tanggal 2 Mei, Bangsa Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional, sebagai penghormatan kepada Ki Hajar Dewantara, Pelopor Pendidikan Indonesia yang mengedepankan kemanusiaan. Namun, dalam era sekarang, pendidikan tidak lagi menjadi sekadar tanggung jawab guru dan sekolah, melainkan menjadi tugas kolektif semua elemen bangsa, termasuk wartawan. Pers dan dunia pendidikan memiliki misi yang sejajar: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai penyampai informasi dan penjaga nalar publik, wartawan memiliki peran yang krusial dalam mendukung pendidikan nasional. Melalui berbagai bentuk pemberitaan, mulai dari berita, opini, laporan investigasi, hingga rubrik edukatif, wartawan berkontribusi dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya pendidikan. Banyak perubahan kebijakan pendidikan yang dihasilkan berkat dorongan opini publik yang dipicu oleh laporan media.
Di tengah derasnya arus informasi yang tak pernah berhenti, profesi wartawan seharusnya menjadi salah satu yang paling relevan di era digital saat ini. Namun, alih-alih meningkat, minat generasi muda untuk menempuh pendidikan di jurusan jurnalistik justru mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini adalah sebuah ironi yang menyedihkan: di saat kebutuhan akan jurnalisme berkualitas semakin mendesak, calon-calon jurnalis semakin sulit ditemukan.
Data dari berbagai perguruan tinggi mengungkapkan penurunan drastis jumlah pendaftar jurusan jurnalistik dalam lima tahun terakhir. Banyak siswa SMA lebih memilih jurusan yang dianggap lebih menguntungkan secara finansial, seperti teknologi informasi, bisnis digital, atau profesi baru di dunia konten seperti influencer, content creator, dan vlogger. Sayangnya, jurnalisme sekarang dipandang sebagai profesi “usang” yang kalah saing di zaman algoritma.
Padahal, jurnalisme lebih dari sekadar pekerjaan menulis berita. Jurnalisme adalah pilar demokrasi. Dalam ungkapan Walter Lippmann, seorang tokoh pers asal Amerika, “Tanpa kritik dan pelaporan yang dapat dipercaya, masyarakat akan menjadi massa yang tak berdaya.” Ini menunjukkan bahwa hilangnya jurnalis profesional berarti hilangnya mata dan telinga publik yang kritis terhadap kekuasaan dan ketidakadilan.
Lalu, apa yang menyebabkan minat ini memudar?
Pertama, citra profesi wartawan sering kali dianggap kurang menjanjikan, baik dari segi finansial maupun prestise. Banyak generasi muda melihat wartawan sebagai pekerjaan yang berisiko tinggi dengan imbalan yang tak sebanding. Selain itu, industri media juga tengah menghadapi krisis, dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), upah yang stagnan, dan semakin menyusutnya ruang redaksi.
Kedua, disrupsi digital telah menggeser peran wartawan menuju tangan algoritma dan konten instan. Generasi muda, yang sudah terbiasa dengan media sosial, lebih tertarik menjadi kreator konten independen dibandingkan jurnalis yang terikat pada etika dan verifikasi. Dunia jurnalistik dianggap “kaku”, terlalu normatif, dan kalah cepat dibandingkan dunia media sosial dalam hal pencapaian dan eksposur.
Ketiga, kurangnya promosi dan pendidikan mengenai jurnalistik sejak dini. Di banyak sekolah, pelajaran menulis, berpikir kritis, dan pemahaman tentang etika media belum menjadi bagian integral dari kurikulum. Anak-anak tidak diperkenalkan pada peran penting jurnalis dalam masyarakat, sehingga jurnalistik tidak tampak sebagai jalan hidup yang mulia dan menarik.
Namun, harapan masih ada. Dunia jurnalistik justru memerlukan wajah-wajah baru: generasi muda yang peka terhadap keadilan sosial, melek digital, dan berani menyuarakan kebenaran. Profesi ini akan selalu relevan, terutama di tengah dunia yang semakin ramai oleh hoaks dan manipulasi informasi.
Kita perlu menggali kembali narasi positif tentang jurnalisme. Bahwa menjadi wartawan adalah sebuah pilihan karier yang membawa makna, bukan sekadar soal gaji, melainkan juga tentang pengabdian kepada publik, kemanusiaan, dan nilai-nilai kebenaran. Seperti yang diungkapkan Christiane Amanpour, jurnalis senior CNN, “Tugas kami adalah memberikan suara kepada yang tak bersuara dan menyampaikan kebenaran di dunia yang penuh propaganda.”
Lembaga pendidikan, organisasi profesi, dan industri media harus bersatu menciptakan ekosistem yang menarik bagi calon jurnalis. Mulai dari program pelatihan jurnalistik digital, beasiswa khusus, hingga promosi melalui media sosial yang lebih ramah dan inspiratif.
Karena jika generasi muda kehilangan minat pada jurnalisme, yang kita hadapi bukan hanya krisis profesi, tetapi juga krisis informasi, krisis keadilan, dan krisis masa depan demokrasi itu sendiri.***

