Connect with us

Opini Redaksi Tamu

Sekeluarga mendayung menerobos amukan badai Covid-19 #5: Memilih RSDC Wisma Atlet

Avatar

Published

on

Oleh: Hendra J Kede

Jakarta, koin24.co.id – Kepala Bagian Umum Sekretariat KI Pusat, Ibu Nunik, memberikan beberapa alternatif tempat perawatan pasca penulis terkonfirmasi positif Covid-19: Isolasi mandiri di apartemen dinas, isolasi mandiri di hotel, dirawat di rumah sakit umum, atau dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran Jakarta.

Ke semua alternatif tersebut sudah dikonsultasikan dengan dr. Lutfi, Kepala Klinik Pratama Kemenkominfo, dan dengan Kepala Biro Keuangan Kemenkominfo, Bapak Sigit Nugroho. Tentunya semua itu di bawah koordinasi Sekretaris Sekretariat KI Pusat, Bapak Munzair.

Penulis minta waktu untuk mempertimbangkan semuanya. Penulis merasa perlu untuk dirawat di tempat yang menurut penulis akan memperkecil peluang penularan kepada orang lain dan memperbesar peluang untuk melakukan ikhtiar kesembuhan.

***

Satu hal yang penulis jadikan patokan dalam memutuskan tempat perawatan: harus berdasarkan pendapat orang yang mengerti atau pendapat ahlinya. Dan karena itu penulis memposisikam diri sebagai orang yang tidak mengerti atau sekurang-kurangnya kurang tepat pemahamannya.

Itulah cara pandang yang tepat menurut hemat penulis bagi orang awam tentang dunia medis, seperti penulis, dalam menghadapi situasi terpapar dan positif Covid-19. Serahkan keputusan pada ahlinya. Kenapa? Karena perawatan Covid-19 tidak hanya tentang bagaimana menegatifkan diri dari virus corona namun yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pada saat bersamaan dapat melindungi organ vital, khususnya paru-paru, dari kerusakan yang lebih parah. Menurut penulis hanya ahlinya yang bisa memutuskan ini.

Apalagi yang dihadapi adalah sebuah pandemi yang bersifat global yang sudah meluluh lantahkan segala sektor kehidupan. Jangankan obat bahkan vaksin saja masih dalam tahap penelitian dan uji coba. Realitas ini tentu lebih lagi harus memerlukan pandangan ahli untuk membuat keputusan, termasuk keputusan kualifikasi tempat perawatan.

***

Setelah berkonsultasi dengan beberapa teman dokter dan ahli epidemi yang menurut pandangan penulis mengerti situasi yang penulis hadapi, penulis sampai pada beberapa kesimpulan.

Pertama. Belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan Covid-19. Kesembuhan didapatkan dari imun tubuh penderita. Sehingga yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan atau meningkatkan imun tubuh.

Kedua. Sejauh ini imun tubuh belum dapat ditingkatkan dengan vaksin karena vaksin belum ditemukan. Sehingga cara yang paling efiktif meningkatkan imun adalah: 1. Menjaga pola makan yang dikenal dengan Tinggi Protein Tinggi Kalori (TPTK), 2. Istirahat yang cukup, 3. Ketenangan pikiran dan kejiwaan, 4. Olahraga yang teratur dan terukur, 5. Berjemur sinar matahari pagi yang cukup.

Ketiga. Sangat penting selalu berada dalam pengawasan ahli untuk memantau perkembangan secara ‘day to day’ guna, jika diperlukan, mengambil tindakan medis yang terukur secara cepat, seperti pemberian obat maupun tindakan darurat medis karena dampak masuknya virus pada organ-organ vital.

Seorang teman memberikan pandangan : pilihlah tempat perawatan yang memungkinkan perkembangan dampak karena terinfeksi virus Covid-19 terhadap organ-organ vital bagian dalam tubuh dapat dipantau secara periodik oleh ahlinya agar bisa diminimalisir dampak negatifnya.

Tiga pertimbangan itulah yang mendominasi pemikiran penulis saat membuat keputusan tempat perawatan.

***

Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum tentu tidak hanya melayani pasien positif Covid-19, pelayanan terhadap pasien dengan keluhan kesehatan lain tetap berjalan normal seperti sebelum ada pandemi Covid-19.

Implikasinya tentu saja pada perlakukan ketat terhadap lokasi perawatan maupun pasien Covid-19 itu sendiri. Semua pasien Covid-19 tentu akan ditempatkan di lantai khusus dan tidak diijinkan keluar masuk lantai khusus tersebut.

Bahkan terbesit dalam benak penulis sebuah pertanyaan, apakah seluruh pasien untuk semua tingkatan gejala, minus gejala yang memerlukan ruang ICU, akan ditempatkan dalam ruangan yang sama?. Pasien lama yang boleh jadi sudah tahapan mau sembuh dengan pasien baru yang virusnya masih sangat kuat dan aktif akan ditempatkan dalam ruangan yang sama?.

Sampai hari ini pun penulis belum mendapatkan jawaban pasti atas pertanyaan ini sehingga dalam mengambil keputusan penulis memilih asumsi yang membuat penulis merasa nyaman. Asumsi itu sengaja tidak penulis tuliskan di sini. Pembaca yang budiman tentu dapat menebak-nebaknya.

Pertanyaan lainnya yang muncul adalah apakah kalau dirawat di Rumah Sakit Umum penulis dapat berolahraga dan berjemur pagi? Bukankah olahraga dan berjemur sinar matahari pagi sangat bagus dan penting untuk membantu perbaikan metabolisma dan meningkagkan imun pasien positif Covid-19?

Penulis juga tidak dapat menemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut. Bayangan yang muncul dalam benak penulis didominasi oleh bayangan model perawatan umum di Rumah Sakit : tertidur di tempat tidur, beraktifitas di kamar perawatan kalau dapat kamar, beraktifitas ala kadarnya di samping tempat tidur jika tidak dapat kamar, mendapatkan obat, dan mendapatkan visitasi berkala petugas kesehatan.

Pandangan penulis tentang Rumah Sakit Umum di atas membawa penulis pada keputusan untuk mencari informasi alternatif tempat perawatan lain sebelum membuat keputusan.

***

Isolasi madiri di apartemen dinas

Pililihan lainnya adalah isolasi mandiri di apartemen dinas. Penulis sebagai Komisioner KI Pusat yang berasal dari luar Jabodetabek memang disediakan fasilitas tempat tinggal oleh negara.

Tentu saja opsi ini tidak akan penulis pilih. Terlalu berbahaya bagi penulis dan lebih-lebih lagi lebih berbahaya bagi lingkungan sekitar, sesama penghuni apartemen.

Penulis sendirian di apartemen dinas. Keluarga di Wonogiri, Jawa Tengah. Sementara dinamika perkembangan perawatan kesehatan pasien akibat positif Covid-19 sangat dinamis yang memerlukan penilaian dan tindakan segera dari ahli setiap ada dinamika baru pada diri pasien. Itu baru tentang perawatan medis.

Penulis pun mempertimbangkan faktor penunjang seperti makanan. Tidak saja bagaimana pengadaan makanan, mulai dari bahan baku sampai memasak, namun jauh lebih penting adalah tentang komposisi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi, protein, dan kalori seimbang khusus bagi penderita positif Covid-19.

Pertimbanhan terakhir inilah yang merupakan persoalan utama bagi pasien positif Covid-19 isolasi mandiri, apalagi tinggal sendirian seperti penulis. Kebutuhan asupan makan dengan protein tinggi dan kalori tinggi pastilah sulit disajikan secara terukur dan teratur kepada yang menjalani isolasi mandiri di rumah, apalagi kalau tinggalnya sendirian seperti penulis.