Oleh: Tundra Meliala
Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat
Jakarta, Koin24.co.id – Monumen Nasional, Jakarta, kembali menjadi saksi bisu sejarah. Pada Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei 2025, untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, Presiden Republik Indonesia berdiri di atas panggung yang sama dengan para pemimpin serikat buruh. Riuh tepuk tangan bergema di tengah lautan massa berbaju merah, biru, dan putih, menandai babak baru hubungan antara buruh dan negara.
Momentum ini bukan sekadar selebrasi tahunan. May Day kali ini menyimpan aroma perubahan. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyebut momen kebersamaan ini sebagai “simbol harapan baru”. Pernyataan yang terdengar sederhana, tapi punya daya ledak politik yang besar.
“Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin buruh bisa bersama Istana,” ujar Jumhur dari atas panggung. Jawabannya, menurut dia, karena Istana hari ini adalah Istana yang ingin membebaskan kaum miskin dan memulihkan martabat kaum buruh.
Ada yang berbeda dalam perayaan May Day 2025. Bukan hanya karena semarak panggung hiburan dan barisan spanduk penuh tuntutan, tetapi karena atmosfer kebijakan terasa bergeser. Presiden Prabowo Subianto tak hanya hadir, ia juga bicara langsung di hadapan buruh—dengan nada yang tegas namun bersahabat.
“Negara tidak boleh lemah dalam melindungi buruh,” ujar Presiden Prabowo. “Kita akan perkuat regulasi, kita akan tingkatkan pengawasan, dan kita pastikan setiap pekerja Indonesia hidup dengan layak.”
Ucapan itu langsung disambut gemuruh massa. Tapi di balik tepuk tangan, ada ekspektasi besar. Buruh tidak hanya menginginkan pengakuan simbolik, mereka menuntut aksi konkret.
Salah satu aspirasi penting yang disuarakan Jumhur adalah dorongan agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 188 tentang Pekerja Perikanan. Ini bukan permintaan baru, tetapi kini gaungnya terdengar langsung ke telinga presiden.
“Teman-teman buruh yang bekerja di laut menitipkan pesan agar konvensi ini segera diratifikasi menjadi undang-undang,” kata Jumhur. Di balik tuntutan itu, ada nasib ratusan ribu pekerja di kapal-kapal nelayan dan pabrik pengolahan ikan yang hingga kini masih bekerja tanpa jaminan perlindungan memadai.
Presiden Prabowo menyambut aspirasi tersebut dengan terbuka. Ia menjanjikan pembahasan cepat bersama DPR. “Kami akan pelajari dan kaji dengan serius agar perlindungan hukum bisa diperluas,” katanya. Bahasa tubuhnya tenang, tetapi suara hatinya, tampaknya, sedang menimbang tanggung jawab besar yang dibebankan rakyat kepadanya.
Namun, euforia May Day ini tetap harus dibarengi kewaspadaan. Sejumlah aktivis buruh mengingatkan bahwa kebijakan tak boleh berhenti di podium. Komitmen presiden harus diterjemahkan ke dalam tindakan nyata—revisi regulasi yang selama ini dianggap tidak berpihak pada pekerja, seperti Undang-Undang Cipta Kerja, masih menjadi tuntutan utama.
Pendekatan dialogis yang kini diambil pemerintah patut diapresiasi. Tapi dalam negara demokratis, suara kritis tetap harus dijaga. Serikat buruh harus tetap menjadi kekuatan independen, bukan sekadar mitra pemerintah yang jinak. Kolaborasi tak boleh menghilangkan daya kritis.
May Day 2025 menjadi titik balik penting. Sebuah panggung yang mempertemukan Istana dan massa pekerja bukan hanya ruang simbolik, tapi juga medan pertarungan ide. Arah kebijakan ketenagakerjaan ke depan akan ditentukan oleh seberapa serius pemerintah menjalankan komitmennya. Jika benar negara ingin memperkuat ekonomi rakyat, maka penguatan buruh—dalam upah, perlindungan hukum, dan jaminan sosial—adalah keniscayaan.
Buruh adalah rakyat. Sama seperti TNI yang berasal dari rakyat dan kembali kepada rakyat setelah purna tugas. Presiden Prabowo, yang datang dari latar belakang militer, tampaknya mengerti hal itu. Ia ingin menyatu dengan rakyat, termasuk mendengar dan merespons koreksi dari mereka. Jika ia konsisten, sejarah akan mencatat May Day 2025 sebagai awal terang bagi kaum buruh Indonesia.***
Kopini Tamu
Implikasi Yuridis Penerimaan Noeh Hatumena Sebagai Plt. Ketua DK PWI dalam Gugatan PMH oleh PN Jakpus