Ada memang opsi beli makanan dari luar melalui aplikasi digital. Namun ini benar-benar opsi yang sudah penulis blok sama sekali. Opsi ini mengharuskan penulis turun naik di lift apartemen setiap pemesanan. Sangat berbahaya. Sangat berpotensi menulari penghuni apartemen lain. Dan apa iya penulis punya tenaga cukup untuk tiap hari turun naik juga?

Bahkan kalau pun penulis tinggal bersama keluarga, tidak sendirian, penulis tetap disarankan teman tersebut untuk tidak memilih opsi isolasi mandiri di rumah kecuali, setidak-tidaknya, CT hasil swab PCR sama dengan atau lebih besar dari 35. Penulis diingatkan juga tentang keputusan Pemda DKI untuk tidak ada isolasi mandiri di rumah pada tahap awal terinfeksi.

Kalau hanya ada dua pilihan tersebut, Rumah Sakit Umum atau isolasi mandiri di rumah, penulis akan memilih Rumah Sakit Umum.

Sebelum mengambil keputusan akhir, penulis masih mempertimbangkan 2 (dua) aternatif lain : Isolasi mandiri di hotel dan masuk RSDC Wisma Atlet

***

Isolasi mandiri di hotel

Penulis tidak punya gambaran sedikit pun bagaimana isolasi mandiri di hotel tersebut. Apakah sama dengan isolasi mandiri di rumah? Atau hotel disulap menjadi semacam rumah sakit khusus untuk pasien Covid-19?

Sampai penulis harus mengambil keputusan, informasi tentang isolasi mandiri di hotel ini belum cukup memberikan gambaran yang utuh kepada penulis, khususnya terkait gambaran kelengkapan peralatan dan petugas medis.

Bayangan penulis sama dengan pilihan isolasi mandiri di apartemen dinas. Namun segala keperluan non medis sudah disiapkan pihak hotel, mulai dari makan dan lain sebagainya.

Dan pertanyaan tentang tempat berolahraga dan berjemur sinar matahari pagi juga tidak menemukan jawaban.

Opsi ini penulis pilih untuk dipertimbangkan jika opsi Rumah Sakit Umum tidak dapat, baik karena kapasitas rumah sakit penuh maupun karena BPJS kelas 1 penulis tidak bisa mengcover. Walaupun penulis pimpinan Lembaga Negara Non Struktural (LNS), penulis tidak mendapatkan asuransi kesehatan selain BPJS kelas 1 yang sebelumnya sudah penulis dapat juga karena istri PNS di Pemkab Wonogiri.

***

Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet.

Pilihan keempat yang menjadi alternatif perawatan adalah RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Lokasinya tidak sampai 30 (tiga puluh) menit jalan kaki dari apartemen dinas penulis.

Alhamdulillah penulis mengikuti berita proses penetapan Wisma Atlet sebagai RSDC, berita perkembangan persiapannya, sampai berita peresmian oleh Presiden Joko Widodo. Penulis juga bisa mendapatkan gambaran RSDC Wisma Atlet dari beberapa teman sehingga penulis mendapatkan gambaran yang relatif utuh tentang RSDC Wisma Atlet Kemayoran.

Pertama. Ada beberapa tower yang difungsikan sebagai RSDC. Setiap tower digunakan untuk spesifikasi pasien yang berbeda. Ada tower khusus untuk yang hanya menjalani isolasi mandiri Orang Tanpa Gejala (OTG). Ada yang khusus untuk pasien yang berstatus cormobid atau penyakit penyerta seperti diabetes, jantung, dan lain sebagainya.

Kedua. Sesuai namanya, RSDC Wisma Atlet hanya merawat pasien positif Covid-19, tidak ada pasien dengan penyakit lain kecuali yang cormobid tadi.