Published
3 weeks agoon
April 22, 2025
Oleh: Hendra J. Kede, S.T., S.H., M.H., GRCE
Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat / Ketua Bidang Non-litigasi LKBPH PWI Pusat
Jakarta, Koin24.co.id – Sayid Iskandarsyah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat (DK PWI) dan pengurusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas terbitnya SK DK Nomor: 21/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang Sanksi Organisasi Terhadap Sayid Iskandarsyah tanggal 16 April 2024.
Gugatan terdaftar di Kepaniteraan PN Jakarta Pusat di bawah nomor register: 395/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst tanggal 8 Juli 2024.
Sayid Iskandarsyah menilai para Tergugat telah melanggar Pasal 1365 jo Pasal 1366 KUHPerdata (Halaman 17 Putusan Sela).
Institusi DK PWI menjadi Tergugat I. Sementara Tergugat II dan III adalah Ketua dan Sekretaris DK PWI yang menandatangani Surat Keputusan a quo yaitu Sasongko Tedjo dan Nurcholis Ma Basyari.
Tergugat IV – X adalah Wakil Ketua, dan enam orang Anggota DK PWI saat SK diterbitkan. Dan Hendry Ch Bangun dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PWI Pusat sebagai Turut Tergugat II.
Penerimaan Noeh Hatumena Sebagai Plt. Ketua DK PWI oleh Majelis Hakim
Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Sela yang pada intinya menyatakan PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan hukum/legal standing (kompetensi absolut) untuk memeriksa dan mengadili gugatan PMH a quo.
Mempelajari Putusan Sela dimaksud, pada halaman 1, Majelis Hakim PN Jakpus menerima Noeh Hatumena mewakili kepentingan hukum DK PWI di persidangan selaku Plt. Ketua DK PWI.
“Lawan 1. Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, berkedudukan…., diwakili oleh M. Noeh Hatumena selaku Plt. Ketua Dewan Kehormatan PWI dalam hal ini memberikan kuasa kepada….”
Hal ini sesuai dengan SK PWI Pusat Nomor: 250-PLP/PP-PWI/2024 tentang Pemberhentian Sementara Sasongko Tedjo Sebagai Ketua Dewan Kehormatan dan Pengangkatan Noeh Hatumena Anggota Dewan Kehormatan Sebagai Pelaksana Tugas Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia Masa Bakti 2023-2028 tanggal 5 Agustus 2024.
Penerimaan Majelis Hakim ini dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada Penasihat Hukum DK PWI Pusat yang ditunjuk oleh Noeh Hatumena untuk memberikan jawaban atas gugatan Penggugat, dan jawaban tersebut ikut dimuat dalam Putusan Sela.
Tidak ditemukan dalam Putusan Sela tersebut, Tergugat II (Sasongko Tedjo) mempermasalahkan penerimaan Noeh Hatumena oleh Majelis Hakim (Fakta persidangan).
Sebagai catatan, persidangan pertama untuk memeriksa kedudukan hukum/legal standing para pihak dilakukan setelah ditetapkannya Noeh Hatumena sebagai Plt. Ketua DK PWI.
Pertanyaan Kritis