Ketiga. Seluruh dokter, tenaga medis, obat-obatan, termasuk petugas gizi, petugas phsikologi dan petugas memasak makanan serta fasilitas peralatan kesehatan semuanya diperuntukan hanya untuk menunjang proses penyembuhan pasien positif Covid-19.

Keempat. Semua petugas, mulai dari dokter, perawat, ahli gizi, ahli phsikologi, bahkan cleaning servive sudah dilatih khusus untuk penanganan pasien positif Covid-19 dalam segala situasi, termasuk situasi darurat medis yang sangat gawat sekali pun.

Kelima. Seluruh fasilitas untuk meningkatkan daya imun pasien tersedia. Taman untuk berolahraga dan berjemur tersedia luas. Lantai khusus untuk berolahraga dan berjemur tersedia luas di tiap tower. Ahli gizi, ahli phsikologi, ahli memasak yang setiap saat hanya khusus mencurahkan pikiran dan tenaganya tentang penyakit dan pasien positif Covid-19.

Keenam. Semua biaya gratis ditanggung negara. Semua pasien, tidak peduli latar belakang jabatan, pekerjaaan, status sosial, dan ekonomi diperlakukan sama. Kualitas makanan, obat-obatan, dan perawatan sama semua sesuai dengan keadaan medis masing-masing. Misal seluruh pasien cormobid diperlakukan sama.

***

Baik karena pertimbangan subjektif maupum pertimbangan objektif. Dari keempat opsi di atas pilihan paling rasional bagi penulis adalah dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakata Pusat. Akhirnya penulis, istri, dan anak-anak serta pihak kantor sepakat penulis dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta Pusat.

Ibu Nunik segera dengan sigap menindaklanjutinya dengan berkoordinasi dengan Kepala Klinik Pratama Kominfo, dr. Lutfi. Selanjutnya berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Puskesmas yang akan mengurus administrasi dan mengantar masuk RSDC Wisma Atlet.

Setelah penulis dirawat di RSDC Wisma Atlet sampai penulis dinyatakan sembuh dan diperbolehkan beraktifitas seperti sedia kala kembali, penulis mendapatkan perawatan maksimal dan luar biasa. Tidak saja profesional namun juga teramat sangat manusiawi.

Penulis sangat berterima kasih karenanya. Rasa terima kasih yang tanpa sadar ternyata sangat emosional. Rasa terima kasih yang setiap mengingatnya membawa air mata kebahagian dan air mata syukur menetes dari mata penulis.

Bagaimana proses perawatan di RSDC Wisma Atlet yang luar biasa, profesional, dan manusiawi itu, insya Allah akan penulis tulis dalam tulisan tersendiri.

Semoga bermanfaat.

Bersambung ke….. “Dibentak Doni Monardo saat baru saja dinyatakan positif Covid-19”. (***)

Penulis:
Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Opini Redaksi Tamu

Pemahaman dan Pemanfaatan Literasi Digital Bagi Orang Tua pada Era Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Anik Hanifatul Azizah, S.Kom, M.IM

Istilah literasi digital tidak asing lagi bagi masyarakat, namun bagaimana memahami dan memanfaatkan digital dengan bijak adalah hal yang perlu dilatih dan terus dipelajari. Mengapa perlu memahami literasi digital? Karena sebenarnya digitalisasi ini sudah menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari.

Menurut definisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), literasi digital adalah kemampuan dan kecakapan menggunakan teknologi digital, memahami isi dan informasi, serta menjalankan perannya secara efektif dalam lingkungan digital.

Terdapat tiga kata kunci dalam definisi di atas, pertama kata ‘menggunakan’, dapat dipahami bagaimana kita sendiri atau anak mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Kemudian kata ‘memahami’ berarti adalah bagaimana kita paham value dari sebuah media tersebut, dan ketiga adalah ‘menjalankan’ yaitu bagaimana kita atau anak dapat memposisikan diri dengan dunia digital yang dihadapi.