Pertanyaan kritis yang muncul kemudian terkait sedang adanya dinamika kepengurusan di PWI Pusat adalah apakah penerimaan Noeh Hatumena oleh Majelis Hakim PN Jakpus ini memiliki implikasi yuridis walau tidak dinyatakan secara eksplisit oleh Majelis Hakim berdasarkan asas legalitas (Legaliteitsbeginsel), asas kepastian hukum (Rechtszekerheid), asas tidak menyalahgunakan wewenang (Detournement de Pouvoir), asas akuntabilitas , dan asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law), dan praktik hukum administrasi?
Implikasi Yuridis Noeh Hatumena Diterima Majelis Hakim Sebagai Plt. Ketua DK PWI Pusat
Penerimaan Noeh Hatumena yang berwenang mewakili DK PWI dalam persidangan menimbulkan sejumlah implikasi yuridis yang patut dicermati dan terbaca secara implisit dalam Putusan Sela PN Jakpus a quo.
Pertama. Pengakuan Terhadap Kepengurusan PWI di bawah Ketua Umum Hendry Ch Bangun dan Sekretaris Jenderal Iqbal Irsyad
Sasongko Tedjo telah menyatakan dirinya sebagai Ketua DK PWI dari apa yang dia sebut hasil Konggres Luar Biasa (KLB) PWI Agustus 2024 dengan Zulmansyah sebagai Ketua Umum dan Wina Armada sebagai Sekretaris Jenderal.
Sementara di sisi lain, Hendry Ch Bangun selaku Ketua Umum hasil Konggres Bandung 2023 dengan Sekretaris Jenderal Iqbal Irsyad telah menunjuk Noeh Hatumena sebagai Plt. Ketua DK PWI menggantikan Sasongko Tedjo melalui sebuah Surat Keputusan (Asas legalitas).
Padahal yang digugat oleh Sayid Iskandarsyah sebagai Tergugat I adalah institusi DK PWI. Maka pertanyaan logisnya adalah bukankah seharusnya Sasongko Tedjo menolak kehadiran Noeh Hatumena sebagai orang yang mewakili kepentingan hukum institusi DK PWI dalam persidangan?
Beranjak dari fakta-fakta di atas, maka penerimaan PN Jakpus terhadap Noeh Hatumena secara implisit dapat diterjemahkan sebagai pengakuan lembaga peradilan terhadap keabsahan Surat Keputusan yang diterbitkan Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad yang menunjuk Noeh Hatumena, sekaligus merupakan pengakuan implisit keabsahan kepengurusan PWI Pusat dibawah kepemimpinan Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad.
Kedua. Keberlakuan Perombakan Pengurus oleh Hendry Ch Bangun
Noeh Hatumena ditunjuk sebagai Plt. Ketua DK PWI setelah terbitnya SK AHU Kumham Nomor: AHU.0000946.AH.01.08 Tahun 2024 dan sampai saat pembacaan putusan belum mengalami perubahan.
Maka penerimaan PN Jakpus terhadap Noeh HatumenaI secara implisit dapat dimaknai juga bahwa perombakan kepengurusan PWI Pusat oleh Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad adalah sah dan mengikat dihadapan hukum, dan dapat diberlakukan walaupun belum terbit SK AHU perubahan.
Implikasi yuridisnya adalah segala tindakan administratif yang diambil oleh kepengurusan PWI Pusat dibawah Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad berlaku dan mengikat secara hukum, baik ke dalam maupun ke luar organisasi PWI (asas akuntabilitas).