Pemahaman literasi digital ini disampaikan pada kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Esa Unggul bertajuk Edukasi Smart Parenting pada peringatan hari ibu 22 Desember 2021 dengan menggandeng komunitas bidan EBSCO yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Literasi digital sangat penting untuk diterapkan masyarakat, terutama generasi orang tua millennial ataupun baby boomers sebagai pelaku digital immigrant. Terdapat dua generasi yaitu generasi digital native dan generasi digital immigrant.

Generasi digital native merupakan para generasi muda yaitu mereka yang sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan kemajuan digital. Sedangkan, generasi digital immigrantmerupakan mereka yang sejak lahir tanpa adanya kemajuan digital atau teknologi, maka mereka perlu mempelajari lagi teknologi yang ada nantinya. Anak-anak dari generasi millennial dan baby boomers ini termasuk generasi digital native, sedangkan orang tuanya sendiri mengenal digital di saat remaja atau bahkan sudah beranjak dewasa. Inilah yang menjadi tantangan terbesar. Seorang digital immigrant ditantang untuk mendidik digital native.

Elemen penting digital literasi Bukan hanya sekadar definisi, tapi esensi. Sebagai orang tua dituntut untuk paham dan membiasakan hal ini pada literasi digital sehari-hari. Beberapa tips menerapkan pola asuh digital yang baik yaitu, menjaga komunikasi dengan anak, membekali diri dan terus belajar, membuat aturan bersama anak, menjadi teladan digital yang baik bagi anak serta memanfaatkan aplikasi parental control dalam penggunaan gadget anak.

Aplikasi parental control dapat membantu orang tua mendampingi anak di dunia digital, tapi tidak dapat menggantikan peran orang tua. Kegiatan anak selama pandemi sebagian besar dilakukan secara daring, tugas orang tua adalah mendampingi anak. Orang tua hendaknya paham esensi dari kegiatan belajar daring tersebut. Orang tua juga sebaiknya paham aplikasi atau platform apa yang digunakan anak selama kegiatan belajar berlangsung. Sebagai orang tua dari generasi digital native harus siap dan rela banyak belajar untuk pemahaman digital yang baik. Menjadi teladan digital yang baik dapat menjadi upaya yang tepat untuk menumbuhkan digital wellbeing atau kesejahteraan digital pada masyarakat. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Sistem Informasi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Aktifitas Fisik Untuk Ibu Hamil Saat Pandemi

meldachaniago

Published

on

Oleh : Dr. Erry Yudhya Mulyani, S.Gz, M.Sc

Pandemi Covid19 membatasi aktivitas fisik manusia. Masyarakat tidak lagi dapat leluasa bergerak. Dampaknya banyak di antara kita merasa menjadi kurang fit dan bugar. Begitu juga dengan ibu hamil. Padahal, aktivitas fisik bagi ibu hamil sangat dibutuhkan untuk kesehatan janin dan dirinya sendiri. Akibatnya dalam kondisi pandemik ini, ibu hamil yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit harus lebih waspada.

Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Edukasi Smart Parenting di Era Digital pada 22 Desember 2021 lalu, fenomena yang dihadapi ibu hamil selama masa pandemik menjadi salah satu topik bahasan yang dianggap penting untuk diangkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisiologis dan anatomis yang terjadi pada perempuan hamil membuat pergerakan ibu menjadi terbatas, apalagi ditambah dengan kondisi pandemik seperti sekarang.

Padahal sistem imun ibu diharuskan beradaptasi dengan keadaan pandemik ini sebagai bentuk pertahanan terhadap ibu dan janin. Sistem imun yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Upaya yang dapat dilakukan  perempuan hamil dalam menjaga kesehatan fisiknya selama masa kehamilan adalah dengan melakukan olahraga dan aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Contoh olahraga yang dapat dilakukan ibu adalah jogging, yoga dan berjalan kaki. Sedangkan aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menghasilkan energi, misalnya bersih-bersih rumah, menyapu. Ibu dapat berolahraga selama 20 – 30 menit sebanyak 3 – 4 kali perminggu.