Ketiga. Tidak Ada Dualisme Kepengurusan PWI
Argumen Dewan Pers dalam surat pengosongan kantor PWI Pusat di Gedung Dewan Pers Lt. IV, Jln. Kebon Sirih 34, Jakarta Pusat yang menyatakan seolah-olah ada dualisme kepengurusan PWI Pusat tertolak dengan diterimanya Noeh Hatumena oleh PN Jakpus ini, padahal Ketua DK PWI a.n. Sasongko juga bagian dari persidangan dan merupakan Tergugat II.
Hal ini sekaligus juga bermakna bahwa PN Jakpus secara implisit mementahkan argumentasi Dewan Pers yang mengakui Sasongko Tedjo selaku Ketua DK PWI Pusat exiting selama proses persidangan berlangsung dan selama SK PWI Pusat yang mengangkat Noeh Hatumena belum dicabut (asas tidak menyalahgunakan wewenang, asas kepastian hukum, dan asas persamaan di depan hukum).
Melalui Putusan Sela ini, PN Jakpus seolah mengajarkan bahwa asas legalitas harus dijunjung tinggi, dihormati, dan dijalankan oleh siapapun.
Dan karena yang berwenang menentukan legalitas kepengurusan PWI adalah Kementerian Hukum, maka lembaga lain, termasuk Dewan Pers, wajib mematuhinya tanpa ada ruang sedikitpun untuk mempertanyakannya, kecuali ditetapkan lain oleh pengadilan jika ada yang mengajukan gugatan hukum.
Kempat. Keabsahan Kepengurusan DK PWI
Penerimaan Noeh Hatumena oleh PN Jakpus sekaligus juga menegaskan bahwa Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota DK PWI yang memiliki kewenangan hukum mengatasnamakan DK PWI dan mengambil tindakan administrasi atas nama DK PWI guna menjalankan segala hak dan kewajiban yang diamanatkan Peraturan Dasar (AD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI adalah kepengurusan DK PWI yang berada dibawah koordinasi Noeh Hatumena.
Kelima. Keabsahan Surat-Surat
Putusan Sela juga secara implisit menyatakan bahwa semua Surat Keputusan dan surat-surat lainnya yang dikeluarkan PWI Pusat yang ditandatangi oleh Ketua Umum Hendry Ch Bangun, Sekretaris Jenderal Iqbal Irsyad, Bendahara Umum Muhammad Nasir, serta pengurus lainnya, termasuk dan tidak terbatas surat-surat yang diterbitkan bagian keuangan Sekretariat PWI Pusat adalah sah dan mengikat secara hukum.
Akibat yuridisnya, kepengurusan PWI Pusat di bawah Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad merupakan kepengurusan PWI yang memiliki hak hukum untuk melakukan perikatan keperdataan dengan pihak manapun untuk dan atas nama institusi PWI Pusat, termasuk dan tidak terbatas dengan pemerintah dan perbankan dengan segala implikasi hukumnya.
Keenam. Ilegalitas Kepengurusan KLB Jakarta 2024
Makna implisit lainnya dengan diterimanya Noeh Hatumena oleh PN Jakpus adalah tidak diakuinya klaim adanya KLB PWI pada pertengahan Agustus 2024 oleh PN Jakpus, delapan bulan sebelum pembacaan Putusan Sela.
PN Jakpus tidak mengakui legalitas dan keabsahan kepengurusan PWI yang mendasarkan legalitas dan kepengurusannya kepada apa yang mereka sebut sebagai hasil KLB PWI.
Hal ini dapat dipahami kenapa PN Jakpus bersikap demikian jika dilihat dari sisi asas legalitas dan praktik hukum administrasi.
Hakim dalam memutus terikat dengan asas legalitas. Dan faktanya, sampai Putusan Sela dibacakan Kementerian Hukum tidak menerbitkan SK AHU yang mengubah posisi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PWI Pusat dari Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad.
Dan mereka yang mengatasnamakan Pengurus PWI hasil KLB, sampai saat Putusan Sela dibacakan, setelah 8 bulan berlalu, juga tidak mengajukan gugatan hukum terhadap Menteri Hukum atas keberlakuan SK AHU Nomor: AHU.0000946.AH.01.08 Tahun 2024.
Melihat rentang waktu yang demikian panjang, delapan bulan, maka patut diduga sebenarnya pihak yang mengatasnamakan sebagai kepengurusan PWI Pusat hasil KLB yakin akan kalah jika mengajukan gugatan hukum ke PTUN atas SK AHU tersebut.
Ketujuh. Kantor PWI di Lantai 4 Gedung Dewan Pers Dikembalikan dan UKW Seharusnya Diaktifkan
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa penerimaan Noeh Hatumena oleh PN Jakpus sebangun dengan pengakuan secara implisit lembaga peradilan terhadap legalitas kepengurusan PWI Pusat dibawah kepemimpinan Hendry Ch Bangun dan Iqbal Irsyad, sekaligus mematahkan argumen Dewan Pers terkait adanya dualisme kepengurusan PWI Pusat.
Maka konsekuensi hukumnya adalah Dewan Pers sudah seharusnya mengembalikan kantor PWI Pusat yang terletak di lt. 4 Gedung Dewan Pers, Jln. Kebon Sirih nomor 34 Jakarta Pusat, kepada kepengurusan PWI hasil Konggres PWI Bandung 2023 dibawah Ketua Umum Hendry Ch Bangun dan Sekretaris Jenderal Iqbal Irsyad.
Bersamaan dengan itu, mengaktifkan kembali PWI sebagai lembaga uji pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang beberapa waktu terakhir dibekukan Ketua Dewan Pers tanpa alasan yang dibenarkan hukum. Hal ini sangat merugikan PWI sebagai organisasi profesi wartawan dan lebih-lebih lagi merugikan ribuan wartawan anggota PWI di seluruh Indonesia.
Penutup
Lembaga peradilan dalam negara yang beradab dan berdasarkan hukum dipandang sebagai lembaga penyelesai akhir atas segala dinamika yang ada di tengah masyarakat.
Maka penghormatan atas putusan pengadilan haruslah dipandang sebagai solusi akhir atas segala dinamika sosial kemasyarakatan dalam masyarakat yang beradab dan berbudaya.
PN Jakarta Pusat sudah sangat jelas dan terang benderang dalam memandang dinamika PWI melalui penerimaan terhadap Noeh Hatumena selaku Plt. Ketua DK PWI untuk mewakili kepentingan hukum DK PWI dalam sidang PMH di PN Jakarta Pusat, dengan segala implikasi yuridisnya.
Tidak ada pilihan lain selain menaati dan mematuhinya dengan sepenuh hati, terlepas dari pandangan subjektif dan kepentingan pribadi, baik pribadi orang maupun pribadi badan hukum, seperti Dewan Pers.
Demikian, semoga bermanfaat, terima kasih.