Olahraga dan aktifitas fisik selama kehamilan sangat dianjurkan dan penting dilakukan. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam proses persalinan, mengurangi stress kehamilan dan menjaga kenaikan berat badan normal. Oleh sebab itu penting dilakukan ibu dalam menjaga sistem imun dimasa pandemik ini. Namun ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan olahraga dan aktifitas fisik berat karena dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, aktifitas fisik dan olahraga berperan sebagai modulator dalam sistem imun. Selama dan setelah melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan limfosit dan pelepasan sitokin pro dan anti-iflammatory. Hal ini berdampak pada rendahnya kejadian gejala penyakit infeksi pada orang yang secara rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga (da Silveira M et al 2021). Selain itu penelitian lain juga menyatakan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara signifikan menurunkan kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebih (Wang J et al 2019).

Acara pengabdian masyarakat yang dilakukan secara online melalui aplikasi zoom ini, digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di antaranya dengan menyelenggarakan pelatihan bidan homecare binaan EBSCO Community, serta acara temu kangen seluruh bidan di Indonesia. Acara ini diselenggarakan melalui bantuan pendanaan program pembelajaran kolaboratif yang berorientasi pada penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2021. (***)

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul

Continue Reading

Opini Redaksi Tamu

Ayo Tetap Jaga Prokes, Catatan Hendry Ch Bangun

Avatar

Published

on

Ketika tulisan ini dimuat, Senin 4 Oktober, hanya ada 922 kasus positif virus Corona dalam 24 jam terakhir. Luar biasa, di bawah angka 1.000 ini membuat kita bangga dan bahagia. Dibandingkan bulan Juli lalu yang mencapai 25.000-an, ketika semua fasilitas kesehatan tidak mampu melayani pasien yang datang untuk dirawat.

Bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura yang kini setiap harinya mencapai 2000-an pasien positif Covid-19 sejak awal Oktober 2021, atau Malaysia yang sempat menyentuh 20.000-an pada Agustus dan di Oktober mencapai 9000-an.

Gerakan vaksinasi massif yang dilakukan pemerintah, dengan ujung tombak Kemenkes, Polri, dan TNI menunjukkan hasilnya walaupun belum mencapai target dua juta perhari sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Tetapi dengan satu jutaan perhari, hasilnya sudah membaik.

Fasilitas kesehatan utama di Jakarta dan hampir seluruh kota besar di Indonesia tidak lagi full, mampu menerima pasien yang ada. Wisma Atlet yang mampu menampung ribuan orang, kini sudah tinggal puluhan. Tidak ada lagi antre ambulan memasukkan pasien. Justru yang tampak adalah orang pulang karena selesai dirawat.

Sukses ini juga dikarenakan sikap konsisten pemerintah, yang semula dijalankan trial by error, sudah menemukan cara jitu melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dievaluasai setiap pekan atau dua minggu sekali. Setiap kota dipantau pelaksanaan vaksinasi, lalu tracing, dan pemberlakukan protokol kesehatan.
Evaluasi di setiap akhir pekan akan menentukan tingkatan PPKM berikutnya. Ditambah dengan dorongan vaksinasi, yang langsung diberikan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, dan duet Panglima TNI-Kapolri, dengan menyaksikan ke lapangan dan memberi motivasi, memberi efek besar.

Kita bangga bahwa Indonesia masuk dalam klub negara yang 100 juta penduduknya telah divaksin dan juga kita patut senang karena dipuji oleh Badan Kesehatan Sedunia (WHO) dalam keberhasilan menangani pandemik Covid-19.