Taiwan Excellence Happy Run 2025 Kembali Digelar, Ajak Masyarakat Hidup Sehat bersama Maskot Baru Fu Bear

PSM Sudah Temui Erick Thohir Sebelum Putusan Komdis PSSI,Sadikin Aksa: Kami Siap Ajukan Banding

SPPG Lanud Husein Sastranegara Distribusikan Lebih dari 219.000 Paket Makan Bergizi Gratis

Ketua Persit KCK Cabang XV Kodim 0501 PD Jaya Kunjungi Yayasan Kartika Jaya

Turnamen Basket Siwo PWI Pusat 3×3 Dimeriahkan Puluhan Wartawan dan Selebritas

Bulog Jabar Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok untuk Program Makan Bergizi Gratis di Dapur SPPG Lanud Husein Sastranegara

JPU Limpahkan Berkas Perkara Mantan Ketua PN Surabaya ke Pengadilan Tipikor

Serahkan Kunci Rumah Subsidi, Menteri PKP : Program Ini Bukan untuk Membungkam Wartawan

Ketua Umum PWI Pusat Apresiasi Gubernur Pramono Anung Dukung Liga Jakarta U-17

Hari Kebebasan Pers 3 Mei: Ketua Umum PWI Pusat Desak Negara Selamatkan Demokrasi Lewat Pers yang Sehat

Penyidik Kejagung Periksa 9 Orang Saksi Terkait Perkara Dugaan Korupsi Pertamina

Tim PWI Tinjau Cepat Lokasi Rumah Subsidi Wartawan, Ketua Umum Apresiasi Komitmen Pemerintah

Fadli Zon dan Menbud Rusia Sepakati Akselerasi Kerja Sama Budaya Indonesia–Rusia

Pelaksana Tugas Ketua PWI Jabar Tinjau Lokasi Rumah Subsidi di Kemang

Tempati Kantor Baru, AMKI Gelar Syukuran dan Rapat Konsolidasi Perdana

Fadli Zon: Teater Imam Al-Bukhari dan Sukarno Jadi Simbol Eratnya Hubungan Budaya Indonesia–Uzbekistan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon Dorong Kerja Sama Budaya sebagai Bentuk Solidaritas Indonesia untuk Palestina

Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Tinjau Rumah Subsidi untuk Wartawan

Fadli Zon Ajak Qatar Kembangkan Industri Budaya Bersama Indonesia

Ketum Hendry Ch Bangun: Rumah Subsidi untuk Wartawan, Lokasi Strategis Siap Huni

Sarapan Subuh, ketan bumbu dan gemblong ketan

Gara-gara Covid-19 rela berbuat seperti ini
“Martabak Alul” kaki 5 yang melayani dengan berbagai jenis pembayaran
Nasi kebuli murah meriah di Bambu Apus
DIRGAHAYU TNI “SINERGI UNTUK NEGERI”
Sambutan Kapolda Metro dalam rangka Baksos Sembako 25 ton menyambut HUT ke-65 Lantas Bhayangkara
Sepenggal sejarah merah putih di tanah Papua

Pramuka Saka Wira Kartika Kodim 0505/JT bantu giat cek poin perbatasan

Ucapan Selamat Idul Fitri dari Letnan Jenderal TNI AD, Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Simak video ini soal test cepat Covid-19




Terpopuler
-
News2 months ago
Kepengurusan PWI Jabar yang Diketuai Hilman Hidayat Dibekukan! Ketum Hendry Ch Bangun Tunjuk Danang Donoroso Sebagai Plt Ketua PWI Cabang Jawa Barat
-
News1 month ago
Evandra Florasta, Bukti Pembinaan di Level Klub Indonesia Membaik
-
News2 months ago
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Siap Lawan Informasi Menyesatkan di Sidang Dewan Pers
-
News2 months ago
Plt Ketua PWI Pelalawan,Assep Putra Sulaiman Siap Tempuh Jalur Hukum atas Dugaan Pencemaran Nama Baik
You must be logged in to post a comment Login