***

Ya sudah terbukti, kita tidak terpuruk dalam hal kesehatan, dan juga tidak terseret dalam krisis ekonomi, yang seandainya dulu melaksanakan lockdown, akan semakin bangkrut. Lockdown itu membuat penduduk di Vietnam, Thailand, Malaysia, menjerit-jerit karena berbulan-bulan tidak bisa bekerja, tidak bisa berdagang, sebab ekonomi rumah tangga hancur. Sementara di Indonesia ini selain ada skema bantuan sosial, pelonggaran kegiatan memungkin adanya geliat ekonomi, meski bergerak secara pelahan-lahan.

Kita menyaksikan di televisi, membaca di suratkabar atau media online, sektor transportasi sudah bergerak agar cepat. Penerbangan untuk jalur-jalur tertentu tingkat keterisian penumpang telah mencapai 75 persen. Mal dan pertokoan sudah dibuka. Tempat-tempat wisata, mulai dari Bali, Labuan Bajo, Yogyakarta, Bandung, sudah dipenuhi oleh warga yang jenuh karena terlalu lama dikurung di rumah akibat pandemi.

Tidak hanya itu, hotel pun sudah mulai penuh. Baik oleh keluarga yang mengambil program staycation juga karena kegiatan pemerintah seperti rapat-rapat lembaga dan kementerian sudah berlari kencang. Ya, karena selama pembatasan kegiatan dilarang, maka begitu ada kelonggaran kegiatan kembali ke jalur normal agar serapan anggaran mencapai target.

Tetapi euphoria ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebagaimana disampaikan Luhut Panjaitan yang dipercaya menjadi komandan pengaturan PPKM, masyarakat harus tetap waspada dan tetap ketat dengan prokes yang ditetapkan pemerintah.
Adanya aplikasi PeduliLindungi, yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat terbang, naik kereta api, masuk ke hotel-hotel, mal dan pertokoan, bahkan sudah diujicoba ke pasar modern, ikut mendukung pengawasan kegiatan masyarakat. Sistem itu menjadi semacam seleksi, agar di suatu pusat keramaian atau kegiatan, orang yang berkumpul adalah orang-orang yang bebas virus. Dengan demikian akan dicegah terjadinya penularan.

Hanya saja kita juga menyaksikan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang karena alasan tertentu tidak menggunakan masker di tempat umum. Dari sisi ekonomi, masker memang harus dibeli dan harganya tidak murah, antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 perlembar. Apabila dalam satu keluarga ada empat orang dan dianggap sehari digunakan sekali, itu jumlah yang lumayan.

Ada juga yang malas karena terlalu percaya diri bahwa dia sehat tanpa memikirkan lingkungan saat dia beraktivitas yang bisa saja tertular. Ada yang memang bawaannya “menantang” semua kebijakan yang dibuat pemerintah dan tidak ingin diatur karena itu privacy-nya.

***

Ancaman yang disebut-sebut sudah mengintai adalah gelombang ketiga, pada Desember atau awal Januari 2022 karena adanya libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang biasanya juga disertai dengan pulang kampung, bertemu kerabat.

Penularan bisa terjadi di perjalanan apabila tidak ada penjagaan protokol kesehata baik oleh para penumpang maupun pelaksana seperti bus ataupun transportasi massal lainnya. Lalu kerumunan karena saling bersilaturahmi atau kumpul keluarga yang sering disertai kesungkanan mengingatkan prokes.

Kita sudah tahu bagaimana susahnya kalau ada penularan massif seperti yang terjadi bulan Juli lalu akibat libur Idul Fitri, rumah sakit penuh, fasilitas kesehatan kolaps, dan ketersediaan obat dan vitamin sulit dan harga-harga naik.

Mudah-mudahan kita semua mau belajar dan coba menghindari kelalaian yang dulu terjadi. Hanya keledai yang terantuk batu yang sama dua kali, kata pepatah. Masak sih kita keledai?

***
Jakarta, 04 Oktober 2021.

Penulis
Hendry Ch Bangun
Wartawan Senior/Wakil Ketua Dewan Pers

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Terpopuler